• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

KKR Dimata Korban Konflik

Boy AbdazBoy Abdaz
Rabu, 09/12/2015 - 16:37 WIB
di Artikel
A A
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Boy Abdaz

Konflik selalu menyisakan kepedihan mendalam.  Korban pastinya mereka yang menerima akibat dari pertikaian itu. Para pihak adalah pelaku yang tentu saja secara sadar telah mengambil resiko untuk sebuah cita-cita atau titah komandan.

Saya mungkin berada di deretan paling ujung yang merasakan dampak konflik dalam skala tragedi kemanusiaan yang telah menelan puluhan ribu nyawa di Aceh.

Tahun 1994, ketika beranjak remaja, kepala saya pernah dihantam senter tangan 3 baterai yang dipukul bertubi2 di bagian samping (di atas telinga) yang menyebabkan saya mengalami gangguan pendengaran sampai kini. Bahkan menurut dokter efeknya tidak bisa disembuhkan karena saraf kedua di bagian telinga saya telah rusak.

BACAAN LAINNYA

Pemimpin Redaksi Modus Aceh Muhammad Shaleh (Kanan) memberikan sambutan usai terpilih sebagai Ketua FJK dalam Kongres FJA I di Rumoh Aceh Tibang, Banda Aceh, Kamis, 27 Agustus 2020/FOTO/aceHTrend.

Fokus Advokasi dan Edukasi Jurnalis, FJA Resmi Berbadan Hukum

04/03/2021 - 19:59 WIB
Kapal Kargo masa Pendudukan Belanda Bawa Barang dari Singkil ke negara-negara Eropa (foto repro)

Pelabuhan Singkil; Bandar Niaga Internasional di Pantai Barat Aceh

04/03/2021 - 10:06 WIB
Peta Banda Aceh.

Sejarah Bandar Aceh Adalah ‘Mitos’

04/03/2021 - 03:55 WIB
Ketua Kadin Aceh Makmur Budiman @kanalinspirasi

Innalillahi wa Inna Ilaihi Rajiun, Makmur Budiman Dikabarkan Meninggal Dunia

03/03/2021 - 19:02 WIB

Tahun 1999, ketika sebuah kontak senjata meletus di desa kami, rumah keluarga saya dan puluhan rumah lainnya dibakar oleh aparat keamanan. Meski tidak sempat habis, setidaknya 60% kontruksi rumah terbakar, tak terkecuali pustaka orang tua saya.

Antara tahun 2000, jembatan gantung pengubung antar desa dan ke kecamatan di bom oleh gerilyawan GAM dengan tujuan menghambat laju pasukan TNI. Akibatnya masyarakat harus naik getek bertahun2.

Tahun 2001, 40an aparat keamanan menempati rumah kami yang kosong (akibat mengungsi) sebagai markas operasi. Di halaman rumah sebuah pos jaga dibangun lengkap dengan kantung pasir penahan peluru dan senjata otomatis bertengger di atasnya.

Ketika saya pulang kampung, saya memaksakan diri menjenguk rumah itu. Dan ketika hendak masuk halaman rumah saja, saya dihentikan dan KTP saya diperiksa. Pertama, masuk ke rumah sendiri tapi harus menunjukkan identitas.

Naifnya nasib kami waktu itu, selain rumah dikuasai, tiap bulannya kami dan masyarakat lainnya harus membayar iuran untuk kebutuhan listrik, beli TV dan parabola yang mereka gunakan.

Pimpinan mereka (kedua kelompok bertikai) mungkin tidak mengetahui apalagi menyetujuinya, tapi bagaimanapun kami telah merasakannya.

Kisah ini hanya secuil penderitaan. Tapi perlu diungkapkan agar semua pengambil kebijakan menjadi mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dan para pihak juga menjadi sadar bahwa beberapa hal keliru telah mereka lakukan. Agar mereka paham bahwa kekerasan dapat mengakibatkan trauma yang berkepanjangan.

Hukum/aturan yang sudah dibuat harus diletakkan sebagai garis penanda untuk sebuah tindakan. Para pelaku mesti diberi kesadaran baru untuk kembali memperhatikan garis batas undang-undang mana saja yang telah dilangkahi.

Tidak ada materi yang dapat menggantikan masa lalu, begitu pula kehormatan dan harga diri. Obat yang sekuat apapun tidak mampu menyembuhkan penderitaan batin dan trauma. Anak-anak yang melihat kekerasan atau menyaksikan orang tuanya disiksa harus gila untuk mampu melupakan kepedihan itu. Belum lagi keperawanan yang tidak dapat dijahit oleh dokter manapun. Meski teknologi mutakhir mampu merekayasa sensasi keperawanan, tapi ia tak akan mampu merekayasa kehormatan, harga diri dan penderitaan atas rasa sedih dan malu.

Butuh waktu yang sangat lama untuk menetralisir trend arogansi, militeristik, dan pola kekerasan lainnya yang sudah terlanjur terekam dalam mindset anak-anak masa konflik yang satu dekade lalu bahkan sudah menjadi pelaku konflik berulang. Saat ini pun kita masih mempunyai remaja-remaja yang masa kecilnya melihat dan merasakan konflik secara nyata. Mereka membawa beban psykologis yang liar yang sama sekali tidak mengenal konseling atau semacamnya.

Membuka mata semua orang, mengeluarkan Isi hati dan menyatakan sebuah tindakan yang salah secara jujur merupakan sebuah alternatif bagi menutupi lobang-lobang nurani yang tercabik, sebuah ketukan bagi hati yang berteriak dalam diam selama bertahun-tahun. Dan tentu saja penghargaan atas kepahlawanan para perempuan yang membesarkan anak-anak tanpa ayahnya dalam derita sepanjang tahun dan berkepanjangan.

Cerita di atas bukan sebuah vonis, tapi sebuah sketsa konflik yang kami (korban) rasakan, kami lihat, kami ketahui dan kami dengar dan rekam sepanjang hidup kami.

Kita tidak serta merta menghendaki semua mereka diadili agar mendapatkan pembalasan yang setimpal atas apa yang mereka lakukan. Toh itu tidak mungkin mengembalikan bijeh mata seorang ibu. Kita menginginkan agar semua orang mengerti dan menghargai seberat apa pengorbanan dan penderitaan yang mengekang hak-hak dasar hidup sebagai warga negara dan hamba Tuhan.

Kita hanya ingin tahu atas dasar apa semua itu dilakukan dan untuk siapa. Lalu untuk tegaknya keadilan dan hukum silahkan saja menghukum mereka atas kesewenangan yang mereka lakukan jika hukum menuntut itu. Tapi sejatinya itu bukan tujuan utama.

Kami hanya menginginkan semua mereka (pelaku) sadar dan membawa sikap itu kemanapun ia pergi. Cukup kami saja, cukup kami yang merasakannya. Harapan kami kesadaran untuk meninggalkan pola kekerasan akan mampu menyelamatkan manusia lainnya dari penderitaan.

Dari kesadaran-kesadaran itulah kebenaran terungkap dan rekonsiliasi dapat dibangun.
SELAMAT DATANG QANUN KKR.

Boy Abdaz,
Penulis buku Proses Damai Aceh; Model Resolusi Konflik Indonesia.
Juga korban konflik Aceh.
[email protected]

Tag: #Headline
ShareTweetPinKirim
Sebelumnya

Ribuan Jamaah Larut Dalam Zikir dan Doa Tolak Bala

Selanjutnya

Yuk Kenali KKR Aceh

BACAAN LAINNYA

aceHTrend.com
OPINI

Peran Guru PJOK dalam Membangun Karakter Peserta Didik

Rabu, 03/03/2021 - 12:13 WIB
Nanda Suriani
OPINI

Menjadi Role Model Pendidikan

Selasa, 02/03/2021 - 08:22 WIB
Ilustrasi/FOTO/umroh.com.
Artikel

Aceh Dan Umar Bin Abdil Azis

Senin, 01/03/2021 - 14:40 WIB
Ilustrasi potret kemiskinan Aceh/FOTO/Hasan Basri M.Nur/aceHTrend.
Artikel

APBA 2021 Tidak Fokus Pada Pengentasan Kemiskinan?

Jumat, 26/02/2021 - 07:32 WIB
Marthunis M.A.
OPINI

Anggaran, Kemiskinan, dan Investasi Pendidikan Aceh

Kamis, 25/02/2021 - 12:26 WIB
Ilustrasi/Foto/Istimewa.
Artikel

Carut Marut Tender Di Aceh

Rabu, 24/02/2021 - 13:10 WIB
aceHTrend.com
Artikel

Aceh & Hikayat Som Gasien, Peuleumah Hebat

Senin, 22/02/2021 - 17:41 WIB
Dwi Wulandary
OPINI

Melek Teknologi dengan Mengenali Vektor Versus Raster

Senin, 22/02/2021 - 08:38 WIB
Ilustrasi Kemiskinan/FOTO/Media Indonesia.
Artikel

Aceh Tidak Miskin, Aceh Dimiskinkan!

Minggu, 21/02/2021 - 20:01 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya

Yuk Kenali KKR Aceh

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Nur Azilla (11) murid SDN 1 Banda Aceh, merawat ibunya yang stroke seorang diri. Kisah ini viral setelah guru melakukan home visit. Foto/Ist.

    Dua Minggu Tidak Sekolah, Ternyata Bocah SDN 1Banda Aceh Rawat Ibunya yang Stroke Seorang Diri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Miris, Seorang Ibu di Aceh Utara Mendekam di Penjara Usai Terjerat UU ITE

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Angka Perceraian PNS di Abdya Tinggi, Muslizar Minta ASN Tak Baper di Lingkungan Kerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Terkait Ibu Muda yang Dipenjara Bersama Anaknya, Zaini Djalil Sampaikan Solusi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pelabuhan Singkil; Bandar Niaga Internasional di Pantai Barat Aceh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

Nurlaila, salah satu penyintas konflik yang mendapatkan bantuan kursi roda dari BRA. Foto/Ist for acehtrend.
Politik

BRA Salurkan Kursi Roda untuk Masyarakat Penyintas Konflik

Muhajir Juli
04/03/2021

M. Anggi Syahputra @ist
BERITA

Dianggap Berlarut-larut, PDIP Desak Wali Kota Subulussalam Selesaikan Sengketa PT Laot Bangko

Redaksi aceHTrend
04/03/2021

Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten (BPBK) Aceh Barat Daya (Abdya), Hafiddin. (aceHTrend/Masrian Mizani)
BERITA

BPBD Abdya Imbau Masyarakat Tidak Membakar Hutan dan Lahan

Masrian Mizani
04/03/2021

Ketua umum FPTI Abdya, Roni Guswandi
BERITA

FPTI Abdya Gelar Sekolah Alam Panjat Tebing Pertama Akhir Pekan Ini

Masrian Mizani
04/03/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.