Sosok Imam Syuja’ sudah dikenal luas di masyarakat Aceh, utamanya kalangan ulama dan politisi. Sosok sederhana ini sangat aktif di Muhammadiyah dan menjadi anggota DPR RI periode 2004-2009 lalu.
Bagi OMS (terutama Organisasi Nonpemerintah, atau lebih familiar LSM) di Aceh, sosok yang lemah lembut namun tegas ini, mulai dikenal luas sejak mendorong upaya damai di Aceh. Sejumlah lembaga pun memberi ruang baginya untuk berkiprah. Sebut saja Acehness Civil Society Taskforce (ACSTF) dan Aceh Development Fund (ADF).
Kiprahnya dalam hal mewujudkan perdamaian lebih kental bersinggungan dengan ACSTF dan lembaga lainnya. Melalui berbagai pertemuan dan agenda, dukungan untuk mewujudkan damai Aceh terus saja menjadi bagian ikhtiarnya agar konflik Aceh berakhir.
Upaya yang dilakukan terasa tanpa kenal lelah. Pasca penandatangan MoU Helsinki, Imam Syuja’ masih saja aktif untuk memastikan agar damai Aceh berkelanjutan. Hal ini dibuktikan dengan ikut sertanya untuk memastikan agar konflik tak meluas. Bahkan, melalui pernyataan yang disampaikan bila potensi konflik di Aceh kembali menyeruak setiap menjelang Pilkada.
Pada kesempatan puncak perayaan Konferensi Damai Aceh 13-15 November 2015 lalu, saya berkesempatan bertemu beliau disela-sela kegiatan. Melalui diskusi terbatas, beliau menyatakan bahwa tugasnya untuk mendorong damai Aceh sudah selesai. “Sekarang, saya titipkan keberlanjutan damai Aceh pada aneuk-aneuk muda. Semoga kondisi Aceh lebih baik lagi pada masa yang akan datang”.
Menurut saya, pesan tersebut perlu ditindaklanjuti oleh semua pihak di Aceh. Khususnya aktivis OMS, baik yang pernah berkiprah bersama beliau maupun menjadi bagian untuk memastikan perdamaian di Aceh. Dan, bagi aktivis OMS di Aceh, sosok yang ramah ini menjadi bagian yang terpisahkan untuk mendukung gerakan OMS. Semoga segala kiprahnya dapat kita lanjutkan.
Selamat jalan pendukung gerakan OMS Aceh.
Afrizal Tjoetra, aktivis yang kini Ketua Komisi Informasi Aceh (KIA)