• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

Membangun Pertahanan Laut Aceh terhadap Peredaran Narkoba

Redaksi aceHTrendRedaksi aceHTrend
Selasa, 15/12/2015 - 23:14 WIB
di Artikel
A A
Share on FacebookShare on Twitter

Terrae protestas finitur, ubi finitur armorum vis yang berarti ‘kedaulatan territorial berakhir, di mana kekuatan senjata berakhir.’ Pendapat yang dikemukakan oleh Cornelis van Bynkershoek ini memperingatkan bahwa kedaulatan wilayah laut suatu negara sangat tergantung kepada kemampuannya dalam mengawasi secara fisik territorial yang dikuasainya. Semakin luas wilayah lautnya, semakin besar pula tanggung jawabnya.

Pengawasan ini bukan hanya bertujuan memaksimalkan pendapatan dari sector kelautan, namun juga untuk menjamin ketahanan negara (baik wilayahnya maupun warga negaranya) dari segala dampak negative globalisasi, termasuk peredaran Narkoba. Sebagai wilayah paling barat Indonesia dan salah satu gerbang lalu lintas maritime tersibuk di dunia, posisi geografis Aceh memberikan peran besar dalam mendukung lancarnya peredaran Narkoba di Indonesia.

Tanggung jawab
Tanggal 13 Desember yang lalu, Pemerintah Aceh menggelar peringatan Hari Nusantara. Hari Nusantara merupakan momentum memperingati pilar Kesatuan Kewilayahan yang diumumkan oleh Perdana Menteri Ir. H. Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 (Deklarasi Djuanda). Deklarasi Djuanda adalah sebuah langkah berani yang menegaskan bahwa wilayah laut termasuk perairan antara pulau-pulau merupakan bagian perairan dalaman Indonesia. Deklarasi ini kemudian dituangkan dalam UU no. 4 Prp/1960 dan kemudian digantikan dengan UU no. 6/1996 tentang Perairan Indonesia setelah Konvensi Hukum Laut Internasional aktif pada tahun 1995 (Bab IV Hukum Laut Internasional (UNCLOS-III) tentang Negara Kepulauan).

Sebelumnya, masyarakat Internasional – termasuk Indonesia – masih berpijak pada aturan Territoriale Zee Maritiem Kringen Ordonantie tahun 1939, yang menetapkan bahwa batas laut territorial sebuah negara hanya selebar 3 mil laut (±5,4 Km). Hal ini dirasa tidak cukup bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju. Lagipula, deklarasi ini cukup berani melihat kondisi perairan Indonesia merupakan salah satu jalur strategis dalam geo-politik dan geo-ekonomi Internasional. Diterima dan diakuinya wilayah laut Indonesia pasca berlakunya UNCLOS-III pada tahun 1995 (penetapan laut territorial selebar 12 mil laut, perairan antar pulau-pulau, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) selebar 200 mil laut, serta landas kontinen) merupakan prestasi terbesar diplomasi Indonesia setelah Kemerdekaan 1945.

BACAAN LAINNYA

Foto: Sayuti Abubakar (kanan) ketika bertemu Tumin Blang Blahdeh, yang merupakan ulama senior di Aceh. Foto: Ist.

Final! PNA Usulkan Sayuti Abubakar Sebagai Cawagub Aceh

05/03/2021 - 12:41 WIB
Bridger Walker (6) memilih melawan anjing gembala yang Jerman yang mencob menyerang adik perempuannya si Wyoming, Amerika Serikat pada 9 Juli 2020. Foto/The Sun.

Bridger Walker, Bertarung Melawan Anjing Gembala Jerman Demi Selamatkan Adiknya

05/03/2021 - 09:49 WIB
Pemimpin Redaksi Modus Aceh Muhammad Shaleh (Kanan) memberikan sambutan usai terpilih sebagai Ketua FJK dalam Kongres FJA I di Rumoh Aceh Tibang, Banda Aceh, Kamis, 27 Agustus 2020/FOTO/aceHTrend.

Fokus Advokasi dan Edukasi Jurnalis, FJA Resmi Berbadan Hukum

04/03/2021 - 19:59 WIB
Kapal Kargo masa Pendudukan Belanda Bawa Barang dari Singkil ke negara-negara Eropa (foto repro)

Pelabuhan Singkil; Bandar Niaga Internasional di Pantai Barat Aceh

04/03/2021 - 10:06 WIB

Sejak saat itu, wilayah laut Indonesia bertambah hingga 5,8 juta km² yang terdiri dari 3,1 juta km² wilayah territorial Indonesia dan 2,7 km² ZEE. Pertanyaannya, apakah dengan wilayah laut yang luas ini sebanding dengan kemampuan Pemerintah dalam mengawasinya, terutama berkaitan dengan peredaran Narkoba?

Pengawasan Laut dan Narkoba
Pada tahun ini, Aceh (khususnya kota Banda Aceh) diberikan kepercayaan menggelar peringatan Hari Nusantara. Peringatan ini mengangkat tema ‘Aceh sebagai Poros Maritim Wilayah Barat Indonesia’. Berbicara ‘Poros Maritim’ bukan tanpa landasan. Potensi kelautan yang dimiliki Indonesia dapat disebut fantastis. Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai potensi kelautan yang dapat digarap mencapai 588 milyar US Dollar per tahun. Sumber daya laut ini memiliki keunggulan komparatif, sedangkan letak geografis Indonesia dapat menjadi keunggulan positif. Sayangnya potensi ini tidak digarap secara maksimal. Salah satunya adalah terkendalanya fungsi pengawasan.

Pengawasan yang dimaksud adalah minimnya armada laut untuk mengawasi aktifitas kelautan, baik milik kementerian yang memiliki aktifitas di wilayah laut maupun armada TNI Angkatan Laut sendiri. Secara umum, armada laut yang mendukung fungsi pengawasan kurang dari 1.000 unit. Sedangkan wilayah yang di-cover seluas 3,1 juta km² (wilayah laut territorial) serta 2,7 juta km² ZEE. Selain itu, alternative lain dalam mendukung fungsi pengawasan juga masih sangat minim. Penggunaan sarana seperti radar, drone, satelit, kapal selam, dsb. walaupun dapat sedikit membantu namun tidak memberikan efek yang maksimal.

Terkendalanya fungsi pengawasan ini bukan hanya berpotensi merugikan negara dari sisi pendapatan saja, tapi juga berpengaruh pada ketahanan manusianya terutama dari meningkatnya peredaran dan penggunaan narkoba. Berdasarkan hasil survey BNN & Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) Universitas Indonesia selama tahun 2009-2011, diprediksi terjadi peningkatan hingga 5 juta pengguna aktif narkoba di Indonesia pada tahun 2015. Dengan kenaikan rata-rata sekitar 2% per tahun diprediksi Indonesia akan menjadi tujuan utama perdagangan narkoba di dunia.

Meningkatnya pasar narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun menyiratkan kebutuhan yang besar akan barang ini. Beberapa kasus penangkapan narkoba melalui jalur udara pun terbukti hanya dalam satuan beberapa kilogram. Logisnya, hal tersebut tidak mungkin memenuhi kebutuhan pengguna yang semakin hari semakin bertambah. Penggunaan jalur darat pun semakin sulit akibatnya intens-nya razia oleh kepolisian dan peningkatan kemampuan intelijen. Praktis, jalur laut yang akan dipilih untuk mengimpor dan mendistribusikan kebutuhan masyarakat pengguna narkoba ini. Jalur laut yang dimaksud salah satunya adalah Selat Malaka dan Lautan Hindia. Secara geografis, wilayah Aceh cukup strategis untuk menjadi tempat transit dan distribusi narkoba dari luar negeri ke Indonesia.

Dalam peredaran narkoba skala internasional, pusat produksi narkoba khususnya opium (bahan baku shabu), heroin dan shabu, terpusat di kawasan Amerika Latin (Kolombia), Golden Crescent (Iran, Afghanistan, dan Pakistan), serta Golden Triangle (Myanmar, Thailand dan Laos). Wilayah disebut terakhir khususnya Myanmar dan Thailand, berbatasan langsung dengan Laut Andaman, Teluk Bengal dan perairan di sekitar kepulauan Nicobar yang memang dikenal sebagai tempat transaksi dan bongkar muat narkoba terbesar di Asia, serta berbatasan langsung dengan Indonesia, khususnya Aceh. Sehingga sangat strategis untuk mengimpor narkoba maupun bahan bakunya melalui Aceh kemudian ke seluruh Indonesia, karena perairan ini tidak asing bagi nelayan Aceh.

Dalam konteks Aceh, sudah rahasia umum bahwa daerah ini dikenal sebagai “eksportir” narkoba jenis ganja nomor satu di Indonesia. Namun akhir-akhir ini, trend narkoba di Aceh sudah beralih kepada jenis shabu yang dinilai lebih besar efek khayalnya dan lebih prestisius. Dahulunya, narkoba jenis ini hanya sekedar transit, namun sekarang Aceh sudah menjadi pasar yang menjanjikan seiring pertumbuhan ekonomi yang signifikan selama ini. Tercatat hingga awal 2015 sekitar 7.000 jiwa menjadi pengguna aktif Narkoba di Aceh, dan sebagian besarnya adalah pengguna shabu (Serambi Indonesia, 4/3/2015).

Demi Poros Maritime Wilayah Barat Indonesia
Untuk menangani hal ini, sistem pertahanan dan pengawasan laut di wilayah Aceh perlu dibangun dan diperkuat. Tidak berbeda seperti yang diucapkan Wapres Jusuf Kalla pada Pidato Hari Nusantara di Banda Aceh, aspek pertahanan ini merujuk kepada kekuatan armada TNI Angkatan Laut (Serambi Indonesia, 14/12/2015), khususnya yang beroperasi di wilayah Aceh. Hingga saat ini, armada TNI AL yang beroperasi di Aceh hanya tiga buah (satu di Danlanal Sabang, satu di Danlanal Lhokseumawe, dan satu di Danlanal Simeulue). Kemudian ditambah beberapa armada laut milik Polair (Polisi Perairan), Kepolisian Daerah Aceh. Hal ini tidak cukup, mengingat wilayah laut Aceh mencapai 295.370 km². Juga penting diperhatikan bahwa transportasi narkoba via laut selalu dengan pengawalan bersenjata. Sehingga armada laut tanpa senjata, akan mengurangi “nilai tawar” kekuatan pertahanan dan serangan saat berhadapan dengan kapal-kapal laut pengangkut narkoba.

Selain itu, sarana pertahanan dan pengawasan laut ini perlu diperkuat dengan aturan perundang-undangan yang jelas. Karena selama ini, pengawasan dan penegakan hukum di laut tidak berada di bawah wewenang satu instansi saja. Sehingga penyelarasan aturan yang baik perlu diwujudkan, demi implementasi yang baik pula.

Pemerintah Aceh juga berpotensi besar dalam menunjang sistem pertahanan dan pengawasan laut ini. Walaupun MoU Helsinki mengisyaratkan bahwa kewenangan pertahanan dan keamanan terpulang pada Pemerintah Pusat, namun kondisi keterbatasan ini perlu ditinjau secara bijak oleh para pihak yang berkepentingan. Untuk mengefisienkan sistem pertahanan dan pengawasan laut, aturan zonasi wilayah laut Aceh juga perlu didorong. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan. Tentunya perlu juga feedback dari kerjasama yang baik ini terkait zona pemanfaatan wilayah laut Aceh, yang dapat merujuk kepada aspek keistimewaan dan kekhususan Aceh.

Salah satunya adalah Lembaga Adat Laot. Peran Lembaga Adat Laot perlu ditingkatkan untuk mendukung pengawasan wilayah laut Aceh. Karena kemampuan intelijen maritime juga dapat dibangun dengan mengikutsertakan masyarakat nelayan, yang setiap harinya hilir mudik di wilayah lautan.

Hematnya, membangun poros maritime dunia butuh kerja keras dan pengorbanan yang besar. Bukan hanya pada aspek eksploitasi sumber daya alam, tapi juga bagaimana meningkatkan pertahanan negara demi menjaga kedaulatan Indonesia dari ancaman traditional dan non-traditional. Wilayah laut Indonesia terlalu luas untuk dikelola dan diawasi oleh Jakarta saja. Pemerintah Aceh dan masyarakat nelayan perlu diikutsertakan dalam sistem pertahanan dan pengawasan laut Aceh untuk mencegah peredaran Narkoba yang semakin beringas. Sehingga, harapan menjadikan “Aceh sebagai poros maritim wilayah barat Indonesia” bukan hanya sekedar mimpi belaka.

Danil Akbar Taqwadin, MSc.
Akademisi Fisip UIN Ar-Raniry

Tag: #Headlinemaritim
ShareTweetPinKirim
Sebelumnya

Wartawan yang Mengalami Musibah Banjir Juga dapat Bantuan

Selanjutnya

Aldicha Tanamo, Sales Buku Ini Kini Menjadi Super Motivator Indonesia Pertama dari Aceh untuk Dunia

BACAAN LAINNYA

Peta Banda Aceh.

Sejarah Bandar Aceh Adalah ‘Mitos’

Kamis, 04/03/2021 - 03:55 WIB
aceHTrend.com
OPINI

Peran Guru PJOK dalam Membangun Karakter Peserta Didik

Rabu, 03/03/2021 - 12:13 WIB
Nanda Suriani
OPINI

Menjadi Role Model Pendidikan

Selasa, 02/03/2021 - 08:22 WIB
Ilustrasi/FOTO/umroh.com.
Artikel

Aceh Dan Umar Bin Abdil Azis

Senin, 01/03/2021 - 14:40 WIB
Ilustrasi potret kemiskinan Aceh/FOTO/Hasan Basri M.Nur/aceHTrend.
Artikel

APBA 2021 Tidak Fokus Pada Pengentasan Kemiskinan?

Jumat, 26/02/2021 - 07:32 WIB
Marthunis M.A.
OPINI

Anggaran, Kemiskinan, dan Investasi Pendidikan Aceh

Kamis, 25/02/2021 - 12:26 WIB
Ilustrasi/Foto/Istimewa.
Artikel

Carut Marut Tender Di Aceh

Rabu, 24/02/2021 - 13:10 WIB
aceHTrend.com
Artikel

Aceh & Hikayat Som Gasien, Peuleumah Hebat

Senin, 22/02/2021 - 17:41 WIB
Dwi Wulandary
OPINI

Melek Teknologi dengan Mengenali Vektor Versus Raster

Senin, 22/02/2021 - 08:38 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya

Aldicha Tanamo, Sales Buku Ini Kini Menjadi Super Motivator Indonesia Pertama dari Aceh untuk Dunia

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Nur Azilla (11) murid SDN 1 Banda Aceh, merawat ibunya yang stroke seorang diri. Kisah ini viral setelah guru melakukan home visit. Foto/Ist.

    Dua Minggu Tidak Sekolah, Ternyata Bocah SDN 1Banda Aceh Rawat Ibunya yang Stroke Seorang Diri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Miris, Seorang Ibu di Aceh Utara Mendekam di Penjara Usai Terjerat UU ITE

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Angka Perceraian PNS di Abdya Tinggi, Muslizar Minta ASN Tak Baper di Lingkungan Kerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Terkait Ibu Muda yang Dipenjara Bersama Anaknya, Zaini Djalil Sampaikan Solusi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dianggap Berlarut-larut, PDIP Desak Wali Kota Subulussalam Selesaikan Sengketa PT Laot Bangko

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

Foto: Sayuti Abubakar (kanan) ketika bertemu Tumin Blang Blahdeh, yang merupakan ulama senior di Aceh. Foto: Ist.

Final! PNA Usulkan Sayuti Abubakar Sebagai Cawagub Aceh

Muhajir Juli
05/03/2021

Bridger Walker (6) memilih melawan anjing gembala yang Jerman yang mencob menyerang adik perempuannya si Wyoming, Amerika Serikat pada 9 Juli 2020. Foto/The Sun.
Anak

Bridger Walker, Bertarung Melawan Anjing Gembala Jerman Demi Selamatkan Adiknya

Muhajir Juli
05/03/2021

Zikrillah, Ketua PB Kompa Jaya. Foto/Ist.
Politik

Pemerintah ‘Ejakulasi Dini’ Bangun Aceh Hebat, Kompa Jaya Harap PNA Komitmen Pada Janjinya

Redaksi aceHTrend
05/03/2021

Nurlaila, salah satu penyintas konflik yang mendapatkan bantuan kursi roda dari BRA. Foto/Ist for acehtrend.
Politik

BRA Salurkan Kursi Roda untuk Masyarakat Penyintas Konflik

Muhajir Juli
04/03/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.