ACEHTREND.CO, Aceh — Pada akhirnya, Setya Novanto memilih mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI. Meskipun telat karena arah putusan MKD yang sudah condong kepada penjatuhan sanksi sedang dan berat namun kemunduran Setya Novanto masih tetap dapat dikaitkan dengan harapan rakyat yang ingin Golkar berubah.
Selama ini, publik bagai putus harapan melihat dinamika Golkar, yang tidak jera membangun gaduh secara internal dan sangat kokoh dalam mempertahankan kadernya yang sudah menjadi sorotan publik.
Mestinya, Golkar yang dalam berbagai pemilu masih menjadi kekuatan politik meski bukan lagi yang utama harusnya mampu merawat kepercayaan publik khususnya kader yang memang memiliki ikatan emosional dengan Golkar.
Sayangnya, arogansi elit di Golkar begitu kuat sehingga tidak ada yang memilih jalan kesatria untuk berbenah diri. Sikap inilah yang kemudian seperti dimanfaatkan oleh kader yang tidak memiliki jejak bagus di publik untuk meraih kesempatan menjadi nakhoda di Golkar daerah.
Akibatnya, sengketa yang masih terjadi di wilayah internal malah menjadi ajang “pembantaian” kader terbaik. Sulaiman Abda misalnya. Kader Golkar Aceh ini “didhalimi” secara politik hanya karena telah mendukung putusan pemerintah melalui Menkumham yang mengakui kepengurusan Golkar Munas Ancol.
Sikap emosi elit Golkar pusat bisa jadi menjadi “senjata” untuk memutus “kaki” Sulaiman Abda, dan akhirnya Sulaiman Abda di pecat sebagai anggota tanpa diberi celah melakukan pembelaan diri. Begitu juga oleh Golkar pusat yang tidak menurunkan tim pencari fakta untuk mempelajari sungguh-sungguh usulan pemberhentian Sulaiman Abda sebagai anggota.
Emosi karena sengketa akhirnya berujung kepada pengusulan pergantian pimpinan (wakil ketua) DPR Aceh dan sayangnya, pimpinan DPR Aceh yang lain dan mungkin juga Bamus tidak mempelajari dengan cermat apakah pemberhentian Sulaiman Abda sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku?
Di sinilah dugaan adanya kepentingan yang lebih besar sangat mungkin muncul di dalam benak publik, bahwa pemberhentian Sulaiman Abda sarat dengan kepentingan politik kelompok yang lebih besar.
Bisa jadi, kekompakan elit politik di pusat yang mampu membangun DPR RI sesuai dengan agenda setting mereka menjadi inspirasi bagi kelompok politik di Aceh untuk membangun pola kekuatan politik yang sama. Dan, kepentingan Politik 2017, sepertinya menggoda mereka untuk menjauhkan orang-orang yang patut diduga akan menjadi penghambat “urusan” politik 2017.
Mundurnya Setya Novanto mestinya menjadi momentum bagi seluruh partai politik khususnya Golkar untuk berbenah. Sangat penting disadari bahwa saat ini dengan kecepatan rakyat mendapatkan informasi dan dengan bertambahnya kemampuab publik memahai politik, maka sudah tidak bisa lagi mempraktekkan politik galak-galak ku tak sigo. HomHai!