Anda pernah dengar nama ini? Operatie Kraai adalah sandi untuk operasi Belanda di Indonesia pada tahun 1948.
Dalam operasi ini, Belanda merebut ibukota sementara Yogyakarta dan menangkap presiden Sukarno dan wakilnya Hatta. Oleh Belanda, operasi ini dianggap sebagai ‘politionele acties’ yang kita kenal dalam sejarah sebagai Agresi Militer Belanda II. Tujuan utama operasi yang dipimpin oleh Jenderal Simon Hendrik Spoor antara lain untuk menghancurkan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penyerangan melalui darat dan udara ini berhasil merebut airport, jalan-jalan dan jembatan serta semua tempat strategis di kota Yogya.
Tujuan menghancurkan TNI tidak berhasil, sebab strategi Jenderal Sudirman menghindari konfrontasi, telah menyelamatkan banyak jiwa. Jenderal Sudirman memilih memperkuat konsolidasi perlawanan dan menyelamatkan tentara daripada mempertahankan wilayah. Strategi yang menyelamatkan republik ini dari kekalahan besar.
Sukarno, Hatta dan Sjahrir ditangkap, kemudian diasingkan ke Bangka. Sultan Yogya tetap bertahan dan menolak untuk menyerah kepada Belanda walau dibujuk dengan berbagai cara termasuk dirayu untuk menyerah oleh Sultan Pontianak Hamid II.
Semua wilayah jatuh ke tangan Belanda, kecuali Aceh!
Sebelumnya, sebelum operatie kraai, selama seminggu presiden Sukarno pernah hijrah ke Aceh, dan kota Bireuen sempat menjadi ibukota sementara untuk beberapa saat. Sumbangan emas dan pesawat pun datang dari rakyat Aceh, Sukarno terharu dan berseru, “Aceh adalah daerah modal” untuk Indonesia.
Pesawat sumbangan rakyat Aceh ini digunakan untuk membantu perjuangan dan menembus blokade Belanda dalam agresi ini. Selain itu dipakai untuk penerbangan komersial antara Singapura, Rangoon dan New Delhi, dan dananya dipergunakan untuk membiayai pemerintahan dan diplomasi luar negeri. Inilah cikal-bakal dari Indonesia Airways dan melahirkan maskapai nasional Garuda Indonesia.
19 Desember, diputuskan pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dipimpin Sjafruddin Prawiranegara dan gubernur Sumatra Teuku Muhammad Hasan di Bukittinggi. Jenderal Sudirman langsung mengirimkan pesan dukungan kepada pemerintahan ini. Dalam rencana semula, PDRI akan dipusatkan di Banda Aceh, namun karena Belanda menyerang Bukittingi, pimpinan PDRI saat itu tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Aceh.
22 Desember, PDRI berdiri sebagai pemerintahan dengan kabinet darurat. Secara de facto, Syafruddin Prawiranegara adalah kepala pemerintah Republik Indonesia. PDRI kemudian menyusun perlawanan di Sumatra dan membagi menjadi 5 wilayah pertahanan.
Aceh memodali perjuangan Jenderal Sudirman di Yogya, LN Palar di PBB dalam diplomasi luar negeri dan kemudian operasional PDRI.
Setelah perjanjian Roem-Royen, PDRI mengembalikan mandat kepada Sukarno-Hatta pada 13 Juli 1949 sehingga berakhirlah pemerintahan darurat dan tidak ada dualisme pemerintahan.
Karena timpangnya pemerintahan dan tidak meratanya kesejahteraan, sempat timbul gejolak sesudah itu, yaitu peristiwa DI/TII (darul islam/tentara islam Indonesia) dan dan PRRI (pemerintah revolusioner republik Indonesia) dan sebagainya.
Syedara lon, Yogya dan Aceh demikian istimewa dalam membidani lahirnya rapublik ini, demikian juga pahlawan-pahlawan yang jarang kita kenal nama mereka disebabkan oleh intrik yang terjadi dalam lingkungan penguasa. Mereka sengaja hendak dikaburkan sejarahnya. Mari kita melawan lupa dengan banyak membaca sehingga bisa menghargai orang-orang yang telah berjasa.
Selain peringatan hari ibu, juga hari lahir dan milad saya, tanggal 22 Desember juga adalah tanggal lahirnya Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang menyelamatkan republik ini.
Sekali lagi, jangan melupakan sejarah. Saleum. (Dari berbagai sumber)
Munawar Liza Zainal,
Warga Aceh Besar, Aceh.