ACEHTREND.CO, Banda Aceh — Keadilan Hukum dan Keadilan Sosial merupakan salah satu topik yang dibicarakan dalam peresmian Timang Research Centre (TRC) di Aula Meseum Aceh pada hari ini, Sabtu (26/12/2915).
Saifuddin Bantasyam SH MA yang diminta berbicara topik tersebut mengatakan bahwa kedua bentuk keadilan itu masih bermasalah di Indonesia. Terkait keadilan hukum misalnya, masih menimbulkan ketidakpuasan disebabkan adanya praktik-praktik yang sifatnya transaksional dalam kasus-kasus yang melibatkan elite politik atau pihak lain yang memiliki pengaruh.
Di samping praktik transaksional itu, pranata lain seperti uang, agama, kekuasaan, serta politik juga mengintervensi penegak hukum.
“Akibatnya ada penanganan kasus-kasus hukum sejak di kepolisian, penuntutan dan putusan yang sering tidak konsisten. Jika dekat dengan kekuatan politik tertentu, kerap terlindungi atau diperlakukan secara berbeda, demikian juga jika sebaliknya,” kata Saifuddin.
Dia antara lain memberi contoh penuntutan yang rendah atas kasus korupsi mantan Sekjen Nasdem dan keengganan untuk menindaklanjuti dugaan keterlibatan Jaksa Agung dalam kasus bantual sosial Gubernur Sumatra Utara.
“Jaksa Agung itu dari parpol dan politik kemudian menentukan apa yang perlu diproses dan apa yang tidak,” tegas dosen FH dan FISIP Unsyiah itu.
Hal yang kurang lebih sama juga terlihat pada sisi keadilan sosial yang terkait dengan kesejahteraan (ekonomi). Angka kemiskinan dan pengangguran tidak turun secata signifikan. Kekayaan masih terpusat pada kelompok tertentu di republik ini. Beberapa orang memiliki kekayaan dengan jumlah yang sama dengan puluhan juta rakyat Indonesia digabung sekaligus.
Akses kepada sumber daya juga tak merata. Regulasi sering tak membuka ruang yang memadai bagi sektor ekonomi lemah. Keadaan ini juga terjadi di Aceh.
Menurut Saifuddin, dengan jumlah APBA yang sedemikian besar, Aceh seharusnya lebih maju dan sejahtera lebih cepat dibanding beberapa provinsi lain di Indonesia. Namun, ternyata tidak demikian adanya. Kondisi damai sebenarnya adalah peluang, tapi peluang itu tak teroptimalkan. Kelihatannya kita belum memiliki strategi yang tepat dan komprehensif dalam membangun di daerah konflik. Politik yang akomodatif masih dominan sehingga menimbulkan ketidakpuasan di kalangam masyarakat.
“Jika kita mau mengubah keadaan maka prinsip kesamaan kedudukan di hadapan hukum harus dioptimalkan, dan dipraktikkan, jangan hanya sebatas jargon. Demikian juga di sektor pembangunan ekonomi, praktiknya harus bahwa pembangunan itu harus sejahtra bersama-sama” kata Saifuddin.
Pada kegiatan yang dipandu oleh salah seorang pendiri TRC, Fuad Mardhatillah itu turut berbicara Eka Srimulyani, Syarifah Rahmatillah, Norma Manaloe dan Sri Wahyuni. Acara juga dimeriahkan oleh penampilan dari Teater Rongsokan, GemaSantrin FKIP, dan Herman. Ketua Komunitas Panteue, Ampuh Devayan ikut membacakan syair Warkah Arwah Smong.
Baca Juga: Ampuh Devayan, Warkah Arwah Smong
Zubaidah Djohar, Direktur TRC menyampaikan terimakasih kepada semua narasumber, pengisi acara pentas kebudayaan, dan juga undangan serta pihak yang sudah memberikan dukungan seperti Dewan Kesenian Banda Aceh (DKB), Gemasastrin FKIP Unsyiah, dan juga Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Aceh.
“Terimakasih untuk semuanya yang telah menemani peluncuran Timang Research Centre (TRC),” pungkas perempuan yang dikenal sebagai penyair Zhu. []