ACEHTREND.CO, Aceh — Soleman B Ponto bukan orang asing bagi Aceh. Ponto adalah sekretaris dari Ketua Pelaksana Harian Aceh Monitoring Mision (AMM), Bambang Darmono. Tugas beliau, selain memberi masukan mengenai intelijen dan dunia internasional kepada Bambang Darmono, juga merekam seluruh perbincangan formal dan informal proses menuju perundingan damai antara RI dan GAM. Melalui bukunya “TNI dan Perdamaian Aceh” Ponto mengatakan bahwa TNI memiliki komitmen yang kuat untuk tunduk pada MoU Helsinki. Ponto bertugas di Aceh selama 880 hari baik sebelum maupun sesudah ditandatangani MoU Helsinki. Pada tahun 2011, berdasarkan Keputusan Panglima TNI Nomor: Kep/34/1/2011, Laksda TNI Soleman B. Ponto, S.T. ditetapkan sebagai Ka-BAIS, hingga 2013. Senin (30/9/2013) posisinya digantikan oleh Mayjen TNI Mohammad Erwin Syafitri. Berikut rekaman Ponto terkait senjata yang dimiliki GAM dan sudah diserahkan sesuai MoU Helsinki dan senjata diluar kerangka MoU Helsinki.
Kepada aceHTrend, Jumat (1/1/2016) malam, Ponto berkisah terkait penyerahan senjata (pabrikan) GAM kaitannya dengan penarikan pasukan nonorganik dari Aceh. Ada satu kenangan yang masih membekas di ingatannya dan itu sangat berkesan. Kisah itu berupa pernyataan Irwandi Jusuf. Saat itu, menurut Ponto Irwandi Jusuf berkata: “Ketika seseorang membuat kursi, ada waktunya dia membutuhkan gergaji untuk memotong pohon sampai menjadi sebuah kursi. Setelah kursi itu jadi, yang dibutuhkan adalah kuas untuk mengecat kursinya. Bagi Aceh, yang dibutuhkan sekarang adalah kuas. Untuk itulah senjata yang ada kita serahkan.”
Sesuai kesepakatan, penyerahan senjata paling lambat 31 Desember 2005. “Diiluar itu, pemerintah wajib menyita senjata dan pelakunya dianggap sebagai kriminal dan akan diberlakukan penegakan hukum sesuai dengan aturan yang berlaku,” jelas Ponto.
Ketika aceHTrend bertanya apa dasar keyakinan pihak RI bahwa GAM telah menyerahkan seluruh senjatanya, Ponto memberi penjelasan bahwa pada awalnya, mereka hanya memperkirakan jumlah senjata GAM antara 340-350 pucuk saja. Tetapi, saat di Helsinki Irwandi Jusuf malah menyatakan akan menyerahkan senjata sebanyak 840 pucuk. “Saat itu saya dan Pak Bambang hanya bisa mengiyakan sebab perkiraan kita sekitar 340-350 pucuk. Dan, terakhir yang diserahkan malah lebih, yaitu sekitar 1.018 pucuk, terdiri dari 840 pucuk senjata pabrikan dan selebihnya campuran,” jelas Ponto menerangkan dasar keyakinannya bahwa seluruh senjata sudah diserahkan.
Terkait senjata, dalam MoU Heslinki disebutkan bahwa GAM sepakat untuk menyerahkan 840 buah senjata. Dan penyerahan senjata dimulai tanggal 15 September 2005, yang akan dilaksanakan dalam empat tahap, dan diselesaikan pada tanggal 31 Desember 2005. Lebih lanjut MoU Helsinki juga menyatakan bahwa penggunaan senjata oleh personil GAM setelah penandatangan Nota Kesepahaman ini akan dianggap sebagai pelanggaran terhadap Nota Kesepahaman dan hal itu akan membatalkan yang bersangkutan memperoleh amnesti. []