BESARNYA luas kebakaran lahan gambut yang melampaui 32 kali kota Jakarta pada tahun 2015 dengan angka melebihi 2 juta ha telah mendorong pemerintah secara serius menanganinya mulai tahun 2016 diantaranya dengan mengeluarkan peraturan presiden No 1, 2016 tentang Badan Restorasi Gambut (BRG). Upaya restorasi gambut karena kekeringan dan kebakaran sudah dilakukan oleh banyak negara, termasuk Indonesia dan Brunei baik secara fisik maupun biologi. Dari berbagai litetarur yang coba penulis kumpulkan tentang restorasi yang dilakukan oleh banyak pihak dengan berbagai latar belakang ilmu, belum ditemukan keberhasilan secara massif, meski ada beberapa kasus keberhasilan dalam jumlah terbatas dan biaya yang mahal. Dalam tulisan ini penulis mencoba menguraikan elemen krusial restorasi gambut yang sering diabaikan atau belum memiliki teknologi terapannya yang diyakini akan menjawab persolan secara komprehensif yakni reinkarnasi vegetasi alamiah gambut yang pernah tumbuh sebelumnya.
Rewetting (pembasahan kembali) merupakan pilihan yang banyak didengang-dengungkan untuk restorasi gambut seperti yang tertuang dalam Perpres No 1 tahun 2016 tentang BRG, namun apakah mungkin konsep ini dilakukan secara langsung tanpa elemen pendukungnya? Dengan rasionalitas sederhana kita asumsikan ketika lahan gambut tidak memiliki fraksi ikatan dari tumbuhan alamiahnya maka konstruksi bendungan rewetting secara perlahahan akan hancur diterjang air pada waktu musim hujan. Kondisi ini disebabkan karena fraksi gambut yang tersisa setelah pembakaran adalah fraksi yang lemah tanpa ikatan, sehingga akan lepas dan tercerai berai ketika diterjang air. Sesuai dengan prinsip orisinilitasnya, hanya tumbuhan asli yang telah tumbuh ribuan tahun, dalam hal ini akar vegetasi alamiah gambutlah yang sangat berperan dalam mengikat fraksi gambut (aggregate) menjadi bangunan yang kuat dan permanen yang kemudian mampu menahan terjangan banjir waktu musim hujan.
Pilihan utama dalam restorasi gambut adalah pengupayaan kehidupan kembali (mereinkarnasi) vegetasi alami gambut untuk tumbuh kembali secara permanen. Kenapa harus reinkarnasi, karena memang semua bibit, benih (Seed) dan tunas vegetasi alami gambut yang masih tersisa, sudah merasa dirinya mati, meskipun secara fisiologis, belum benar-benar mati, hanya tidur panjang (dorman).
Secara historis, gambut yang tumbuh ribuan tahun lalu berawal dari akumulasi bahan organic sisa tanaman yang menumpuk di bawah permukaan, kemudian tergenang oleh air dalam jangka waktu yang sangat lama dan kemudian terjadi proses reduksi bahan organic. Karena tergenang, bahan organic ini menjadi dalam kondisi Anaerob (respirasi yang tidak memerlukan oksigen atau O2), kekurangan oksigen, dan reaksi bio kimia dan mikrobiologinya menjadi asam, karena melepas banyak asam organic. Dalam kondisi tereduksi dan air gambut asam ini, secara alamiah akhirnya terjadi seleksi alam, hanya tanaman yang kuat tergenang dan tahan asam organic tinggilah yang bisa hidup. Tanaman dari jenis gulma dan beberapa tanaman keras menjadi khas vegetasi alamiah lahan gambut.
Rewetting secara konvensional tidak menyelesaikan masalah.
Kondisi gambut yang mengalami kekeringan dan kebakaran, bergeser dari kondisi awal yang tereduksi sehingga kemudian akan menjadi kondisi teroksidasi dan PH meningkat secara drastis. Sementara vegetasi alami gambut hidup dalam kondisi tereduksi dan asam. Perubahan yang dadakan ini menyebabkan semua seed dan tunas sisa kekeringan dan kebakaran menjadi terkejut dan mengalami in-aktif atau dormansi. Vegetasi alami ini merasa dirinya mati karena tidak ada lagi elemen kehidupan yang sesuai untuk dirinya bisa hidup.
Restorasi gambut dengan rewetting konvensional, membuat gambut tiba-tiba basah dan kembali dalam kondisi tereduksi. Sementara pertumbuhan awal vegetasi alami gambut butuh kondisi teroksidasi dan kadar air tidak terlalu tinggi sehingga seed (benih) dan sisa tunas yang dorman, tidak menemukan elemen kehidupan untuk bisa hidup kembali.
Bagaimana reinkarnasi vegetasi gambut bisa dilakukan ? Studi kasus pernah dilakukan oleh Tropical Agriculture Center (TAC) pada tanah rawa yang di konversi menjadi lahan pertanian. Dalam studi ini ditemukan bahwa vegetasi alamiah rawa yang dulunya asam namun karena berubah fungsi jadi lahan pertanian setelah 2 musim padi dan jagung 1 musim tanam. Awalnya, keasaman tanah rawa sekitar sekitar PH 3 dan mempunyai vegetasi alamiah gulma yang spesifik tahan asam. Setelah berjalan bertahun tahun PH meningkat jadi 6, semua vegetasi alamiah rawa yang dulu sering tumbuh diawal penanaman padi, saat ini PH tanah sudah menyentuh 6, semua vegetasi alamiah rawa sudah tidak pernah tumbuh lagi.
Setelah berjalan hampir 10 tahun tanpa vegetasi alamiah rawa, TAC mengadakan riset untuk menumbuhkan kembali vegetasi alamiah yang dulunya pernah ada. TAC menstimulasi dan memanipulasi kondisi spesifik dari elemen kehidupan si gulma dengan konsep fisiologis dan biokimia yang kompleks. Ternyata dengan cepat gulma yang awalnya sudah merasa dirinya ini mati, bangun kembali dan hidup kembali secara cepat, layaknya seperti tanah rawa asam, tempat dia hidup dimasa lalu.
Kondisi lahan gambut yang kering dan terbakar mirip dengan tanah rawa yang dikonversi menjadi lahan pertanian yang berdampak pada oksidasi bahan organic dan peningkatan PH. Vegetasi alamiah tidak dapat tumbuh kembali karena kondisi lingkungan berubah secara drastis. Merekontruksi pertumbuhan alamiah vegetasi gambut, juga tidak mungkin dilakukan secara langsung tanpa tahapan, karena vegetasi awal gambut tumbuh selama ribuan tahun mengalami perubahan secara gradual dari lahan kering, menjadi basah dan berair serta terjadi akumulasi bahan organic dalam jumlah yang besar terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama.
Rekontruksi vegetasi alamiah secara cepat dengan replikasi masa lalunya tidak mungkin dilakukan, karena terjadi evolusi jangka panjang. Jadi solusinya, vegetasi alamiah baik dalam bentuk seed atau tunas yang dorman atau merasa dirinya sudah mati ini, perlu dimanipulasi dan distimulasi dengan elemen kehidupan yang dengan cepat yang akan membangkitkan dia dari mati atau dormansi yang panjang.
Tanaman yang baru tumbuh ini, tidak boleh langsung terendam air, karena akan membusuk dan gagal tumbuh. Gulma yang tumbuh lebih dulu akan jadi tanaman perintis yang melindungi tanaman keras dan menjaga kelembaban permukaan gambut dan menaungi tanaman tahunan pada fase awal pertumbuhan setelah tanaman mulai tinggi, baru tanggul dinaikkan bertahap dan akar tanaman keras mulai mengekspansi seluruh tanggul dan menjadi kontruksi penguat dan pengikat fraksi gambut agar menjadi tanggul yang permanen.
Pada bagian utama lahan gambut yang mulai di rewetting, tahapan awal pada musim hujan adalah memanipulasi dan menstimulasi vegetasi alamiah tumbuh cepat menutup seluruh permukaan lahan gambut yang sudah mengering. Sehingga lahan gambut dapat dipertahankan kelembaban permukaannya dan kontruksi lahan gambut yang mulai kompak karena ikatan akar serabut vegetasi alamiah dengan fraksi gambut. Dengan demikian fungsi hidrologis sebagai daerah resapan air dan deposit air akan mulai berfungsi kembali. Ini adalah pilihan yang lebih realistis untuk BRG untuk menjawab tantangan presiden dalam merestorasi 2 juta ha lahan gambut.[]