HARAMAIN adalah julukan untuk dua kota suci umat Islam yang terletak di Saudi Arabia, yaitu Mekkah al-Mukarramah dan Madinah al-Munawwarah. Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah menjadi tujuan wisata spirtitual umat Islam dari seluruh dunia.
Konsekuensi menjadi destinasi berbagai umat Islam di dunia, maka di dua masjid ini akan terlihat berbagai praktik ibadah yang berbeda-beda. Ini tentu sesuai dengan paham dan tradisi tradisi yang dianut masing-masing umat tersebut.
Beragam corak dalam tatacara shalat terlihat di sana. Ada yang berdiri dengan tangan tanpa bersedekap, ada yang duduk di antara dua sujud dengan ujung jari kaki berdiri, ada pula yang tidak pernah mengangkat kedua tangan ketika takbir, rukuk dan sebagainya. Di kalangan perempuan, banyak pula yang menunaikan shalat dengan terlihat telapak kaki.
Semua jamaah dapat menahan diri, tidak ada sikap saling salah-menyalahkan, apalagi mengafirkan sesama Islam. Jamaah Maroko tidak pernah menyalahkan jamaah India. Jamaah Turki tidak menyalahkan jamaah Saudi, dan seterusnya. Mereka dapat bersatu padu meski berbeda tata cara dalam shalat. Sama sekali tidak konflik internal dalam beribadah, termasuk dengan jamaah Iran yang beraliran Syiah sekali pun.
Jamaah dari berbagai negara tidak berusaha melakukan “interupsi” terhadap imam yang tidak pernah membaca qunut pada shalat Subuh, tidak terdengar bacaan basmalah di awal surah al-Fatihah dan tidak pernah berzikir atau membaca doa bersama. Semua patuh pada satu imam.
Begitu juga pada pelaksanaan shalat Jumat, baik Masjid Nabawi maupun di Masjid Haram, berlangsung sangat tertib. Tidak ada yang melakukan “interupsi” meski khatib tidak pernah mengulang pembacaan dua rukun khutbah, tidak memegong tongkat, dan imam tidak memimpin shalat Zuhur setelah shalat Jumat. Khatib dan imam dapat dengan nyaman menjalankan tugas memimpin jamaah.
“Mekkah dan Madinah dapat menjadi patron kerukunan internal umat Islam. Sikap umat yang saling menghargai di sini patut dicontoh,” kata Dr. Tgk. H. Salman al-Hafid, MA, pimpinan jamaah umrah dari PT. Abusiraj Semesta Qurani kepada aceHTrend di Mekkah beberapa waktu lalu.
Salman melanjutkan, dalam Islam kebenaran itu tidak selalu mesti satu, adakalanya kebenaran bisa lebih satu, apalagi dalam dalam persoalan furuiyah. “Masing-masing memiliki dalil dan untuk itu kita mesti saling menghargai”, tambah imam Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh yang hafiz 30 juz ini.
Pernyataan Salman di atas ada benarnya. Tidak bisa dibayangkan seandainya setiap jamaah yang berasal dari seluruh penjuru dunia saling ngotot memaksakan kehendak, dipastikan akan terjadi konflik besar di internal umat Islam. Dan, ini tentu akan menjadi pintu masuk bagi musuh Islam untuk mengobok-obok kerukunan umat Islam sedunia.
(Hasan Basri M. Nur dari Saudi Arabia)