ACEHTREND.CO, Banda Aceh, 22/4/2016- Para pemimpin Myanmar yang terdiri dari 14 pemimpin yang mewakili pemerintah pemerintah negara bagian, partai pemenang pemilu, pejabat tinggi militer, kelompok etnik, dan tim monitoring mengunjungi Aceh untuk belajar tentang proses perdamaian di Aceh. Selain para pemimpin Myanmar, delegasi tersebut juga didampingi oleh 9 peneliti dan pengamat dari Ash Center, Harvard Kennedy School, Amerika Serikat.
Jumat pagi, 22/4/2016 delegasi Myanmar tersebut mengunjungi kediaman Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah. Dalam pertemuan yang berlangsung selama dua jam tersebut, gubernur Aceh sangat mengapresiasi kunjugan delegasi Myanmar serta bercerita tentang pengalamannya saat menuntut kemerdekaan dari pemerintah Republik Indonesia. Gubernur mengaku sempat kenal baik dengan beberapa pejuang dari Myanmar. Adanya rasa kesamaan nasib sebagai daerah yang pernah dilanda konflik menjadikan diskusi itu berlangsung dalam suasana hangat dan penuh keakraban.
Zaini Abdullah mengungkapkan, “Bagi teman- teman yang berjuang bersama dalam resolusi konflik, Myanmar bukanlah hal yang asing”
Gubernur dengan gamblang memaparkan sejarah konflik Aceh dan proses perdamaian yang terjadi di Aceh yang awalnya difasilitasi oleh lembaga internasional HDC (Henry Dunant Centre) pada tahun 2000 melalui perjanjian Jeda Kemanusiaan. Ada banyak tantangan dalam proses dialog ini yang kemudian berujung kepada darurat militer pada tahun 2003. Pasca bencana tsunami, di tahun 2005 pihak pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mencapai kesepakatan baru untuk mengakhiri konflik bersenjata melalui suatu perjanjian damai yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia.
Di akhir diskusi tersebut gubernur Zaini Abdullah berharap para pemimpin Myanmar dapat menikmati proses pembelajaran selama di Aceh dan mengambil pelajaran penting dalam kunjugan kali ini.
“Saya melihat adanya persamaan antara perjuangan GAM dan kawan- kawan di Myanmar, namun tentunya juga ada perbedaan” papar gubernur di akhir diskusi.
Selain bertemu dengan gubernur Aceh, delegasi ini juga akan bertemu dan berdiskusi dengan para pakar, akademisi, elemen masyarakat sipil, serta anggota partai politik di Aceh, diantaranya Mawardi Ismail, Dr Nazamuddin, Nur Djuli, Munawar Liza Zain, Juanda Djamal, Yarmen Dinamika, Kautsar, Shadia Marhaban, M Sohibudin, serta eks kelompok bersenjata GAM.
Kunjungan para pemimpin Myanmar yang belajar tentang perdamaian Aceh ini juga dihadiri oleh seorang ketua kabinet perempuan dari negara bagian Karen yang baru terpilih beberapa minggu lalu serta para perwakilan dari partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) yaitu partai politik di bawah pimpinan pejuang demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi. Partai NLD adalah partai pemenang pemilu tahun 2015 yang juga dikenal sebagai pemilu pertama yang demokratis dan bebas sejak 25 tahun lalu.
Kunjugan delegasi Myanmar ini adalah hasil kerjasama antara lembaga penelitian International Centre for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS) Aceh dengan Ash Center for Democratic Governance Innovation, Harvard Kennedy School, Amerika Serikat dan Proximity Design, Jakarta. []