ACEHTREND.CO, Banda Aceh – Pemerintah Aceh, Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan sedang berbahagia. Betapa tidak, baru kali ini mereka mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Berbeda dengan Aceh Jaya, opini WTP tahun 2015, oleh Bupati Aceh Jaya, disebut sebagai perolehan untuk yang ketiga kalinya.
Saking gembiranya, ketiganya mengabarkan perolehan opini WTP itu melalui iklan, seakan perolehan itu menjadi kabar bahwa Pemerintah sudah bebas dari korupsi. Benarkah? Berikut pandangan seputar WTP BPK RI.
Sudirman Said, semasa masih menjadi menteri ESDM pernah mengungkapkan bahwa saat ini opini tersebut bisa diragukan. Lantaran dengan dimasukinya lembaga negara urusan mengaudit tersebut oleh politisi sehingga muncul dugaan opini WTP bisa dijual belikan.
“Belakangan ini ada tren dipajang pejabat BPK iklan segala macam. Maaf BPK kita dimasuki politisi, peran profesional adjustment dimainkan politik akhirnya sering terjadi jual beli opini,” kata Menteri ESDM Sudirman Said (14/12/2014)
Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok, Gubernur DKI Jakarta, juga pernah mempertanyakan hasil audit BPK yang memberikan predikat WTP untuk Pemprov Banten meski ada masalah korupsi.
“Terus saya bilang ke BPK, coba lu lihat tuh Banten, dapet WTP toh? Padahal ada kasus alat kesehatan, diproses juga gubernurnya,” ujar Ahok di Balaikota, Jakarta, Juli tahun lalu.
Jual Beli WTP
Cholid Mahmud, anggota DPD asal Yogyakarta pernah mencecar Rizal Djalil berdasarkan laporan Majalah Tempo edisi 2-8 Juni 2014 di mana tercantum pernyataan Rizal Djalil: “Saya bisa membuka semua orang yang menjual WTP.”
Rizal menjawab selama ini BPK memberikan opini laporan keuangan sesuai dengan Undang Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang BPK. Ia mengakui saat ini status opini ‘wajar tanpa pengecualian’ (WTP) sudah menjadi komoditi. Walikota, bupati atau gubernur jika daerahnya mendapatkan opini WTP dianggap memiliki reputasi yang baik. Namun jika laporan keuangan daerah mendapatkan opini disclaimer, maka hal itu dianggap bisa merusak reputasi.
“Saya katakan opini WTP jangan menjadi komoditi,” ujar Rizal di DPD, Jakarta, 19 Agustus 2014 sebagaimana dilansir oleh katadata.co.id.
Ketua DPR RI dahulu, Marzuki Alie juga pernah mengkritik lembaga-lembaga negara yang dijabat orang berlatar belakang politik, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“BPK lama-lama diisi orang politik, padahal itu lembaga hukum. Laporannya bisa menjadi pintu masuk pemberantasan korupsi, kalau diisi orang politik kira-kira terkait enggak? Ya enggak,” kata Marzuki Alie saat berkunjung ke Pandeglang, Banten, Minggu (6/10/2013).
Asep Warlan Yusuf, pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung mengatakan bahwa WTP bukan jaminan instansi tersebut bebas dari praktik dan tindakan korupsi, meskipun BPK RI telah memberikan label WTP dalam mengelola keuangannya. Sebab WTP adalah ukuran laporan keuangan yang sesuai prinsip akuntansi.
Apung Widadi, peneliti FITRA, punya pendapat lain soal kredibilitas BPK. Menurutnya, BPK merupakan lembaga negara pemeriksa keuangan yang kredibel. Oleh sebab itu jika ada pihak yang menyoal hasil audit BPK sebaiknya menempuh jalur hukum di peradilan.
“Kredibel kok (BPK-red). Karena mereka (BPK-red) berkerja dengan metodologi,” ujar Apung sebagaimana dilanair Teropong Senayan, Jumat (6/5/2016) di Jakarta.
Meski begitu, Apung setuju jika predikat WTP bukan merupakan satu-satunya indikator bebas atau tidak melakukan korupsi. Sehingga WTP tidak bisa diklaim sebagai tameng sudah bebas korupsi. []