• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

Menganggur di Aceh, Kok Bisa?

Redaksi aceHTrendRedaksi aceHTrend
Sabtu, 30/07/2016 - 09:13 WIB
di Artikel
A A
Surat Lamaran Kerja

Surat Lamaran Kerja

Share on FacebookShare on Twitter

Pertanyaan ini sebenarnya saya kutip dari status facebook Bapak Akmal Ibrahim (mantan Bupati Aceh Barat Daya) senin malam tertanggal 17 Mei 2016 pukul 22.00 wib. Begini status aslinya “Menganggur di abdya, kok bisa. Begitu banyak harapan dan pekerjaan, kok betah sekali menganggur. Masih tega makan gratis di rumah, naik kenderaan orangtua, bahkan minta jajan untuk kopi dan rokok. Sudah begitu, bikin alasan banyak-banyak sehingga sosok kita tampak makin kerdil tak berdaya. Sudah begitu, tak ada perencanaan hidup, mengalir menurut lingkungan seperti air menuju laut.”

Sebagai orang yang bukan berasal dari Abdya, saya tidak akan mengomentari persoalan yang beliau curahkan di dinding facebooknya terkait Abdya, pada kesempatan ini juga bukan ingin menaikkan pamornya, karena antara kami berdua hanya bersahabat lawet media sosial. Tapi pertanyaan dan kenyataan yang dipaparkan oleh Akmal Ibrahim dalam statusnya tersebut benar-benar menyentuh apa yang sedang kita alami sekarang, banyaknya pengangguran bahkan untuk level lebih tinggi, yaitu Aceh.

Marius (2004) menyatakan bahwa bila ditinjau dari sebab – sebabnya, pengangguran dapat digolongkan menjadi 7, yaitu: Pertama, Pengangguran Struktural, pengangguran ini terjadi karena adanya perubahan dalam struktur perekonomian yang menyebabkan kelemahan di bidang keahlian lain. Contoh: Suatu daerah yang tadinya agraris (pertanian) menjadi daerah industri, maka tenaga bidang pertanian akan menganggur. Kedua, Pengangguran Musiman (Seasonal), pengangguran musiman terjadi karena adanya perubahan musim. Contoh: pada musim panen, para petani bekerja dengan giat, sementara sebelumnya banyak menganggur.

Ketiga, Pengangguran Deflatoir, pengangguran ini disebabkan tidak cukup tersedianya lapangan pekerjaan dalam perekonomian secara keseluruhan, atau karena jumlah tenaga kerja melebihi kesempatan kerja, maka timbullah pengangguran. Keempat, Pengangguran Politis, pengangguran ini terjadi karena adanya peraturan pemerintah yang secara langsung atau tidak, yang mengakibatkan pengangguran.

BACAAN LAINNYA

Kredit foto: Bea Cukai.

Bila Direspons Negatif, Investor Tak Akan Tanam Modal di Bidang Minuman Keras di Indonesia

02/03/2021 - 07:32 WIB
Ketua Umum Partai Emas Hasneni. Doc: PE

Bila KLB Partai Demokrat Digelar, Ketua Partai Emas Akan Maju Sebagai Caketum

02/03/2021 - 06:44 WIB
Dahlan Djamaluddin. {Ihan Nurdin/aceHTrend]

DPRA Minta USK Tunda Pembangunan Kampus

02/03/2021 - 06:05 WIB
Ilustrasi/FOTO/umroh.com.

Aceh Dan Umar Bin Abdil Azis

01/03/2021 - 14:40 WIB

Pada kasus Provinsi Aceh, pengangguran lebih terkait 2 golongan terakhir dari pendapat Marius (2004) Pengangguran Deflatoir dan Pengangguran Politis.
Pengangguran Deflatoir

Setiap tahunnya, 2 kampus Negeri di Banda Aceh melapaskan tidak kurang dari 2000 sarjana yang terbagi dalam berbagai bidang akademik. Ditambah beberapa kampus swasta yang beroperasi seputaran Banda Aceh dan Aceh besar akan kita dapati angka 2000 sarjana, bila ditotal maka yang siap menerima kerja setiap tahunnya mencapai angka kurang lebih 4000 orang. Bayangkan saja angka ini dikalikan sebanyak kampus (negeri dan swasta) yang berada diluar dua kawasan diatas, dengan dasar minimnya penerimaan lapangan pekerjaan baru akan bisa ditemui para penganggur sepelemparan puntung rokok saja.

Dalam kasus kian mudahnya menemukan para pengangguran untuk kawasan banda aceh saja, didapati kebanyakan menyibukkan diri diwarung kopi, sebagian lagi mencari tempat untuk minimal mengaktifkan diri, guna menghindari stress dan kebosanan menunggu adanya pekerjaan.

Tidak bisa dinafikkan dari banyaknya pengangguran, permasalahan utama adalah tidak cukup tersedianya lapangan pekerjaan. Dalam model pengangguran ini, Marius (2004) seharusnya juga menambahkan bahwa kebanyakan terjadi pengangguran karena banyak pekerja yang tidak bekerja sesuai bidangnya, sehingga yang ahli pada bidang tersebut malah harus menganggur, pada kasus Aceh ini yang sering terjadi.

Fakta yang menarik terjadi di Aceh belakangan ini kita ambil contoh saja pelamar kerja di Bank-Bank, kebanyakan yang telah dan mulai bekerja di bidang bukanlah hasil keluaran dari jurusan ekonomi secara umum, melainkan juga ada dari bidang lain yang tak sedikitpun mata kuliah yang pernah diajari menyangkut tentang bidang ekonomi.

Seharusnya, setiap intansi atau perusahaan yang menerima para pekerja baru benar-benar dapat menyeleksi berdasarkan kebutuhan ahli bidang kerja masing-masing. Terlepas dari kebijakn pihak Bank-Bank tersebut yang menerima para pekerja dengan bidang yang tak bersangkut paut tersebut, fenomena ini lambat laut akan membuat para ratusan sarjana hasil dari kampus ekonomi (yang seharusnya bekerja disitu) menjadi menganggur. Dan ketika sedang menulis opini ini, puntung rokok yang saya buang mengenai kaki seorang pengangguran sarjana ekonomi yang sedang menikmati segelas kopi. Segitu dekatnya keberadaan mereka yang tidak bekerja, bahkan hampir saban hari bisa ditemui.

Pengangguran Politis
Publikasi BPS Aceh jumlah Pengangguran di Aceh per Februari 2016 mencapai 8,13 persen atau setara dengan 182 ribu orang, mengalami peningkatan sebesar 7 ribu dibandingkan dengan kondisi Februari 2015 lalu yaitu 175 ribu (7,73 persen). Menurut Direktur IDeAS, Munzami Hs, sebagai daerah penerima dana Otonomi Khusus (Otsus), masih tingginya angka pengangguran Aceh tentu masih menjadi masalah serius bagi pembangunan Aceh ke depan. Jika kita bandingkan dengan Provinsi Papua dan Papua Barat yang juga daerah penerima dana Otsus, Aceh masih tertinggal jauh dari sisi penanggulangan pengangguran. Periode Februari 2016, angka pengangguran Papua hanya 2,97 persen dan Papua Barat 5,73 persen.

Berdasarkan data publikasi BPS ini, satu hal yang dapat diasumsikan bahwa Pemerintah Aceh gagal dalam menghasilkan peraturan/Kebijakan yang populer. Kemandulan kreatifitas ini menyebakan tidak tanggung-tanggung ratusan ribu “pemilih” mereka pada pemilukada yang lalu menjadi pengangguran. Tidak tau bagaimana menyesalkan, kita bisa-bisanya dengan sengaja bukan “memilih pemimpin” melaikan dengan bangga “memilih pengangguran”.

Angka-angka yang terserah mau dipersenkan atau disetarakan oleh BPS menunjukkan satu hal, ada kesalahan dalam peraturan/kebijakan pemerintahan. Sungguh jikapun pemerintah Aceh tidak mau dipersalahkan atas fakta ini, maka terpaksa kita menyalahkan BPS kenapa mengeluarkan publikasi ini. Karena ironi sekali, dalam kondisi Aceh dewasa ini, menyalahkan pemerintah pada level yang sekarang bisa dianggap “tidak menyukai” pemerintah yang sekarang, tidak mencoba “mengkritik” pemerintah walau hanya lewat tulisan maka akan dianggap menutup mata terhadap masalah yang terjadi. Seharusnya pemerintah yang dipilih demokratis begini bisa juga berpikir demokratis bahwa kritikan ini karena tentu ada masalah.

Menjadi pertanyaan bagi kita, apakah tidak ada satu rancangan yang dikususkan menjadi acuan prioritas menanggulangi pengangguran dan kemiskinan? Karena dapat dipahami kita sibuk bertikai, sedangkan kucuran triliunan rupiah terus mengalir lewat otsus tapi tidak tau telah menyerempet kemana. Namun tidak perlu sibuk-sibuk, saya yakin pemerintah punya data-data yang akan menjawab kemana dibawa uang sebanyak itu. Saat melihat ratusan lembar kertas yang menerangkan arus penggunaan uang tersebut, penulis sangat yakin (bagi kami) pengangguran tentu tidak akan paham penggunannya yang ribet dan tak populer karena terlalu lama begadang hingga stres memikirkan pekerjaan.

Timbunan triliunan uang otsus seharusnya bisa menjadi jawaban dalam menanggulangi 187 ribu pengangguran tersebut, bagaimana caranya, karena tentu pemerintah lebih tau, harus ada gebrakan dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Dalam kasus ini yang perlu digaris bawahi bahwa, data-data dari BPS menunjukkan kelemahan para penyelengaraan pemerintahan dalam mensejahterakan para “pemilihnya”. Sehingga keberadaan pemerintah lewat banyak peraturan yang tidak menyangkut paut dengan kesejahteraan menimbulkan banyak pengangguran politis di Aceh. Mereka ini (pengangguran politis) adalah buah hasil dari ketidakcerdasan para penyelenggara pemerintahan, kalau sebaliknya (pemerintah memang cerdas) maka satu hal yang pasti bahwa pada saat membaca publikasi ini kami berada dalam keadaan mabuk kopi.

Menarik apa yang dismpaikan Amartya Sen, Peraih Nobel Ekonomi tahun 1998. Bahwa kelaparan yang terjadi di China tahun 1958-1961 dan di Bangladesh tahun 1974 adalah karena tidak bekerjanya demokrasi. Jika mekanisme demokrasi berjalan, maka sebelum kelaparan terjadi, seluruh bangsa dan khususnya pemerintah akan bertindak dengan segera mencegah bahaya bahaya kelaparan karena mengalirnya kritik dan teguran dari rakyat. Di situ demokrasi mengandung sistem alarm atau early warning system. Dengan demikian, demokrasi suatu bangsa menunjukkan kecerdasan bangsa tersebut dalam mengatasi berbagai persolan.

Suksesnya terselenggara pesta demokrasi tahun 2012 seharusnya pemerintah Aceh mampu menunjukkan kecerdasannya sebagai “yang terpilih”, namun yang terjadi malah belum cukup cerdas untuk menanggulangi kemiskinan dan pengangguran. Masih dalam semangat merayakan peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, timbul pertanyaan yang berafiliasi dalam kerangka nalar Kishore Mahbubani: Bisakah bangsa Aceh berpikir?

Menarik yang disampaikan Munzami Hs (Direktur IdeAS) “Menjelang Pilkada 2017 mendatang, kita berharap agar masyarakat Aceh lebih cerdas dalam menentukan pemimpin Aceh ke depan. Harus diketahui bersama, Otsus Aceh hanya tingga 2 periode pergantian gubernur lagi (sampai 2027), maka jika pembangunan Aceh tidak segera berorientasi pada penciptaan lapangan kerja, bisa diprediksi 10 tahun mendatang Aceh akan booming pengangguran dan ikut berdampak pada semakin tinggi angka kemiskinan”.

Terlepas dari semua itu, mungkin sebaiknya kita membohongi keluarga dan diri sendiri dengan mengatakan “Saya sudah melakukan semua hal yang harus dilakukan. Selama beberapa saat saya harus berpura-pura mendapatkan pekerjaan demi meyakinkan keluarga bahwa setelah menjadi sarjana saya bisa berguna. Saya harus tetap bangun di pagi hari, memakai baju kerja dan pergi ke luar rumah hanya untuk berjalan-jalan di daerah perkantoran, atau lebih pahitnya saya akan duduk berlama-lama menikati segelas kopi yang sama pahitnya”.

Salam Pengangguran

Tag: #Headline
ShareTweetPinKirim
Sebelumnya

Al – Azhar Tolak Penyeragaman Khutbah Jumat

Selanjutnya

Martabak Durian Geudong, Penganan Khas Negeri Pase

BACAAN LAINNYA

Nanda Suriani
OPINI

Menjadi Role Model Pendidikan

Selasa, 02/03/2021 - 08:22 WIB
Ilustrasi potret kemiskinan Aceh/FOTO/Hasan Basri M.Nur/aceHTrend.
Artikel

APBA 2021 Tidak Fokus Pada Pengentasan Kemiskinan?

Jumat, 26/02/2021 - 07:32 WIB
Marthunis M.A.
OPINI

Anggaran, Kemiskinan, dan Investasi Pendidikan Aceh

Kamis, 25/02/2021 - 12:26 WIB
Ilustrasi/Foto/Istimewa.
Artikel

Carut Marut Tender Di Aceh

Rabu, 24/02/2021 - 13:10 WIB
aceHTrend.com
Artikel

Aceh & Hikayat Som Gasien, Peuleumah Hebat

Senin, 22/02/2021 - 17:41 WIB
Dwi Wulandary
OPINI

Melek Teknologi dengan Mengenali Vektor Versus Raster

Senin, 22/02/2021 - 08:38 WIB
Ilustrasi Kemiskinan/FOTO/Media Indonesia.
Artikel

Aceh Tidak Miskin, Aceh Dimiskinkan!

Minggu, 21/02/2021 - 20:01 WIB
Ilustrasi: FOTO/Jawapos.
Artikel

Gurita Korupsi Di Aceh, Siapa Peduli?

Jumat, 19/02/2021 - 12:18 WIB
Saiful Akmal
OPINI

Aceh Meutimphan: antara Kemiskinan dan Politik Peu Maop Gop

Jumat, 19/02/2021 - 09:37 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya
aceHTrend.com

Martabak Durian Geudong, Penganan Khas Negeri Pase

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Rustam Efendi (berdiri dan memegang mic) saat berdialog dengan Surya Paloh, Jumat (11/5/2018). Foto: Masrian Mizani (aceHTrend).

    Pakar Ekonomi: Di Aceh, yang Dibangun Hanya Ekonomi Pejabat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duar! Benda Diduga Bom Meledak di Banda Aceh, Gerobak Pedagang Hancur Menjadi Puing

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berada di Jalur ke Tanah Suci, Fadhil Usulkan Aceh Masuk Paket Umrah Plus

    159 shares
    Share 159 Tweet 0
  • Tu Sop: Banyak Pemuda Aceh Sibuk Dengan Game Online

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • MPU Kota Banda Aceh Keluarkan Tausiyah Larangan Merayakan Nataru

    196 shares
    Share 196 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

aceHTrend.com
BERITA

Bupati Dulmusrid Dukung Pembangunan Pusat Pembinaan Mualaf NU di Aceh Singkil

Sadri Ondang Jaya
02/03/2021

Nanda Suriani
OPINI

Menjadi Role Model Pendidikan

Redaksi aceHTrend
02/03/2021

Kredit foto: Bea Cukai.

Bila Direspons Negatif, Investor Tak Akan Tanam Modal di Bidang Minuman Keras di Indonesia

Redaksi aceHTrend
02/03/2021

Ketua Umum Partai Emas Hasneni. Doc: PE
Politik

Bila KLB Partai Demokrat Digelar, Ketua Partai Emas Akan Maju Sebagai Caketum

Redaksi aceHTrend
02/03/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.