Saya pinjam saja judul catatan politik Arif Afandi untuk mengulas sosok politisi Golkar Aceh, Sulaiman Abda. Soalnya, sosok ayah empat putra yang akrab disapa Bang Leman ini tidak jauh beda dari sosok yang diulas Arif Afandi, Akbar Tanjung.
Seperti Bang Akbar, Bang Leman juga sosok yang mampu bertahan menghadapi gempuran berbagai gelombang dinamika politik. Bang Leman, boleh dicabut posisi atau jabatan politiknya, tapi dengan kepak sayap politiknya ia tetap memiliki peran strategis.
“Bang Akbar itu politisi teladan, dan saya meneladani kerja-kerja politiknya,” aku Bang Leman suatu waktu usai mengantar Akbar Tanjung ke Bandara.
Ya, seperti Bang Akbar, kekuatan politik Bang Leman adalah pada silahturahmi. Mantan ketua Golkar yang berhasil membawa Golkar Aceh menjadi kekuatan politik kedua di Aceh, setelah Partai Aceh ini, sangat menjaga silahturahim, bukan hanya dengan kalangan elit dan pemuka masyarakat, tapi juga dengan kalangan anak muda dan juga kalangan rakyat biasa. Dalam soal silahturahmi, Bang Leman bisa dibilang juaranya. “Talo tanyo aneuk muda jika ta ikot bang Leman,” kata Mirza Dekyang, yang kerap menemani Bang Leman bersilahturahmi.
Posisi dan jabatan juga tidak menjadi penghalang bagi Bang Leman untuk memulai berkomunikasi. Warga biasapun disapa dengan ramah, diajak berbincang, dan kerap sekali diajak makan bersama dan dibayar sekalian bila berada di warung yang sama. Maka tidak heran, jika ajudan yang menemaninya kerap berbisik: “Peng ka habeh.” Bicara tentang uang, menurut pengakuan salah seorang di sekretariat Golkar Aceh, dulunya gaji Bang Leman dikelola untuk keperluan partai dan pengeluaran yang kerap terpakai adalah untuk membantu warga.
Ada kisah mengharukan soal uang gaji Bang Leman. Di saat istrinya sakit, sebelum dipanggil Allah Swt, Bang Leman ternyata memberikan seluruh gajinya sebulan untuk sang istri. Hanya sekejap uang itu digenggaman tangan sang istrinya, dan kemudian sudah diberikan untuk keperluan anak bungsunya kuliah.
Tapi, bukan itu yang mengharukan, ternyata itulah gaji pertama yang diberikan untuk istrinya. Ternyata, selama ini uang gaji Bang Leman banyak dipakai untuk membantu keperluan warga dan partai. “Jadi, selama ini Bunda rupanya yang mendukung kebutuhan anak-anaknya dan rumah tangga,” kata salah satu pengunjung yang terharu menyaksikan kisah pengakuan Bang Leman kepada istrinya. Kini, istri yang sangat dicintainya itu, telah berpulang ke sisi Allah Swt, dan disaat itu pula, guncangan politik menimpa Bang Leman, nyaris tanpa henti.
“Ini semua cobaan, dan kita tidak tahu ada hikmah apa yang disediakan kepada kita,” kata Bang Leman saat anak-anak muda dari Aceh Barat mendatanginya, persis malam ia dilengserkan oleh DPRA, 30 September 2015.
Dihadapan anak-anak muda yang marah itu Bang Leman sama sekali tidak memperlihatkan sisi gundahnya karena dijatuhkan. Ia selalu ingin membuat anak-anak muda menjadi pribadi yang kuat dan tangguh. “Kalian calon pemimpin masa depan. Tidak ada yang sia-sia dalam semua cobaan hidup. Dibalik kesulitan ada kemudahan,” sebutnya yakin.
Apakah Bang Leman tidak pernah sedih? Jelas ada! Dan, air mata itu adalah air mata ketika ia mengenang memori bersama istri tercintanya, almarhumah Hj Hausmini yang meninggal 25 Mei 2015.
“Benar, Bang Leman kerap menangis jika mengingat istrinya,” kata Bustami Usman.
Wajar jika Bang Leman kerap menangis jika mengingat almarhumah. Istri yang sudah menghadiahkan empat putra kepada dirinya adalah sosok istri yang sangat memberinya dukungan bagi kerja-kerja politiknya. “Kalau ada Bunda, silahturahmi bisa lebih banyak lagi. Kadang kami berbagi lokasi untuk silahturahmi agar semua undangan bisa terpenuhi,” kenang Bang Leman untuk istrinya yang dipanggil Bunda Mini.
Dan, wajar juga Bang Leman sedih, sebab guncangan politik yang terus menerus dialaminya kini nyaris harus dilewatinya sendiri, tanpa istri yang sangat paham akan jiwa politiknya. Syukurlah, buah silahturahim yang dijalaninya bersama istri tidak membuat dirinya sendiri. Meski rekan-rekan politiknya menjauh satu persatu, namun berbagai kalangan masih setia menemani hari-harinya menghadapi turbulensi politik internal partai, plus keroyokan politik di parlemen kala itu.
Pengalaman di pecat oleh Aburizal Bakrie dan dilengserkan oleh dewan jelas sangat memberinya pukulan politik. Tapi, bagi Bang Leman, semua itu bukan akhir sepak terjangnya sebagai politisi. Sampai kini, posisinya masih sebagai Wakil Ketua DPRA, dan meski “dijauhi” di dewan dalam pengambilan keputusan, Bang Leman masih tetap bisa memainkan peran-peran strategis bagi Aceh.
Lebih dari itu, dari markas Rumoh Acehnya, ia terus membuka komunikasi dan silahturahim dengan semua kalangan. Di sanalah ragam pertemuan dan perbincangan serta agenda-agenda yang mengandung muatan politik kerakyatan dan keacehan dilakukan. Dan, waktunya yang makin lapang justru membuatnya makin memiliki waktu yang lebih dari cukup untuk melakukan kunjungan-kunjungan silahturahmi.
Jadilah Bang Leman makin lebih dekat dengan berbagai pihak, dan jadilah Bang Leman makin luas kontak politiknya dengan berbagai lapisan masyarakat. Dan itu maknanya keberadaannya sebagai pendulang suara makin menjadi-jadi. Sentuhan-sentuhan silahturahmi yang diyakininya sebagai kunci utama politik membuat Bang Leman, mau tidak mau diperhitungkan dalam dinamika Pilkada.
Jadi, jangan heran, jika kini, ada banyak kalangan bertemu dengannya, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi, dan bagi mereka yang paham soal kekuatan politik Sulaiman Abda mau tidak mau akan menempatkan Bang Leman sebagai salah satu kunci politik Aceh.
Wajar saja, Bang Leman bukanlah politisi yang asal jadi. Perolehan suaranya dalam Pilek DPRA yang pertama banyak di Dapil 1. Dan, perolehan kursi Golkar diseluruh Aceh juga meningkat dibawah kepemimpinan Sulaiman Abda. Jadi, wajar dalam sesi pertanggungjawaban di Musda Golkar Aceh yang lalu, hampir semua Ketua Golkar Kabupaten-Kota memuji kepemimpinan Sulaiman Abda. Tidak ada satupun yang benar-benar senang Bang Leman dilengserkan apalagi dipecat sebagai kader Golkar.
Tapi, Bang Leman bukan politisi yang bermata gelap dan hanya berpikir demi kekuasaan belaka. Suasana dukungan dari seluruh Golkar Kabupaten-Kota tidak membuatnya terpancing untuk kembali maju dalam pemilihan Ketua Golkar Aceh. Ia terima dengan segenap lapang dada konsekuensi putusan yang pernah diambilnya dan tidak ada sedikitpun ia menyeret orang lain dalam malapetaka politik yang dialaminya, bahkan dengan kesatria Bang Leman menyampaikan permohonan maaf karena telah melakukan haro hara politik di Golkar Aceh dengan putusan kontroversial yang telah membuat orang-orang yang haus kekuasaan mendepaknya dari jajaran elit Golkar. Semua dimaafkan dan kembali menjadi saudara separtainya. Perdamaian di Golkar disambutnya sebagai sebuah berkah dan ia tidak menyoal lagi luka yang dialaminya. Tapi, apakah Bang Leman sudah mati pengaruh politiknya? Politisi tidak pernah mati, dan Bang Leman masih terus memainkan jurus-jurus politik yang dipandangnya berguna bagi rakyat, Aceh dan Indonesia. Memang, politisi sejati tak ada matinya.
Kini, Bang Leman ada di tanah berkah, sedang berhaji, semoga beliau diberi kesehatan, kekuatan, dan semangat yang lebih lagi untuk menjadi pribadi yang mencintai keluarga, saudara, tetangga, masyarakat, rakyat dan Aceh serta Indonesia sebagai tanah airnya. Amin
“Selamat ulang tahun Bang Leman.” []