Politik itu sederhana, tidak menyulitkan, apalagi menyusahkan, persis seperti kita melihat, menyenangi, percaya dan ambil bagian dalam tindakan yang dilakukan Edi Fadhil.
Tindakan itu, secara kasat mata tidak ada untuk diri sendiri, atau kelompok. Sepenuhnya untuk orang lain, orang yang memang berhak dan layak dibantu. Dan, tindakan itu, dalam bahasa agama disebut tindakan memudahkan hidup orang lain, yang dasarnya adalah cinta dan kasih sayang.
Jadi, meski secara kasat mata hanya bermanfaat bagi orang lain, kita atas dasar bimbingan ilahi percaya bahwa bila memudahkan urusan orang lain, maka Allah SWT memudahkan juga urusan kita.
“Barangsiapa memudahkan hidup orang lain, niscaya Allah SWT memudahkan hidupnya, di dunia dan akhirat.” (HR Muslim)
Kita juga percaya, tindakan itu dapat membawa kegembiraan bagi orang lain, sehingga tindakan kita dengan sendirinya menjadi tindakan yang dicintai Allah SWT, dan kita menjadi manusia yang dicintai Allah SWT bersebab diri kita bermanfaat dan berguna bagi orang lain.
Itulah politik yang kita rindukan. Dan itu juga politik yang bisa dilakukan oleh semua orang. Tidak mesti menjadi prajurit dan panglima dulu untuk bisa berpolitik seperti itu. Tidak perlu menjadi ketua partai dulu untuk bisa seperti itu. Bekal utama adalah menjadi pribadi penolong yang dilandasi mengejar kasih sayang Allah SWT.
Selebih itu adalah pulik-tik. Inilah politisi yang memperlakukan kita semua seperti nasib pisang. Di pulik (kupas), diambil isinya, dan kulitnya dibuang. Rakyat dikupas perhatiannya, diambil dukungannya, lalu dibuang kulitnya. Pedihnya, dibuang sembarangan, yang berakibat orang lainpun terpeleset, dan jatuh.
Isi pisangnya sepenuhnya untuk mengenyangkan dan menyehatkan dirinya dan kelompoknya sendiri, sedangkan rakyat kebanyakan bernasib seperti kulit pisang, dicampakkan, sembarangan pula.
Di Pilkada 2017 ini, kita menyaksikan dengan telanjang, bagaimana rakyat diperlakukan seperti pisang. Awalnya, ragam macam dipeugah tentang pentingnya rakyat, masa depan rakyat, dan kepedulian serta agenda untuk rakyat. Rakyat adalah segalanya.
Tapi, tahukah kita, sadarkah kita dihadapan penganut “pulik-tik”?! Kita tidak lebih seperti kulit pada pisang. Kita sekedar bungkus yang dibilang cantik, tapi ujungnya dibuang.
Untuk itu, yang mesti kita cari dan dukung adalah politisi yang penuh kasih sayang, yang datang kepada kita dengan ide dan gagasan yang membebaskan kita dari kesulitan hidup.
Dia datang bukan dengan panji-panji yang menebar ketakutan, tidak tampil dengan amukan, dan menjanjikan surga kehidupan. Ia datang dengan senyuman, rangkulan, ajakan, dan menunjukkan jalan yang memudahkan kehidupan kita.
Dia itu seperti Edi Fadhil, yang datang dengan gagasan, kita senang, melihat kegembiraan orang kesusahan, dan kita percaya, lalu tergerak untuk ambil bagian, dan kita bahagia karena telah bertindak mengeluarkan orang dari kesulitan dan kesusahan hidup. Orang lain bahagia, maka kita juga bahagia, bukan kita bahagia, bah ureung laen jra dan sengsara. []