ACEHTREND.CO, Banda Aceh – Abdullah Puteh menang gugatan di MK. Statusnya sebagai yang pernah terhukum sudah tidak menjadi penghalang haknya untuk ikut dipilih dalam Pilkada 2017 Aceh jika berhasil memenuhi syarat pencalonan.
Mantan Gubernur Aceh itu berhasil meyakinkan MK bahwa Pasal 67 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh tidak singkron dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Dalam UU No. 8 itu, tidak lagi mensyaratkan tentang larangan bagi mantan terpidana dalam perkara yang ancaman hukumannya lebih dari lima tahun.
Adalah Soemarmo, mantan terpidana kasus suap penyusunan RAPBD Kota Semarang tahun 2012 juga berhasil mencopot Pasal 7 huruf g Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XIII/2015 yang diketok pada Kamis (9/7/2015) lalu, Pasal 7 huruf g Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang dapat menghalangi mantan narapidana untuk dipilih dalam Pilkada sudah dicabut.
Terkait gugatan Abdullah Puteh, MK menilai bahwa pasal 67 ayat (2) huruf g tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 secara bersyarat dan juga tidak mempunyai hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Sebagaimana diketahui, Pasal 67 ayat (2) huruf g pada UUPA berbunyi “tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara minimal 5 tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali tindak pidana makar atau politik yang telah mendapat amnesti/rehabilitas”.
Menurut hakim MK, Pasal 67 ayat (2) huruf g Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh itu bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Kini, sebagai warga negara, terlepas pernah menjalani hukuman, semua mantan terpidana juga berhak untuk dipilih menjadi kepala daerah, sejauh mengumumkan secara terbuka bahwa pernah menjadi terpidana. Setelah mengumumkan pernah menjadi terpidana, maka berpulang ke masyarakat untuk memilih atau tidak. []