SERAMBINEWS – Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA), Tgk Muzakir Manaf, memprotes dan menyesalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan seluruhnya gugatan Dr Ir Abdullah Puteh, MSi, kandidat gubernur Aceh, pada 23 Agustus 2016 yang pada dasarnya merupakan gugatan terhadap Pasal 67 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Ia bahkan menyebut putusan MK itu sebagai bentuk pengingkaran negara terhadap Aceh. “Pengingkaran negara terhadap Aceh kembali menyeruak setelah Pasal 256 tentang calon independen (yang untuk Aceh hanya boleh berlaku satu kali-red) dirontokkan, kini giliran Pasal 67 UUPA dirontokkan.
Artinya, UUPA dibonsai lagi oleh MK. Ini sudah sangat keterlaluan,” kata Muzakir Manaf yang akrab disapa Mualem kepada Serambi di Banda Aceh, Minggu (28/8) sore. Saat ituMualem didampingi dua anggota KPA, Azhari Cage SIP dan Izil Azhar alias Ayah Merin.
Mualem yang juga mantan panglima GAM itu terlihat geram ketika mengatakan, “Apa mereka tidak tahu bahwa UUPA itu lahir berkat kompensasi politik sebagai buah dari perdamaian Aceh? UUPA itu lahir sebagai amanat MoU Helsinki. Nah, MoU itu lahir dari perundingan dan kesepakatan politik untuk menghentikan konflik Aceh yang berlarut-larut.”
Jadi, lanjut Mualem, seluruh lembaga negara dan pejabat pemerintah pusat hendaknya menghargai sifat lex specialis pada UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh itu.
“Jadi, intinya UUPA jangan diusik dan diubah, apalagi dibonsai dengan cara merontokkan satu per satu pasal-pasalnya. UUPA itu sudah final. UUPA adalah harga mati bagi rakyat Aceh,” tegas Muzakir Manaf yang juga Wakil Gubernur Aceh dan maju lagi sebagai calon gubernur Aceh periode 2017-2022 pada Pilkada 2017. []