Pante Raja merupakan kecamatan di Pidie Jaya yang memiliki kekhasan. Bila Meureudu punya produk adee–sejenis bika– dengan berbagai varian nama, maka tempat mendaratnya Sultan Aceh ketika hendak menaklukkan Samudera Pase–Dinasti Shalihiyyah– dikenal sebagai penghasil kepiting.
Di sepanjang jalan Medan-Banda Aceh banyak ditemukan gubuk kecil tempat warga menjajakan kepiting yang dalam bahasa Aceh disebut bieng. Soal harga bervariasi. Mulai dari 50.000 per kilogram, hingga 120.000 perkilo. Tergantung ukuran serta bertelur atau tidak.
“Yang bertelur lebih mahal. Selain lebih enak, stoknya pun terbatas,” ujar seorang pedagang.
Maimun, Warga Pante Raja, yang juga Dosen Agribisnis di Universitas Jabal Ghafur, kepada aceHTrend, Kamis(1/9/2016) mengatakan, Pante Raja sudah sangat lama dikenal sebagai sentra kepiting di Aceh. Kawasan ini dikenal memiliki bieng dengan citarasa yang berbeda dengan daerah lain di Serambi Mekkah.
“Banyak yang menggantungkan hidupnya dari jualan kepiting,” ujar Maimun.
Walau demikian, hari demi hari pantai Selat Malaka tidak lagi begitu pemurah. Kepiting sudah mulai berkurang. Hal ini disebabkan habitat kepiting sudah banyak yang rusak.
Hutan bakau sudah sangat kecil di sini. Padahal itu tempat yang paling disukai oleh kepiting. Kalau tidak segera ditangani, mungkin ke depan trade mark Pante Raja dengan kepitingnya akan tinggal sejarah.
Hari itu Maimun dan koleganya membeli bieng sekitar 1,5 kilo. Mereka bersepakat akan membuat mie Aceh campur kepiting.
“Mie Aceh bila dimixing dengan kepiting, rasanya bisa sangat lezat. Tentu koki sangat menentukan rasa. Ini akan kami masak di warung mie Aceh Bang Budiman di Trieng Gadeng,” terang Maimun.
Dalam perjalanan Maimun bercerita, selama ini di Pante Raja tidak ada yang memanfaatkan peluang bisnis sampingan. Padahal bieng dan mie Aceh dua hal yang saling membutuhkan. Apalagi konsumen kepiting adalah pelintas.
“Kalau ada penjual mie kepiting di sini, atau siap mengolah kepiting yang dibeli konsumen dari penjual di pinggir jalan, tentu akan sangat bagus,” ujarnya.
Maimun kemudian singgah ke warung mie Aceh Bang Budiman. Ia menyerahkan kepiting tadi untuk disiangi. “Untuk tiap piring taruh dua ekor kepiting ya,” pinta Maimun kepada Budiman, pemilik warung.
15 menit kemudian, tiga porsi mie bieng terhidang di atas meja sederhana. Tidak menunggu komando, Maimun dan temannya langsung bergerilya di tengah lautan kuah mie Aceh yang dicampur kepiting.
Keringat bercucuran di dahi mereka. Rasa bieng yang lezat ditambah kuah mie tang aduhai, membuat mereka tenggelam dalam nikmatnya mie kepiting.
Mie Bang Budiman murah meriah. “Hanya 6000 saja per porsi. Saya ganya menjual mie. Kalau mau kepiting, daging atau lainnya, silahkan bawa sendiri. Saya siap mengolahnya,” kata Budiman.