Tidak sedikit di antara kita terkadang memarahi dia saat kita lelah, kita juga membentak si dia padahal seharusnya dia terkadang belum benar-benar paham kesalahan yang dilakukannya. Kita juga tanpa sengaja bahkan sengaja membuat dia menangis dan terhardik karena kita ingin lebih dimengerti dan didengarkan.
Namun yang perlu kita ketahui seburuk apapun kita memperlakukan dia, segalak apapun kita kepada dia, semarah apapun kita pernah membentak dia, namun dia akan tetap mendatangi kita dengan senyum kerinduan dan kebahagiaan, menghibur kita dengan cinta kasih yang ikhlas dan telah terpatri sekian lamanya, menggenggam tangan kita dengan tangan kerinduan. Seolah semuanya baik-baik saja, dan tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.
Dia selalu punya banyak cinta dan cerita untuk kita, meski seringkali kita sendiri terkadang tidak membalas cintanya dengan penuh keikhlasan dan ketulusan, kita bilang bekerja keras demi kebahagiaan dan kesenangan dia, tetapi kenyataannya tidak sedikit dia yang justru membahagiakan dalam lelah di sisa waktu dan tenaga kita.
kita merasa bahwa bisa menghibur kesedihan dia atau menghapus air mata kesedihan dan kepiluan, tetapi itu hanya sebuah ilusi saja dan kerap bola tipuan kita gulir dengan penuh ego dan sok “presiden” negeri usrah (keluarga).
Namun, realitanya kitalah yang selalu dia bahagiakan, dia yang sering berhasil membuang kesedihan kita ke lembah kebahagian, melapangkan kepenatan, menghapus ‘air mata’. Kita berhutang banyak pada sosok dia yang bernama sang istri sebagai bidadari di dunia bahkan akhirat nantinya.
Selama sehari dalam durasi 24 jam, berapa lama waktu yang kita miliki untuk berbicara, mendengarkan, memeluk, mendekap dan rileks untuk mencatat dengan qalbu dan cinta setiap rintihan dan coretan hati sang bidadari ?
Bukankah pahala sangat besar yang telah menanti di akhirat seorang suami yang mampu memberi kesenangan dan kebahaagian untuk pujaan hati?.
Tidaklah kita memberi ucapan terima kasih dengan hati,cinta dan ketulusan kepada dia yang telah mendidik, mengayomi dan memasak serta mencuci pakaian anak kita bahkan punya kita, padahal itu bukanlah kewajiban dia dalam syariat sebagai seorang istri, pernahkah dia minta honor dan mengeluh dengan semua itu?.
Selama waktu hidup kita bersama sang bidadari, seberapa keras dan tekun kita bekerja untuk menghadirkan kebahagiaan sesungguhnya di hari-hari sang pujaan hati melukis senyum sejati di wajah yang elok dan bersahaja itu ?.
Berbicara dengan sang Istri Bidadari dunia, sesungguhnya merekalah yang terkadang selalu “lebih dewasa” dan “bijaksana” daripada kita, merekalah yang selalu ‘mengajari’ dan ‘membimbing’ kita menjadi sosok suami sebagai insan yang lebih baik hari ini dari kemarin dan esok lebih baik dari hari ini.
Sejahat-jahat apapun kita sebagai suami, sang bidadari selalu siap kapan saja untuk menjadi pengasuh anak-anak terbaik yang pernah kita punya, justru kita sebagai sang suami kepala rumah tangga selalu berhutang kepada jauzah (istri).
Aj-jauzah yang terkadang menjadi korban dari betapa jahatnya metode kita mengelola emosi, bejatnya perilaku kita yang seharusnya mendidik dan menganyominya sebagai kewajiban sosok kepala rumah tangga.
Lantas dia yang menanggung konsekuensi dari nasib buruk yang kita buat dan rancang sendiri, dia yang barangkali masa depannya terkorbankan dan kelam gara-gara kita tidak mampu merancang masa depan kita sendiri.
Namun sang bidadari masih tetap tersenyum, mereka tetap memberi kita banyak cinta, kasih sayang dan ribuan kesenangan yang tidak terhingga, kita merasa egoisme dengan kelelakian dan kesuamian kita, sehingga melupakan esensi dia sebagai sosok wanita dan istri yang selalu mencoba membuat kita bahagia dan sakinah wa rahmah, maka dekaplah dan peluklah dengan nilai cinta dan kasih sayang, tataplah mata dia dengan pandangan keikhlasan dan ketulusan serta rasa penyesalan, katakan kepada sang bidadari, “Maafkan terhadap kesalahan dan hutang-hutang yang belum terbayarkan,”
Oo bidadariku, Maafkan jika semua kesalahan dan hutang ini telah membuat sang khalikul Alam Allah Ta”ala telah memurkai sang suami mu !!!
Wahai bidadari, maafkan karena hanya sebuah kemaafan dan kebahagiaan engkaulah yang bisa membuat bahtera keluarga dalam mengarungi samudera dunia lebih baik dan bahagia dari sebelumnya menuju ke negeri mawaddah wa ar-rahmah hingga akhirat kelak dan engkau satu-satunya sebagai penghulu sang bidadari dalam istana surga nantinya. Semoga..
Amiin.