NasDem adalah jalan baru dunia perpolitikan Indonesia. Mereka yang reformis, idealis memilih bergabung dengan partai ini. Namun siapa nyana bila kini restorasi sudah berada di persimpangan jalan?
Rencana pendongkelan Zaini Djalil dari posisi bakal calon Wakil Gubernur Aceh –Paket Tarmizi Karim-Zaini Djalil– adalah kabar buruk. Apabila benar-benar terlaksana, maka petinggi NasDem di Jakarta telah membunuh anak kandungnya sendiri. Terlepas ini adalah strategi politik, tapi harus diingat bahwa pengurus NasDem Aceh bukan anak bawang.
Seorang kader NasDem–pasca tersebarnya isu– mengatakan Surya Paloh Cs di Jakarta sedang memainkan sesuatu yang tidak etis. Langgam politik restorasi hendaknya tidak demikian.
“Ini pembunuhan karakter. Serta mematikan rebung sendiri, meracuni anak kandung,” ucap seorang kader NasDem, Senin (19/9/2016).
Mungkin Surya Paloh lupa, yang perdana mengumumkan pasangan Tarmizi Karim – Zaini Djalil SH, adalah Partai Nasdem. Baru disusul PPP, Belakangan Golkar dan Hanura. Dengan semangat restorasi yang diusung, ada letupan ingatan di masyarakat Aceh bahwa ini yang terbaik menurut Ketum NasDem dalam menjawab pembangunan Aceh yang mangkrak pasca konflik vertikal serta tsunami.
Reposisi ini, memberikan gambaran ke publik bahwa Politik NasDem belum matang di tingkat elitnya. Masih ada aura orde baru. Bila Zaini Djalil hanya dikorbankan untuk test case, maka NasDem bukan sekedar berjudi, tapi membakar rumah sendiri.
Apabila Reposisi benar benar terjadi, ini adalah bunuh diri bagi NasDem di Aceh. Hal ini disebabkan oleh Tarmizi Karim tidak memiliki Partai, dan elektabilitasnya di bawah Irwandi Yusuf dan Muzakir Manaf.
NasDem Aceh–dalam konteks ini– adalah ruh dari paket Tarmizi Karim-Zaini Djalil. Keputusan reposisi ini hanya menguntungkan Tarmizi Karim, dan sebaliknya merugikan bagi NasDem secara Kolektif. Dan sebagai tambahan informasi popularitas Partai NasDem di Aceh lebih unggul bila dibandingkan dengan sosok Tarmizi Karim.
Apabila Reposisi ini dinilai keterwakilan wilayah antara Pantai Utara dan Barat Selatan, kenapa NasDem tidak mengusung calon sendiri secara lengkap Dengan mengusung Fery Mursyidan Baldan sebagai balon gub, dan Zaini Djalil sebagai wagub? Pasangan ini lebih menjawab Keterwakilan zona. Pasangan ini lebih energik, muda serta sinkron bila dipolakan dengan jargon restorasi ala Partai NasDem di Aceh.
Dalam banyak hal, Partai Nasdem di Aceh sudah dinilai sebagai partai pemberi Aufklarung, hal ini dilihat dari Kiprah serta karya selama ini, berani tampil beda untuk rakyat aceh. Berani memberi warna dalam perpolitikan, dan mendapat kepercayan rakyat aceh sejajar dengan parnas lainnya sebagai partai nasional pemenang pemilu di Aceh.
Fakta ini tentu karena sosok ketum sebagai icon jargon restorasi dan pola yang dimainkan jajaran DPW NasDem yang lantang dengan kekuatan minimal dan menghasilkan contoh maksimal.
Sebagai contoh, sejak pasca pileg NasDem menolak program Legislatif provinsi ke luar negeri, dan hal ini turut di contoh oleh salah satu parlok baru baru ini, dan banyak program lainnya yang tak cukup spase untuk diuraikan satu persatu.
Bicara harga diri, mempertahankan kader sendiri yang akan diusung, lebih terhormat dari pada mengusung orang lain yang belum tentu sepaham dan sepakat dengan jargon restorasi ala NasDem.
“Lebih baik dan terhormat mengkaryakan anak sendiri, daripada menggelar tikar untuk politik anak tiri. Apabila NasDem tetap diinginkan mampu tampil sebagai partai jawaban atas persoalan rakyat,” ujar seorang kader.
Pilkada 2017 adalah pemilu kepala daerah pertama vagi NasDem di Aceh. ujian dimulai saat ini. Tetap bermanuver demi fulus atau istiqamah dengan restorasi? Ingat, piljada 2017 punya hubungan erat dengan pileg 2019. []