Dewasa ini kita lihat dalam masyarakat banyak sekali terjadi berbagaimacam penyimpangan, baik kasus perkosaan, pembunuhan, tawuran, korupsi dan kriminalitas serta lainnya yang dilakukan oleh berbagai macam strata dan golongan dalam masyarakat baik di kalangan anak-anak, remaja, orang dewasa biarpun mereka telah berpendidik tinggi yang berujung pada korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara, tidak bisa terlepas dari peran pendidikan. “Memang dunia pendidikan boleh dianggap bukanlah segalanya, tapi harus di ingat segala sesuatu itu berasal dari tarbiyah (pendidikan). Pendidikan harus turut ambil bagian mencegah bencana moral bangsa yang semakin menggejala. Salah satunya dengan menyelenggarakan pendidikan yang berprinsip dan berpegang teguh pada tataran akhlakul karimah” papar Teungku Marzuki M. Ali saat diskusi singkat dengan redaksi, Selasa, 27/9/2016 di Warkop Garuda Samalanga, Bireun
Suasana dialog nan akrab di suguhi kopi khas Samalanga yang terkenal sebagai Kota Santri dan sesekali di suguhi canda dan senyuman yang akrab dari tokoh pendidikan dan agama yang di lahirkan di gampong tempat berdirinya ‘matahari’ ilmu dunia wal akhirat, sebuah kampus nan megah bernama Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga sendiri. Beliau menambahkan bahwa pendidikan berbasis akhlak mulia sebagai jawaban (konkret) atas desakan perlunya pendidikan karakter. “Pendidikan karakter sendiri selalu linear dengan penumbuhan akhlak mulia (terpuji). Pendidikan dan karakter adalah kesatuan yang tidak boleh dipisahkan.” Ungkap beliau yang juga guru senior Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga itu dengan penuh semangat yang di temani secangkir kopi khas beraroma seribu nikmat
Untuk menguatkan argumennya, beliau menutip perkataan ilmuan dunia sAlbert Einstein “Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh.” Pungkas beliau dengan penuh dedekasi tinggi dan semangat sosok yang haus ilmu serta murah senyum itu.
Kehausan ilmu beliau walaupun sudah berumur hampir setengah abad dan berkepala tiga itu tidak menyurutkan semangat menuntut ilmu yang telah di cetuskan oleh baginda nabi Saw semenjak kebih 14 abad silam.
Umur boleh berkurang menuju gerbang kematian namun bersemangat menuntut ilmu tidak mengenal kasta dan usia terlebih untuk menempuh jalur pendidikan informal bahkan formal sekalipun. Ini terbukti, kini beliau tercatat sebagai mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Malikussaleh, Lhokseumawe dan salah seorang kandidat master dengan Indeksi Prestasi tertinggi. Semangat beliau menuntut ilmu bukan hanya sampai di situ bahkan lebih dari itu”Alhamdulillah, selepas tesis selesai di sidangkan dalam waktu dekat nantinya, insya Allah dengan izin Allah saya mencoba untuk melanjutkan ke jenjang doctoral” papar beliau yang juga salah seorang yang terkenal sebagai “orang pintar” di bidang ilmu metafisika dan sangat kewalahan dalam memenuhi permintaan masyarakat sebegitu padatnya hasrat dan permintaannya.
Sang kandidat Master melanjutkan paparannya dengan menyebutkan bahwa ilmu itu diperoleh melalui jalur pendidikan. Sedang sebuah karakter itu didapatkan melalui nilai-nilai agama. Keduanya harus berjalan bersama-sama jika memang menghendaki munculnya insan kamil (manusia sempurna). Beliau mengatakan hendaknya keberhasilan di pandang dari gelar dan profesi seseorang,” salah satu fenomena saat ini, sebagian para guru mendoktrin bahwa kesuksesan seseorang akan terlihat dari profesi yang disandangnya kelak. Jadi dokter, politikus, pengacara, polisi, guru, pengusaha besar hingga presiden. Jarang sekali guru mendoktrin siswa bahwa kesuksesan akan tercapai kalau kita memiliki iman yang kuat, shalat yang khusu’, kedekatan kepada Tuhan, dan akhlak yang baik. Sehingga yang banyak terjadi sekarang adalah orang berlomba-lomba untuk memperoleh profesi yang diinginkannya dengan menghalalkan segala cara tanpa memperhatikan aspek keimanan dan akhlak yang mulia.” Lanjut beliau di tengah diskusi yang hangat tersebut.
Beliau meneruskan ulasannya, apabila hal demekian terjadi, maka apabila seandainya yang menjadi pejabat orang yang menghalalkan segala cara tersebut, tentu saja akan menggunakan jabatannya untuk mengambil keuntungan pribadi sebesar-besarnya, membuat kebijakan yang menyimpang dari norma-norma dan berusaha mempertahankan jabatannya dengan cara-cara yang tidak benar. Jika menjadi guru akan berusaha mengelabui siswa-siswanya untuk keuntungan pribadinya tanpa mempedulikan nasib dan masa depan siswanya. Jika menjadi pengusaha akan membuat produk-produk yang merugikan dan menyengsarakan masyarakat, dan lain sebagainya. Namun jika seseorang dibekali dengan keimanan yang kuat dan akhlak yang mulia, seorang pejabat akan menggunakan jabatannya untuk membuat kebijakan amar makruf nahi munkar demi kemaslahatan masyarakat, seorang guru akan mendedikasikan waktu, tenaga dan kemampuannya untuk mendidik dan mengajar siswa dengan sungguh-sungguh sehingga menghasilkan generasi yang bagus prestasinya dan baik akhlaknya, seorang pengusaha akan menghasilkan produk yang halal dan baik serta aman dikonsumsi masyarakat.
Di akhir ngopi bareng dengan sang guru senior tersebut, beliau menaruh sebuah harapan dan saran, melihat fenomena seperti yang di paparkan diatas, “hendaknya perlunya tim pengembang kurikulum di sekolah merumuskan kurikulum pendidikan berbasis akhlakul karimah yang standar kompetensinya adalah siswa memiliki pemahaman dan pengamalan yang berhasil dalam kehidupan dunia dan akhirat. Kurikulum ini menitikberatkan akhlak sebagai pondasi dasar siswa dalam belajar. Dengan demikian ini akan sangat memudahkan bagi guru dalam menyampaikan materi pelajaran dan memudahkan siswa dalam memahami dan mengamalkan pelajaran namun itu bukan sebatas NATO (No Action Talking Only) alias OMDO (omong doang)” pungkas beliau dengan penuh pengharapan sambil menghabiskan secangkir kopi khas Samalanga tersebut serta membetulkan kaca mata yang selalu setia menemaninya plus di akhiri senyuman kecil sang tokoh pendidikan dan agama itu. []