ACEHTREND.CO,Banda Aceh- Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh bekerjasama dengan Aceh Development Wacht (ADW) akan menggelar diskusi publik dengan tema Isu Agama dan Potensi Konflik Dalam Pilkada Aceh. Acara tersebut akan dilaksanakan di Aula Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry, pada kamis (27/10/2016), pukul 08:.30 WIB sampai selesai.
Kegiatan ini akan menghadirkan empat narasumber, Drs, Saidan Nafi (Ka Kesbangpol Linmas Aceh), Mukhlisuddin Ilyas, MA. (Direktur Bandar Publishing), dan Sahlan Hanafiah, M.Si (Wakil Kepala Pusat Studi Perdamaian Dan Resolusi Konflik UIN Ar Raniry).
Masing-masing narasumber akan memaparkan materi, (1) Strategi Pemerintah dalam Penanganan dan penyelesain konflik dan Aksi-aksi Radikal di Aceh, (2) Pertentangan inter dan antar agama sebagai salah satu jenis konflik agama, dan (3) Potensi Konflik dalam Pilkada. Kegiatan ini dipandu oleh Sehat Ihsan Shadiqin, MA (Dosen Sosiologi Agama).
Zulyadi, SH (Direktur ADW), mengungkapkan cara diskusi tersebut bertujuan untuk memetakan semua potensi konflik yang akan terjadi dalam pemilukada Aceh 2017, yang memfokuskan kajian pada isu agama serta berusaha mengali sebanyak mungkin informasi, masukan dan pemikiran baru tentang pola antisipasi dan penanganan konflik dalam pemilukada di Aceh 2017.
Menurut Zulyadi, kajian yang terfokus pada isu agama perlu dilakukan oleh pihaknya karena adanya gejala-gejala pelibatan kelompok-kelompok agama dalam kontestasi kandidat selama proses pilkada berlangsung. Fenomena ini bisa dilihat pada kondisi sebagian elit agama yang memiliki basis massa telah terafiliasi dalam kubu-kubu kandidat.
Keterlibatan para kandidat dari pimpinan kelompok agama juga membuka peluang bergulirnya isu-isu agama dalam kontestasi politik lokal Aceh. Apalagi kandidat tersebut diprediksi oleh sejumlah pengamat memiliki peluang besar untuk menang dan dipastikan akan menjadi sasaran serangan dari kandidat-kandidat pesaingnya. Kontestasi ini dapat berkembang negatif jika isu agama dijadikan sebagai pembenaran untuk meraih kemenangan.
Zulyadi menambahkan, landasan awal pelaksanaan kegiatan diskusi ini karena munculnya kekuatiran terhadap kondisi damai Aceh yang berpotensi memburuk sebagai dampak dari persaingan dalam pemilukada Aceh 2017. Kekhawatiran tersebut ketika mengamati proses kegiatan para kandidat yang bertarung di pemilukada, mulai dari pendaftaran di KIP, sampai saat deklarasi yang melibatkan massa dalam jumlah besar dengan menyertakan simbol-simbol agama.
“Disamping itu, pada saat bersamaan diberbagai tempat di Indonesia juga dilaksanakan beberapa tahap pemilukada, yang sebagian besar prosesnya diliput oleh media Nasional secara massif, bahkan isu SARA yang muncul menjadi daya tarik media massa untuk selalu diekspos ke publik. Efeknya, dikhawatirkan akan terjadi desiminasi informasi, dan hal ini tidak menutup kemungkinan ikut mempengaruhi daerah-daerah lainnya dalam proses pemilukada di wilayahnya, seperti provinsi Aceh,” katanya.