“Jendral Köhler, angkuh takabur sebab mengaku-ngaku mampu mengalahkan Aceh!” ungkap Mahyuddin, Seniman Tutur Aceh.
Menurut keterangan Mahyuddin yang lebih dikenal dengan sebutan Udin Pelor (si yang empunya dongeng), orang yang berhasil menembak selangkang Jenderal Köhler dan akhirnya tewas adalah salah seorang dari delapan orang Mujahidin.
“Lebih bagus saya mati daripada tidak mampu membunuh Köhler” ucap salah seorang Mujahidin pada peristiwa penyerangan di lokasi Blang Padang, Kuta Raja hingga ke lokasi depan Mesjid Raya Baiturrahman.
Peristiwa heroik tersebut berlangsung di tengah gelimpangan mayat para syuhada pejuang Aceh. Rentetan peristiwa pertempuran tewasnya Kohler menjadi ingatan yang kekal di diri masyarakat Aceh.
Mujahidin yang berasal dari Batee Glungku, Cot Glungku wilayah Samalanga Kabupaten Bireuen dengan segenap jiwa raga sampai berlumuran darah menyusup di antara mayat para pejuang. Akibat peristiwa tewasnya Kohler, jenderal kebanggaan Belanda tersebut, maka mereka meminta dikirimkan tambahan pasukan dari Jeunieb (Aceh Utara) untuk membunuh seluruh Mujahidin, ternyata ada satu orang dari Mujahidin yang menunjuk tentara Kohler di atas pohon yang sedang mengintai aktifitas mereka, maka akibat suara salah satu Mujahidin inilah sehingga seluruh pasukan bala bantuan Belanda dari Jeunieb berhasil menyerang dan wafatlah seluruh Mujahidin di sana saat itu.
Pasukan Belanda sesungguhnya sangat takut apabila diperintahkan menyisir pedalaman Samalanga, Bireuen sebab ada lokasi Batee Iliek sebagai wilayah yang menjadi pusat penghimpunan kekuatan para pejuang Aceh, di sana terdapat pula seorang ulama yang alim lagi sangat berpengaruh di Kuta Glee.
Kohler yang sangat fenomenal kisahnya ini oleh Teater Nol Unsyiah segera akan dipentaskan secara tunggal di Taman Budaya Aceh, Banda Aceh pada Jumat, 25 November 2016 mendatang. Disutradarai Dody Resmal, penulis naskah Zahra Nurul Liza, Pimpinan produksi Lina Sundana, personil aktor terdiri dari: Radius, Muna, Kurnia, Nita, Maya dan Fitria. Produksi Teater Nol ke-57 kali ini mengambil naskah sejarah yang penuh kontroversi akibat terlalu banyak simpang siur kisah berkenaan peristiwa tewasnya Jenderal Köhler kebanggaan Belanda.
Zahra, penulis naskah lakon “Köhler: Matinya Jenderal di Tanah Rencong” menurut pengakuannya, naskah Kohler ini telah mengalami beberapa fase penggarapan, sejak bulan Februari 2016 setelah disetujui tim dan baru pada bulan Juni 2016 naskah tersebut mulai dipelajari para aktor. Pertunjukan teater bertema sejarah ini menurut mahasiswi Pascasarjana Unsyiah jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia 2014 tersebut diharapkan mampu dinikmati oleh segenap kalangan masyarakat.
“Sejarah Aceh selama ini justru hanya diketahui oleh peminat baca sejarah saja, sedangkan apabila dijadikan naskah dan dipentaskan secara luas akan menyebabkan sejarah Aceh lebih memberi kesan yang majemuk,” akunya.
Aktor Muna mengaku sangat tertantang untuk memerankan salah satu tokoh dalam kisah tewasnya Köhler, bermain sebagai Teuku Imum Lung Bata baginya adalah jawaban atas penggalian keaktoran selama ini. Bermain pada eksibisi Teater Nol angkatan 2015, Culture of Alas juga salah satu personil tim pada Pembukaan Teatrikal POMNAS Unsyiah 2015. Seluruh pemain dalam naskah Kohler berpengharapan sama semoga semua proses pementasan Kohler sejak dari garapan naskah, pelatihan dan hingga pertunjukan nantinya berjalan lancar dan dapat dinikmati oleh segenap penonton teater di Aceh.
Sekilas tentang Köhler versi Wikipidia (https://id.wikipedia.org)
Johan Harmen Rudolf Köhler (lahir di Groningen, 3 Juli 1818 – meninggal di Kutaraja (sekarang Banda Aceh), 14 April 1873 pada umur 54 tahun) ialah seorang jenderal Belanda yang memimpin KNIL dalam Perang Aceh Pertama pada tahun 1873.
Köhler terbunuh dalam Perang Aceh I pada tanggal 14 April 1873 selama inspeksi setelah menduduki kembali Masjid Raya Baiturrahman yang sebelumnya sempat dikuasai oleh pejuang Aceh. Saat itu ia terkena peluru tepat di jantungnya. Mayatnya dibawa ke Singapura dengan kapal uap Koning der Nederlanden dan dimakamkan di Pemakaman Tanah Abang, Batavia dengan penghormatan militer (pada tahun 1976 pemakaman tersebut digusur dan setelah 2 tahun terkatung-katung di Kedutaan Besar Belanda akhirnya mayat Köhler dimakamkan di Kerkhoff, Banda Aceh atas usul Gubernur Aceh saat itu, Abdullah Muzakir Walad). Kedudukannya sebagai panglima tertinggi dalam ekspedisi pertama digantikan oleh Kol. E.C. van Daalen.
Untuk menandai peristiwa tewasnya Kohler, pada tanggal 14 Agustus 1988, pemerintah Aceh dengan gubernurnya Ibrahim Hasan membuat sebuah monumen peringatan di tempat tewasnya Kohler yaitu di bawah pohon kelumpang di depan Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.