• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

Pemuda Baliho, Alim Karbitan dan Pilkada

Redaksi aceHTrendRedaksi aceHTrend
Minggu, 27/11/2016 - 09:07 WIB
di Artikel, OPINI
A A
aceHTrend.com
Share on FacebookShare on Twitter

Pilkada Aceh: Nyang picrok kekuasaan ureung raya eumboeng, nyang meuklok ureung gampong (Pilkada Aceh, yang mengejar kekuasaan si pembual, yang cakar-cakaran orang kampung/ rakyat jelata). Kurang lebih lebih kurang begitulah abstraksi keberlangsungan pilkada Aceh.

Titah kekuasaan tidak lagi dipandang sebagai sebuah tanggungjawab, melainkan jalan pintas untuk memperkaya diri dan perangkat pemuas nafsu semata. Menjelang pilkada serentak digelar, seperti biasa publik disuguhi berbagai akrobatik politik, mulai dari munculnya sosok-sosok agamis karbitan, hingga pergeseran mentalitas kontender pilkada yang mudah ditebak dan cenderung membosankan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah meluncurkan tanggal pemungutan suara pemilihan kepala daerah serentak gelombang kedua tahun 2017, yaitu 15 Februari 2017. Pemilihan akan digelar di 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten atau khusus bagi daerah yang akhir masa jabatan kepala dan wakil kepala daerahnya berakhir antara Juli 2016 dan Desember 2017. Tujuh provinsi yang akan menggelar Pilkada 2017 adalah Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. Sementara 94 kabupaten/kota yang ikut Pilkada 2017 tersebar di 28 provinsi (Kompas, 17/2/2016).

Sebelum Pilkada 2017 dilaksanakan, birahi politik terus bergeliat di berbagai daerah di Indonesia. Jakarta sebagai etalase Indonesia tentu saja mendapat sorotan paling tajam oleh berbagai media. Namun, sesungguhnya Jakarta tidak berada sendiri di sana sehingga begitu seksi untuk disorot. Atas nama nasionalisme ke-Aceh-an, kita semua sepakat bahwa Pilkada Aceh tidak kalah menarik dari Pilkada Jakarta. Perburuan tampuk kekuasaan di Aceh selalu muncul sebagai sesuatu yang eye catching, meski pada hakikatnya menyuguhkan drama yang itu-itu saja.

BACAAN LAINNYA

Pedagang minuman beralkohol jenis bir di Pantai Kuta, Bali. Johannes P. Christo/Koran Tempo.

Perluas Bidang Usaha Terbuka, Investor Bisa Buka Usaha Produksi Miras di Empat Provinsi

28/02/2021 - 17:50 WIB
Isma  (33) divonis tiga bulan penjara karena melanggar UU ITE. Warga Lhok Puuk, Seunuddon, Aceh Utara tersebut mengupload video percekcokan keuchik setempat dengan ibunya Isma, ke media sosial. Foto/Ist.

Rekam Pertengkaran Keuchik dan Menguploadnya ke Facebook, Ibu Muda di Aceh Utara Dijebloskan ke Penjara

28/02/2021 - 07:24 WIB
Kepala Dinas Kebudayaan dan Parawisata/FOTO/DisbudparJamaluddin, SE Ak

Asyik, Terapkan Prokes Ketat Disbudpar Aceh Gelar Festival Kopi Kutaraja

27/02/2021 - 18:52 WIB
Sufri alias Boing (kiri) saat melaporkan pengeroyokan terhadap dirinya, Kamis (25/2/2021). Foto/Ist.

Pidato Rusyidi Keluar Jalur, Munawar Memukul Meja, Boing Dikeroyok di depan Ketua DPRK Bireuen

26/02/2021 - 16:33 WIB

Miskin Kreativitas
Pergelaran Pilkada Aceh biasanya dimulai dengan pemberian label agamis pada nama pasangan yang ikut pemilihan. Pada Pilkada 2012 lalu, Zikir, akronim pasangan Zaini-Muzakir muncul dengan jubah religius yang akhirnya seperti kita ketahui bersama memenangi pilkada tahun itu. Pilkada Tahun 2017 nanti, politik nama yang digoreng dengan bumbu agama ternyata masih terlihat menjanjikan bagi pasangan calon kepala daerah. Jika pada pilkada periode Tahun 2012 lalu hanya ada Zikir akronim pasangan yang berstempel agamis, maka pada pilkada Tahun 2017 nanti ada Azan sebutan nama pasangan Zaini-Nasaruddin, Muzakir-TA Khalid yang disingkat Maulid akan bersaing untuk merebut hati rakyat Aceh. Jika pasangan berlabel agamis kembali memenangi pilkada tahun 2017 nanti, bukan tidak mungkin pada pilkada periode selanjutnya akan muncul akronim Puasa atau Ramadhan yang ikut kompetisi perburuan kekuasaan.

Hal-hal semacam itu memperlihatkan miskinnya kreativitas dunia politik kita, khususnya kontender pilkada. Setelah tahapan pendeklarasian sebutan nama pasangan berlalu, kemudian secara berurutan dilanjutkan dengan tahapan penebaran janji-janji yang aduhai. Pada tahapan ini Pilkada Aceh sekali lagi menunjukkan bahwa pesta demokrasi di daerah kita lebih memesona dibandingkan daerah lain. Jika calon kepala daerah di tempat lain hanya mampu berjanji akan memperbaiki pelayanan birokrasi yang lebih baik dari pemerintahan sebelumnya, misalnya, atau upaya mencari jalan keluar dari permasalahan banjir tahunan, maka calon kepala daerah di Aceh sudah pernah menjanjikan hal-hal yang absurd. Sebut saja salah satu contohnya tunjangan kesejahteraan berupa pemberian uang 1 juta/KK (Kepala Keluarga) bagi seluruh rakyat Aceh!. Barangkali pada Pilkada 2017 nanti kita akan diajak tinggal di Pluto oleh calon kepala daerah dalam bualan kampanyenya.

Tahapan selanjutnya adalah sebuah akhir yang anti-klimas: kekerasan fisik yang tidak jarang merenggut nyawa. Begitu mudahnya menebak tahapan-tahapan Pilkada Aceh dari satu periode ke periode selanjutnya. Bisa jadi hal inilah yang membuat rakyat Aceh sudah mulai apatis menanggapi pilkada. Sebenarnya tahapan Pilkada yang monoton tersebut juga akibat kurangnya partisipasi-partisipasi politik masyarakat Aceh dalam mengawal jalannya Pilkada. Kita belum belajar dari pengalaman, bahwa Pilkada periode sebelumnya tidak berjalan sesuai keinginan, maka hasilnya adalah pemenang Pilkada selalu orang-orang yang tidak mampu menjalankan pemerintahan sesuai harapan.

Jika setiap pemimpin yang terpilih dalam Pilkada adalah cerminan si pemilih, maka kita adalah pemilih yang telah salah pilih pada setiap pergelaran Pilkada. Kita bukan pemilih yang memberikan hak pilih atas dasar kesadaran diri sendiri, melainkan pemilih yang dimobilisasi oleh suatu kelompok politik tertentu untuk berpartisipasi saat Pilkada. Ini sejalan dengan pendapat Huntington (1994), bahwa partisipasi politik tidak hanya mencakup kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu atas keinginan sendiri, tetapi juga kegiatan yang dilakukan di luar kesadaran individu yang dimaksudkan untuk ikut serta dalam kegiatan politik seperti memberikan suara pada gelaran pemilu. Cara pertama dapat dinamakan partisipasi otonom, sementara yang terakhir disebut partisipasi yang dimobilisasi.

“Pemuda Baliho”

Satu lagi elemen masyarakat yang ikut memberikan kebosanan pada setiap pergelaran Pilkada di Aceh adalah pemuda baliho. Kaum ini muncul sebagai bagian dari alat peraga kampanye calon kepala daerah. Tidak lebih. Kaum ini biasanya terdiri dari pemuda-pemuda berusia produktif yang seharusnya memiliki peranan lebih penting dalam tatanan demokrasi dari sekedar menjadi tukang pasang baliho calon kepala daerah. Mereka adalah mitos dari ucapan Pramoedya Ananta Toer, bahwa pemuda adalah kalangan yang mampu menggerakkan sejarah, melakukan perubahan. Padahal jika disimak jejaknya dalam kejayaan sejarah perjuangan Indonesia dan juga Aceh, tokoh-tokoh muda selalu berada di garda terdepan dalam setiap perjuangan mempertahankan kedaulatan bangsa.

Onghokham (1977) menyebut bahwa kepemudaan dalam sejarah politik Indonesia selalu terkait dengan semangat penuh vitalitas dan revolusioner. Bahkan ada yang menempatkannya sebagai aktor sejarah yang berperan sentral karena posisinya dalam berbagai peristiwa selalu dramatis dan lebih seru daripada dunia politik dewasa. Menurutnya, orang muda yang disebut sebagai golongan pemuda merupakan motor dari revolusi yang tengah bergulir. Bahkan, peranan mereka mengalahkan peranan kaum intelegensia dan kelompok lainnya dalam kancah perpolitikan masa lalu.

Jika pada periode-periode masa lalu pemuda memegang peranan inti sebagai simbol nasionalisme yang revolusioner, oleh era media sosial peranan historis ini diubah menjadi simbol kemunduran revolusi kepemudaan yang menjijikkan. Bagaimana tidak, pemuda yang diharapkan menjadi bagian penting dalam upaya mengawal roda pemerintahan, justeru menjadi pesakitan dan nihil kontribusi. Peranan pemuda seperti sebelumnya betul-betul hanya tinggal sejarah.

Dalam konteks Pilkada Aceh, merekam kontribusi pemuda dalam setiap pergelaran Pilkada sama sulitnya dengan mencari pemimpin yang mempunyai visi misi yang jelas. Pemuda-pemuda yang mampu memberikan buah pikiran demi kemajuan demokrasi selalu lebih sulit ditemukan dibandingkan pemuda-pemuda yang tergabung dalam barisan sarjana muda pengangguran. Dengan segala atribut seperti yang tersebut di atas, maka kebosanan apalagi yang luput pada setiap pergelaran Pilkada Aceh?

Penulis Alumnus Antropologi Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe. Pegiat di Komunitas Panteu Menulis Pasee.

Tag: #Headlinepilkada
ShareTweetPinKirim
Sebelumnya

Terkait Dana Otsus, Propinsi Jangan Kebiri Kabupaten

Selanjutnya

Mengevaluasi Kinerja Guru Sertifikasi

BACAAN LAINNYA

Ilustrasi potret kemiskinan Aceh/FOTO/Hasan Basri M.Nur/aceHTrend.
Artikel

APBA 2021 Tidak Fokus Pada Pengentasan Kemiskinan?

Jumat, 26/02/2021 - 07:32 WIB
Marthunis M.A.
OPINI

Anggaran, Kemiskinan, dan Investasi Pendidikan Aceh

Kamis, 25/02/2021 - 12:26 WIB
Ilustrasi/Foto/Istimewa.
Artikel

Carut Marut Tender Di Aceh

Rabu, 24/02/2021 - 13:10 WIB
aceHTrend.com
Artikel

Aceh & Hikayat Som Gasien, Peuleumah Hebat

Senin, 22/02/2021 - 17:41 WIB
Dwi Wulandary
OPINI

Melek Teknologi dengan Mengenali Vektor Versus Raster

Senin, 22/02/2021 - 08:38 WIB
Ilustrasi Kemiskinan/FOTO/Media Indonesia.
Artikel

Aceh Tidak Miskin, Aceh Dimiskinkan!

Minggu, 21/02/2021 - 20:01 WIB
Muhajir Juli
Jambo Muhajir

Rokok Rakyat dan Cerutu Pejabat

Sabtu, 20/02/2021 - 16:57 WIB
Ilustrasi: FOTO/Jawapos.
Artikel

Gurita Korupsi Di Aceh, Siapa Peduli?

Jumat, 19/02/2021 - 12:18 WIB
Saiful Akmal
OPINI

Aceh Meutimphan: antara Kemiskinan dan Politik Peu Maop Gop

Jumat, 19/02/2021 - 09:37 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya

Mengevaluasi Kinerja Guru Sertifikasi

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Sufri alias Boing (kiri) saat melaporkan pengeroyokan terhadap dirinya, Kamis (25/2/2021). Foto/Ist.

    Pidato Rusyidi Keluar Jalur, Munawar Memukul Meja, Boing Dikeroyok di depan Ketua DPRK Bireuen

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rekam Pertengkaran Keuchik dan Menguploadnya ke Facebook, Ibu Muda di Aceh Utara Dijebloskan ke Penjara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dek Gam Dukung Langkah Mahfud MD Usut Dugaan Penyalahgunaan Dana Otsus Aceh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bermaksud Bertamu, M. Ali Temukan Adiknya Telah Menjadi Mayat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • MPU Kota Banda Aceh Keluarkan Tausiyah Larangan Merayakan Nataru

    196 shares
    Share 196 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

Pedagang minuman beralkohol jenis bir di Pantai Kuta, Bali. Johannes P. Christo/Koran Tempo.
Nasional

Perluas Bidang Usaha Terbuka, Investor Bisa Buka Usaha Produksi Miras di Empat Provinsi

Redaksi aceHTrend
28/02/2021

Warga Gampong Jijiem, Keumala, Pidie, Sabtu (27/2/2021) malam menyegel kantor keuchik setempat. Foto/Ist untuk acehtrend.
Daerah

Duga Banyak Penyimpangan, Warga Gampong Jijiem Kembali Segel Kantor Desa

Muhajir Juli
28/02/2021

Nasya
BUDAYA

Puisi-Puisi Nasya Febrila

Redaksi aceHTrend
28/02/2021

Alya Amira Asshifa
BUDAYA

Puisi Alya Amira Asshifa

Redaksi aceHTrend
28/02/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.