ACEHTREND. CO, Pidie Jaya – Ada rasa berat di hati saat Dek Nong mengatakan “Akak bek wo lee, tinggai hino mantong (Kakak jangan pulang lagi, tinggal disini saja).”
“Andai bisa, pingin lebih lama ada di Pidie Jaya, pingin bisa lebih lama lagi menemani anak-anak pengungsi.”
Perasaan itu disampaikan Asnidar, relawan medis Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI) setiba di Banda Aceh.
Hubungan relawan dengan pengungsi khususnya dengan anak-anak terjalin akrab dengan cepat. “Kami kerap bermain dengan mereka sehingga cepat terjalin hubungan kasih sayang, ” sebut Asnidar.
Salah satu yang membuat Asnidar terkesan adalah saat permainan di isi dengan bernyanyi. “Lagu dara aceh, lirik dan syairnya enak, membawa kegembiraan, anak-anak juga suka, ” tambahnya.
“Dara aceh, dara aceh, muka reumeh, beurajan masa/ miseu buleuen di malam peutblah, meunan keuh ceudah si aneuk dara/… ”
Dek Nong (7) dalam amatan Asnidar adalah salah satu anak yang ceria. Dia selalu ingin tahu apa saja yang dilakukan oleh relawan. “Dek Nong juga selalu bertanya jika kami hendak ke satu tempat, ho jak kak, tanyanya seperti tidak mau kehilangan kami, ” kisah Asnidar.
Menurut Asnidar, anak-anak pengungsi karena gempa di Pidie Jaya masih sangat perlu untuk dipulihkan psikologi mereka. Gempa kuat dan berulang membuat mereka dilanda rasa cemas. “Mereka juga perlu diberi pengetahuan mitigasi bencana sesuai dengan umur mereka, ” katanya.
Asnidar yang bertugas sebagai relawan medis di daerah Rhieng Krueng, Meureudu, Pidie Jaya juga mengusulkan pentingnya pemberdayaan ekonomi keluarga di gampong-gampong. “Masa depan anak-anak di gampong perlu dukungan keluarga yang secara ekonomi tidak bermasalah, ” tambahnya.
Berdasarkan amatannya, gempa membuka kesempatan kepada pihak luar untuk mengetahui perkembangan Aceh paska konflik dan tsunami. “Ternyata, Aceh di gampong-gampong belum begitu terberdayakan, padahal publik nasional tahu aliran dana pembangunan yang masuk ke Aceh sangat besar, ” sebutnya.
Ia berharap, pemerintah di Aceh segera mereformasi mentalitas dalam membangun. “Malee teuh menyo Aceh uroe nyoe saban cit dengon Aceh masa uroe jeh, rakyat meukuwin lam kepapaan, ” pungkasnya.
Asnidar dan rekan-rekan relawan dari HASI sebenarnya lebih fokus ke kerja-kerja layanan medis. Pada saat tiba di Pidie Jaya, 9/12, HASI fokus pada pelayanan medis kepada korban gempa yang berada di tenda-tenda pengungsi.
Sebagaimana disampaikan di website, HASI merupakan sebuah lembaga sosial yang bergerak untuk pelayanan kesehatan di wilayah konflik dan bencana alam yang terjadi dalam lingkup nasional maupun internasional.
Dengan motto, “Melayani Tanpa Memilih Membantu Yang Menderita“, maka HASI mengembangkan pola pelayanan bantuan kemanusiaan untuk korban bencana alam dan bencana kemanusiaan lainnya, baik bersifat klinik berjalan, pengobatan gratis maupun bakti sosial.
Dalam penanggulanagan bencana alam, HASI aktif sejak gempa di DIY dan Klaten pada tahun 2006, kemudian banjir di sepanjang Bengawan Solo dan tanah longsor di Tawangmangu pada tahun 2008, gempa di Tasikmalaya (Jawa Barat), dan Padang (Sumatera Barat) tahun 2009, Banjir di Bandung pada tahun 2010 dan bencana gunung Merapi meletus di Magelang pada tahun 2010/2011, serta banjir bandang Ciamis Jawa Barat 2011.
Ditingkat internasional, HASI terlibat aktif dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada mereka-mereka yang membutuhkan seperti di Suriah, Gaza-Palestina, Rohingya dan kawasan-kawasan lain yang mengalami bencana kemanusiaan. []