Selat Malaka tidak begitu gaduh. Ombaknya terlihat santai walau tidak sangat tenang. Camar tak terlihat, entah kemana mereka sore ini? Sepasang remaja tanggung bersantai di pinggir pantai. Mereka sibuk swa foto dengan gaya termanis yang pernah dimiliki.
Mendung bergelayut manja di ufuk barat. Tepi pantai Jangka, Bireuen, Minggu (15/1/2017) dibekap dingin, walau tak menusuk tulang. Semburat sunset tidak terlihat sama sekali. Awan hitam yang mengandung hujan, telah menutup sempurna bumi sebelah barat.
Seorang bocah lelaki berusia sekira empat tahunan, berlari ragu di bibir pantai. Ia menatap ombak dengan mata berbinar. Seperti ada keinginan untuk terjun ke dalam gelombang air yang datang mencium pantai dan segera undur diri dalam waktu berbilang detik.
Bocah kecil itu tertawa girang sembari berlari menuju daratan. Ia mengira, ombak yang menjilati bibir pantai, sedang bercengkerama dengannya. “Laut kejar Abang, Abang tak mau basah,” kata bocah polos itu sembari meminta izin kepada ibunya agar diperbolehkan mandi.
Lima meter dari posisi bocah lucu itu, sepasang remaja tanggung dengan dandanan kekinian duduk berdekatan di dua kursi yang berbeda. Si perempuan yang berusia belasan tahun, sesekali mematut diri di depan cermin mini bulat yang sedari tadi digenggamnya. Mungkin ia ingin terlihat sempurna di depan sang pangeran yang juga masih sangat muda . Sang pangeran sendiri, sibuk memainkan tongsis. Berkali-kali ia manyun di depan kamera hp cerdas dari kelas low end.
Ketika menemukan posisi yang pas, ia pun meminta sang kekasih untuk merapatkan badan.
Cekrek! Cekrek!
Mereka pun berfoto dengan berbagai style, tanpa beranjak dari tempat duduk masing-masing. Sejoli ini tidak peduli pada tingkah normal sepasang suami istri yang duduk di atas pasir sembari menyicipi kacang rebus yang dua hari lalu bahan bakunya dipasok dari Sumatera Utara.
Lima meter dari sejoli yang sedang kasmaran itu, tiga dara usia matang sibuk membicarakan perihal jodoh. Sembari tertawa terbahak-bahak. Ada kelucuan tersendiri ketika para jomblower berkumpul. Mereka asyik mengutuk manusia yang pacaran dengan ragam kalimat satire yang mengocok perut.
Lima meter dari tempat mereka duduk, sepasang suami istri dengan tiga orang anak, sedang terlibat pembicaraan serius soal harga ikan yang kian melambung dalam dua bulan terakhir. Pada akhirnya mereka sepakat untuk mengurangi jalan-jalan dan tetap mempertahankan kebiasaan makan ikan dengan tanpa harus mengencangkan tali pinggang.
***
Manusia yang menyemut di pinggir pantai pun mulai beranjak pulang. Di mesjid sekitar pantai, para marbot sudah pun menghidupkan tipe recorder yang berisi tilawah Quran. Camar tetap tak muncul. Sejoli yang sedang kasmaran melipat tongsis dan pamit pada pantai.
“Nanti Abang jemput. Abang cari balon warna-warni dulu untuk ngerayain ultah Adek,” kata si selaki.
“Macacih cayang,” jawab si perempuan dengan pola lidah tak beraturan. Sepertinya indera pengecap gadis itu keseleo. []