Melihat topik di atas, bukanlah asal rakaan penulis sendiri, tetapi terlebih dahulu memikir dan mempertimbangkan secara matang, mengingat permasalahan tersebut banyak terjadi di lapangan sekarang ini. Seorang berpendidikan rendah bisa menduduki jabatan yang tinggi, bila mempunyai relasi dan lobi. Begitu juga sebaliknya, seorang sarjana dan bahkan master sekalipun, menduduki jabatan di bawah bila tidak mempunyai relasi dan lobi. Percaya atau tidak begitulah realitanya, karena ini zaman relasi dan lobi.
Pernyataan di atas, bukanlah hal baru, tetapi sudah lama didiam-diamkan, mungkin karena takut mengkritisi kebiasaan tersebut atau praktik relasi dan lobi sudah mendarah daging dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Beraneka ragam lowongan pekerjaan di Aceh ini, namun ketika mengikuti tes dengan syarat yang lengkap, nilai memuaskan tapi dapat digeser orang lain yang mempunyai relasi dan lobi. Ironinya lagi, orang yang tidak ikut tes pun dapat lulus. Terlebih ketika tes PNS, akan muncul slogan di tengah-tengah masyarakat “sogok menyogok tanpa menyogok tidak akan lulus”.
Tidak hanya itu, sebagian mereka yang merasa banyak uang, mencari dalih untuk menghalalkan cara tersebut, banyak di antara mereka berkata “ini zaman sogok menyogok, tanpa sogok tidak akan lulus”. Dengan bangganya mengatakan itu, padahal perbuatan tersebut tidaklah baik, secara kehidupan sosial, perbuatan itu tidak terpuji, karena telah mencuri hak orang lain yang seharusnya lulus. Sedangkan dalam ajaran agama Islam perbuatan itu amat dibenci dan diberi ancaman masuk ke dalam api neraka. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad “Rasulullah Saw melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap”. (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Praktik yang telah lama hidup di tengah masyarakat Indonesia, khususnya Aceh, seharusnya perlu diubah dari sekarang, agar dapat meraih cita-cita yang diimpikan. Sebab jika tidak, maka setinggi apapun cita-cita yang ingin diwujudkan tidak akan dapat dicapai, bagaimana dapat mencapainya, sementara para karyawan yang bekerja tidak ahli dibidangnya. Maka sudah tentu pekerjaan yang dilakukan akan amburadur seperti kapal yang diluluhantakan gelombang.
Namun, bila pekerjaan itu diberikan kepada ahlinya, maka hasilnya sudah tentu maksimal seperti mana diharapkan.
Nah, jika selama ini negeri Indonesia, khususnya Aceh masih ngetrendnya mempraktikan perekrutan karyawan, stap dan pejabat tinggi berdasarkan relasi dan lobi, maka ubahlah dari sekarang, sebelum roda pemerintahan hancur lebur di tangan orang-orang yang tidak ahli dibidangnya.
Kebiasaan yang Salah
Kebiasaan yang salah selama ini adalah ketika seseorang hendak melamar pekerjaan pada suatu lembaga, tidak dapat diterima bila tidak mempunyai relasi dan lobi. Bahkan ada lembaga tertentu ketika memasukan sebuah lamaran, akan ditanyakan “ada orang dalam”? “Siapa memberi rekom”? Pernyataan ini bukan dikarang-karang penulis, bahkan ada beberapa teman bercerita kepada saya bahwa praktik demikian tidak hanya terjadi di istansi pemerintahan tetapi juga pada beberapa lembaga lainnya, seperti perguruan tinggi.
Mendengar pernyataan tersebut terkadang ada benarnya juga, melihat fakta di lapangan, berapa banyak karyawan dan staf bekerja di sebuah perguruan tinggi hanya berdasarkan relasi dan lobi. Padahal bila melihat tugas yang diembannya, tidak sesuai dengan kapasitas ahli yang dimilikinya.
Begitu juga dipemerintahan, berapa banyak para pejabat Negara yang mengambil stafnya dari orang-orang terdekat dengannya, berkompeten atau tidak urusan belakang. Sehingga hasil yang didapatkan seperti jauh panggang dari api, artinya pekerjaan tidak siap-siap, cita-cita tidak kesampaian, hak-hak masyarakat terabaikan. Mereka sengaja memberikan mandat bagi sanak family-nya, demi membangun sebuah dinasti di mana kadis dan kabag-kabagnya semua orang-orang yang terdekat dengannya.
Berbeda lagi perekrutan tenaga kontrak dengan jumlah yang luar biasa, mutasi yang sering dilakukan, disebabkan dipengaruhi sebagaiannya oleh ketidakcocokan ideologi mereka, dan masih banyak yang lainnya.
Mestinya pemerintah Aceh sadar. Bila Mantan Gubernur Banten Mbak Atut Ghosiah telah kandas membangun dinastinya oleh panggilan KPK, mengapa tidak mengambil pelajaran darinya? Haruskah menanti kedatangan KPK menjemput? Sampai kapan praktik Nepotisme ini hilang dipemerintahan Aceh?
Ubah Sekarang Juga
Tanah Serambi Mekkah dapat berjaya bila praktik perekrutan tenaga kerja tidak lagi didasarkan pada relasi dan lobi. Artinya bila masih mengedepankan relasi dan lobi, tidak usah mengumumkan perekrutan tenaga kerja di media baik elektronik atau cetak.
Tidakkah pernah berpikir betapa susahnya mereka datang dari kampung halaman untuk mendaftar, ratusan ribu uang mereka habis, les dan lain sebagainya dengan harapkan dapat lulus dan diterima? Alangkah berdosanya kalian, bila kelulusan seseorang digeser karena adanya sogokan orang lain, saudara, lobi dan lainnya.
Maka dari itu, robah sekarang juga. Sebab, praktik ini telah menghilangkan nilai-nilai kejujuran yang telah lama diajarkan agama dan juga pendahulu kita.
Akhirnya, dipenghujung tulisan ini, penulis berharap agar kita semua, khususnya pemerintahan Aceh sekarang dan ke depannya dapat memperbaiki sistem pemerintahan dengan mengutamakan kualitas para karyawan, stap dan pejabat tinggi di Aceh sesuai dengan bidangnya, tidak mengedepankan relasi dan lobi.
Agar roda pemerintahan Aceh dapat berjalan lancar untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.