Masih menarik membahas kenduri politik Aceh Februari 2017. Banyak kita saksikan dinamika perpolitikan Aceh selama ini. Mulai dari kalimat sarkasme hingga lelucon yang menjadi viral di media cetak, online, dan elektronik.
Namun ada satu hal yang menarik walaupun tak menarik bagi yang lain. Peran perempuan dalam pilkada Aceh 2017 terutama pilgub. Bila kita saksikan dan cermati hanya dua perempuan yang terlibat dalam perhelatan tersebut. Adalah Inayati dan Darwati yang selalu bersama suami dalam setiap momen kampanye.
Peran mereka cukup pantas kita apresiasi, dibandingkan dengan dengan perempuan kandidat paslon lainnya. Perempuan-perempuan paslon tidak begitu tampak andil bagi kemenangan para suami. Beda dengan keduanya yang selalu mendampingi suami dan aktif kampanye.
Perempuan dalam politik memang masih tabu dalam masyarakat kita. Lihat saja dalam setiap momen politik, baik legislatif maupun eksekutif. Keterwakilan perempuan dalam legislatif masih minor sekali, konon lagi dalam eksekutif.
Menarik bila para perempuan paslon diikut sertakan dalam proses pilkada, mereka juga berdebat layaknya para suami mereka dipentas politik. Kita percaya bahwa dibalik koruptor ada perempuan yang bergaya hidup mewah, walaupun adagium itu masih hipotesis, bisa saja salah besar. Demikian juga sebaliknya, mereka yang tampil di panggung politik dengan segala keunggulan dan nilai positif, juga karena ada istri hebat di belakang mereka.
Rakyat Aceh terutama saya butuh pemikiran dan langkah mereka bila nantinya menjadi perempuan nomor satu dan dua. Bagaimana dengan kandidat yang memiliki istri lebih dari satu, soal tekhnis itu bisa ditentukan internal para istri. Terpenting adalah bagaimana perempuan-perempuan itu mampu menjadi pendamping Gubernur dan Wakil selama 5 tahun.
Jika debat kandidat istri paslon Gubernur dan Wakil tidak bisa dilaksanakan tahun ini, harapannya ke depan menjadi pertimbangan otoritas pembuat relugasi pilkada Aceh. Peran perempuan paslon Cagub dan Cawagub bukan hanya penikmat gaji suami namun lebih dari itu menjalani proses politik.
Tentu saja peran perempuan dalam proses sebelum dan setelah terpilih seorang gubernur sangat signifikan. Merekalah yang nanti paling intim membisikan sesuatu, kalaupun tak dianggap setidaknya akan berpengaruh bagi kebijakan seorang gubernur.
Fakta sejarah memaparkan bagaimana Soeharto menjadi lemah ketika ditinggal istri tercinta. Masih banyak fakta sejarah lain yang mengungkapkan bagaimana seorang perempuan sangat berpengaruh dalam kepemimpinan seorang laki-laki.[]