ACEHTREND.CO, Banda Aceh – Terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Permohonan kami dalam putusan No 17/PHP.BUP-XV/2017 yang menolak permohonan dari Said Syamsul dan M Nafis A Manaf karena tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) telah kami terima.
Namum dalam putusan ini menjadi peringatan bagi pemerintah Aceh tentang Ke Khususan Aceh dalam UU No 11 tahun 2006 tentang Pemeruntahan Aceh. Dalam putusan ini, MK kembali menegaskan bahwa keistimewaan Aceh merujuk pada Pasal 3 UU No 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Aceh yang meliputi: Penyelenggaraan Kehidupan Beragama, Penyelenggaan kehidupan Adat, penyelenggaraan pendidikan dan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah.
“Penegasan ini juga terdapat dalam Putusan Nomor 35/PUU-VIII/2010 tanggal 30 Desember 2010, putusan No 31/PHP.GUP-XV/2017, Putusan Nomor 83/PUU-XIV/2016,” kata Safwruddin, Kuasa Hukum Said Syamsul dan M Nafis A Manaf
Jika membaca putusan MK tersebut, maka ini menegaskan bahwa di luar dari kewenangan istimewa tersebut dalam pasal 3 UU No 44 tahun 1999 tidak menjadi hak Aceh sebagai Provinsi dengan Otonomi Khusus.
Safaruddin mengingatkan, Pemerintan Aceh dan DPRA harus segera menegaskan terhadap status Aceh, apakah daerah Istimewa atau kah Daerah Khusus, karena UU No 11 tahun 2006 sendiri tidak jelas sebagai UU apa di sebut, seperti hal nya UU No 29 tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, UU No 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Yogyakarta, dan UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, sedangkan Aceh hanya di sebut sebagai UU tentang Pemerintahan Aceh yang memang di atur berbagai kewenangannya secara khusus, namun jika membaca kembali dalam beberapa Putusan MK tersebut maka keistimewaan Aceh hanya di akui sejauh tersebut dalam pasal 3 UU No 44/1999.
Jika hal ini di abaikan maka seluruh kewenangan khusus Aceh dalam UUPA seperti kewengan terhadap Pertanahan, Rekruitmen KIP oleh DPRA/DPRK, persetujuan Gubernur terhadap pengangkatan Kapolda dan Kajati, pengelolaan Bandara dan pelabuhan juga berbagai kewenagan lainnya dapat di amputasi oleh MK karena tidak termasuk dalam pasal 3 UU 44/1999.
“Untuk itu kami meminta agar Gubernur dan DPRA segera melakukan langkah konkrit terhadap hal ini karena bias berdampak luas terhadap kewenagan Aceh,” warning Safaruddin, Selasa (4/4).