ACEH dianugerahkan kesuburan tanah yang hampir merata, sehingga secara umum hampir semua komoditi dapat tumbuh baik, meskipun ada beberapa wilayah dengan tingkat perbedaan untuk kesesuaian komoditi. Anugerah kesuburan ini harus dioptimalkan penggunaannya dengan keilmuan dan menciptakan kondisi pemungkin untuk dilaksanakan secara maksimal. Disamping kesuburan, jumlah tanah yang berpotensi untuk digarap juga cukup besar. Berdasarkan data statistik, penggunaan lahan di aceh terbagi seperti berikut:
Perkampungan; 152.275 ha (2,69 %), Industri; 2.096 ha (2,69), Pertambangan; 180.000 (3.17 %), Persawahan 324.118 ha ( 5.71 %), pertanian tanah kering semusim 598.286 ha (10,54 %), kebun; 250.752 ha (4.42 %), perekebunan; 1.065.350 ha (18.77 %, padang; 130.000 ha (2.29 %), hutan 2.270.080 ha (39.99 %), perairan darat 206.741 ha, 3.64 %, tanah terbuka 8.833 ha (0.09 %), Lainnya 789.171 ha (8.67 %).
Dari data penggunaan lahan tersebut, jelas Aceh memiliki peluang yang cukup besar untuk mengembangkan sektor pertanian secara umum untuk kesejahteraan rakyat. Dalam tulisan edisi yang lalu penulis menguraikan potensi pisang barangan (ayam) “asoe mirah” dengan angka penghasilan yang fantastis apabila dibudidayakan dengan metode yang tepat.
Kali ini, penulis mencoba menguraikan potensi lain yang sangat besar peluang budidayakan secara massif di Aceh, yakni jeruk Dekopon. Jeruk ini berasal dari negeri sakura jepang, selain rasa buahnya yang manis kulit buahnya pun terasa manis, ditambah lagi jeruk tersebut merupakan jeruk non biji yang memungkinkan bobot buahnya mencapai 1,3 kg. Di Aceh dikenal dengan sebutan “Jeruk Tampok”, jeruk asli dari Aceh ini, dahulu banyak ditanam di wilayah Aceh Timur, jeruk ini bercirikan buahnya besar, berjambul pada bagian kepala dan rasanya sangat manis. Pada masa penjajahan jepang, sekitar tahun 1942-1943, Jeruk Tampok dibawa ke Jepang untuk diikembangkan dinegaranya dan di Jepang dikenal dengan nama Jeruk Dekopon.
Untuk saat ini, inilah jenis jeruk terbaik dan termahal didunia. Jeruk dari kategori Oriental Orange ini matang sempurna dengan warna Orange menyala dengan Jambul yang sempurna. Untuk sementara waktu, jeruk ini masih sulit diperoleh di pasar-pasar tradisional karena ketersediaannya masih terbatas, penggemar jeruk hanya dapatnya memperoleh di mall besar di kota-kota dengan harga yang masih sangat mahal antara 70.000 hingga 100.000 per kg. Malahan ada satu posting berita di Jepang yang menyebutkan 6 buah jeruk ini dihargai Rp. 1.000.000. Hasil penelusuran tim kami, Aceh Agro Creative Coops, PT. Mitra Agro Creative dan Tropical Agriculture Center (TAC) masih menemukan beberapa batang jeruk ini di Aceh timur. Gabungan tiga lembaga ini telah memperbanyak bibit jeruk ini dengan Teknologi Kultur Tunas, dan kini hampir 50.000 bibit di Aceh sudah siap untuk ditanaman.
Dari berbagai penelusuran dan proyeksi kebutuhan jeruk segar di sejumlah negara maju dan berkembang dibutuhkan 100 juta ton jeruk pertahun. Untuk mencapai kuota ini, dibutuhkan lahan 1 juta ha, untuk sementara budidaya Jeruk ini masih sangat terbatas di Jawa Barat, kurang dari 5000 ha.
Teknik budidaya jeruk ini sama dengan jenis lainnya, malahan jeruk ini bisa dikembangkan didataran tinggi 700 DPL lebih dan juga bisa dikembangkan di wilayah rendah. Kelebihan wilayah tinggi buahnya bisa mencapai 1,3 Kg per biji sementara di dataran rendah mencapai 0,5 kg, dengan rasa yang lebih manis.
Berdasarkan data-data penggunaan tanah yang disebutkan di atas, Aceh punya potensi untuk pengembangan kebun sangat luas. Jadi Aceh mempunyai kesempatan menjadi eksportir jeruk Dekopon dengan jumlah yang banyak. Secara historis, tanaman ini sudah terbukti tumbuh dan berkembang dengan baik dan memasyarakat di Aceh Timur. Hasil kajian tiga lembaga diatas juga berkesimpulan bahwa Agroklimat Aceh juga sangat cocok untuk pengembangan jeruk ini di seluruh wilayah Aceh.
Nilai Ekonomi yang Sangat Tinggi
Dengan budidaya, konventional yang sudah diprkatekkan oleh petani Ciwedey, Jawa Barat, setiap batang jeruk akan menghasilkan 20-30 kg per ha, sementara metode fisiology rejuvenation, jeruk Dekopon ini dapat ditanami sekitar 1000 batang per ha yang diprediksikan produksinya mencapai 70-100 kg per batang atau 70 s/d 100 ton per ha. Nilai ekonomisnya bisa dijumlahkan sendiri oleh pembaca.
Sudah tiga komoditi penulis uraikan untuk menjawab persoalan pertanian Aceh, Kakao, Pisang Ayam Asoe Mirah dan Jeruk Dekopon (Tampok), dan satu tulisan selanjutnya, penulis akan uraikan soal lada atau merica. Seandainya 4 komoditi ini akan menjadi prioritas semua stakeholder pertanian Aceh, tidak kurang 150 triliun per tahun uang akan beredar di Aceh, dengan estimasi angkatan kerja 120.000 orang. Jeruk Dekopon tidak hanya bernilai ekonomis tinggi, tetapi juga melestarikan jeruk “tampok” Aceh yang hampir punah. Kiban, na hawa?!