ACEHTREND.CO, Banda Aceh – Apakah rezim Irwandi – Nova akan dihadang oleh kekuatan politik di DPR Aceh?
Pertanyaan ini wajar mengingat rivalitas di musim Pilkada 2017 belum menunjukkan tanda-tanda akan sirna.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang mematahkan gugatan pasangan calon Muzakir Manaf dan TA Khalid malah disikapi dengan perlawanan. Salah satu, pengajuan mundur Tgk Azhari, S.Pi dari anggota DPRA.
Bahkan, sinyal Ketua Fraksi Partai Aceh, Kautsar yang siap berkoalisi dengan rezim pemerintahan Irwandi – Nova untuk membangun Aceh lebih baik langsung dipadamkan oleh Ketua Umum DPA Partai Aceh, Muzakir Manaf. Sayangnya, Mualem juga belum memiliki sikap yang tegas karena merasa masih perlu berembuk dengan partai pendukung atau Koalisi Aceh Bermartabat.
Inilah masalahnya, kekuatan Mualem bukan kecil. Di politik, kekuatan mereka di DPRA mencapai 51 kursi. Sementara kekuatan Irwandi-Nova di DPRA hanya 13 kursi. Jika pun digabung dengan kekuatan partai pendukung Tarmizi Karim, 17 kursi maka masih saja di bawah kekuatan Mualem.
Opisisi
Itu artinya, di atas kertas pilihan non pendukung Irwandi – Nova untuk menjadi oposisi sangat mungkin, dan jika arah politik ini diambil maka otomatis pemerintahan Irwandi – Nova akan mengalami kesulitan dari segi perjuangan anggaran dan regulasi di tingkat Qanun.
Hanya saja, untuk menjadi oposisi yang cerdas, kuat dan berwibawa membutuhkan daya tahan yang prima. Bukan hanya mampu menahan diri selama lima tahun terhadap “godaan” keuangan dan kekuasaan, tapi juga harus memiliki gagasan yang lebih untuk mematahkan program unggulan yang bakal diajukan pemerintah terpilih.
Setiap pemerintah mengajukan program dan anggaran serta regulasi, maka pihak oposisi harus mampu menandingi program, anggaran dan regulasi bayangan untuk menyakinkan bahwa apa yang ditawarkan oleh pemerintah tidak masuk akal, banyak akal bulusnya, dan ragam kekurangan lainnya.
Pihak oposisi juga harus melakukan langkah politik berani, yaitu mematikan dana aspirasi sehingga berlaku adagium “keu ke bek, keu kah pih bek.” Dengan matinya dana aspirasi yang disertai pengawasan melekat terhadap pembangunan maka seluruh saluran yang mensejahterakan pejabat dan politisi yang bakal mendukung rezim pemerintah menjadi hilang sama sekali. Ini berguna untuk memutus sumber pendanaan politik semua pihak, terkhusus politisi yang bakal berpindah dukungan ke pihak rezim penguasa.
Jika pilihan ini mampu dijalani dengan sabar dalam periode lima tahun ke depan, penderitaan politik akibat sikap oposisi pasti akan menghasilkan berkah pada waktunya, apalagi jika rezim Irwandi – Nova berhasil terpeleset dalam perilaku korupsi dan ragam kasus lainnya.
Koalisi
Sebaliknya, jika semua “derita politik” akibat oposisi tidak mampu dijalani, maka hanya ada pilihan, berkoalisi. Dengan modal 29 kursi ditambah 13 kursi maka rezim Irwandi – Nova akan menjadi mayoritas, mengalahkan kekuatan politik lainnya, dan jika pun kekuatan Golkar, NasDem, PAN, PPP, PKS, Gerindra, PBB, PKPI bersatu membuat poros perlawanan tersendiri maka belum juga mampu mengimbangi.
Itu artinya, berkoalisi dengan rezim Irwandi – Nova akan melengkapi kemenangan bersama. Artinya, Irwandi sebagai pemenang pertama dan Mualem sebagai pemenang kedua di Pilkada 2017 akan sama-sama menang.
Kemenangan Irwandi Yusuf menjadi nakhoda di eksekutif sedangkan kemenangan Mualem menjadi nakhoda di DPRA. Dua kemenangan ini menjadi penting untuk memastikan program terbaik yang ada pada kedua elit (Irwandi – Mualem) dapat direalisasikan.
Hanya saja, baik pilihan berkoalisi atau beroposisi pasti akan menghendaki reformulasi dikalangan DPRA. Tidak mungkin komposisi yang ada saat ini dipertahankan, sebab ini menyangkut arah politik. Jika pilihannya oposisi politik, maka komposisi di puncak atas di DPRA perlu dipertahankan, dan komposisi di bawahnya perlu disegarkan.
Sebaliknya, jika arahnya adalah koalisi maka semua tingkatan di DPRA mengharuskan untuk direformulasi guna memastikan iklim berkoalisi dapat terbangun.
Dan, apapun pilihannya sudah pasti dalam beberapa bulan ini dan paska pelantikan gubernur baru, detak jantung wakil rakyat dari Partai Aceh akan berdetak kencang. Ini artinya, posisi Mualem akan kembali menjadi sentral, dan kemanapun Mualem bergerak pasti akan diikuti oleh berbagai pihak.
Bagaimana posisi politik Irwandi – Nova? Dalam semua situasi, hanya ada satu pilihan, terus meraih dukungan dan simpati rakyat lewat kegiatan-kegiatan yang menyentuh dan merekat kebersamaan, dan terus memicu adrenalin teamwork dan partai pendukung untuk terus menghadirkan rencana dan aksi yang mendapat penilaian positif berbagai pihak. Sikap dan respon politik akan baru jelas paska kongres PNA, 1-2 Mei 2017. Bisa jadi, Irwandi akan menggelorakan perlawanan, atau sebaliknya akan merapat dalam gelombang politik di DPRA agar pukulan politik lebih sulit dilakukan.
Melakukan langkah-langkah buruk, seperti membiarkan tim pendukung melakukan aksi tidak terpuji, pada akhirnya akan terbangun image, saban cit, dan jika ini terjadi maka usai sudah proteksi publik, dan ini artinya pintu masuk bagi lawan politik untuk melakukan serangan.
Begitu juga dengan pendukung Irwandi – Nova harus siap-siap jika masuk tim pendukung baru sebab tarian politik sudah berubah. Jika ada yang tergeser dan tercampak, harus kembali siap dengan sengenap kenangan di musim Pilkada. Ini politik, seperti sinetron, lain cerita lain pula pemerannya. []