ACEHTREND.CO, Banda Aceh- Dalam percakapan telepon yang berlangsung sekitar 15 menit, Rafly bercerita banyak hal tentang masa depan Aceh. ia mengaku sedih melihat kondisi saat ini. Dengan suara serak seperti menanggung derita menahun, pelantun lagu Hasan Husen itu mengajak sesiapapun untuk mewaqafkan hati untuk Aceh.
Gawai pintar aceHtrend berdering dengan nada standar bawaan pabrik. Nama yang muncul dilayar hp, adalah lelaki yang dua bulan lalu juga menelpon. Rafly Kande, begitulah nama yang tersimpan di buku telepon.
“Assalamualaikum warahmatullah, Dek, ini Bang Rafly. Apa kabar, bagaimana keadaaannya sekarang, sehat?,” tegurnya dari seberang telepon, Kamis (4/5/2017).
Perbincangan seremonial seumpama dua sahabat yang lama tidak bertemu, pun mengalir. Terkadang tertawa, senyum kecut, prihatin, bercampur aduk dalam pembuka diskusi online itu. Hingga akhirnya Rafly pun mulai pada temanya yang khusus. Ia gelisah melihat Aceh. Mulai dari sektor pendidikan, politik, hukum, hingga agama, penuh dengan berbagai dinamikan yang kian tidak sehat. “Kita sedang tidak berada pada kondisi stabil. Aceh sedang dalam masalah besar. Moral bangsa ini bermasalah. Hampir semua pihak mengurus Aceh dengan mengedepankan nafsu amarah semata. Kita tidak lagi bisa duduk untuk membicarakan masa depan Aceh. Karena banyak yang hanya mau membicarakan masa depan dirinya sendiri, dengan mengabaikan orang lain,” ujar Rafly dengan suara berat.
Salah satu hal yang sangat membuat duka kian mendalam di hati sang seniman etnik itu, yaitu fenomena lulusan sekolah menangah yang kian menggila begitu lulus UN. Perilaku mereka selain menimbulkan keresahan baru di tengah masyarakat yang berperadaban, juga semakin jauh dengan nilai-nilai Aceh. “Corat-coret baju, konvoi ugal-ugalan di jalan, eforia hingga malam hari dengan berkeliling bercampur baur laki-laki dan perempuan dengan penampilan yang, Masya Allah. Mau dibawa kemana generasi Islam Aceh ke depan. Kenapa cara bersyukurnya sudah semakin jauh dari norma keacehan dan nilai Islam?,” kata Rafly, masih dengan nada masygul.
Kepada aceHtrend, Rafly berkata bahwa untuk hal tersebut ia sudah mengkomunikasikan dengan Gubernur Aceh terpilih Irwandi Yusuf. “Kami sudah bincang banyak hal dengan beliau. Abang sampaikan semua gagasan yang ada dan alhamdulillah Pak Irwandi meresponnya dengan baik,” kata Rafly.
Banyak hal yang disampaikan olehnya. Nada suara terkadang meninggi, acapkali pula tiba-tiba menukik tajam turun ke level yang sangat rendah. Ia seperti sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Segala keresahan, kegalauan dan uneg-uneg, disampaikan dengan kalimat penuh nuansa kecintaan terhadap Aceh, yang berkali-kali disebut oleh Rafly sebagai negeri para aulia.
“Abang sedih, Dek. Banyak orang yang mengaku mencintai Aceh, tapi gagal mewaqafkan hatinya untuk negeri ini. Seringkali yang dihibahkan berupa kemarahan, kerakusan, ketamakan dan kebencian. Aceh bergelimang hasut, iri, dengki, ketidaksopanan, kebengisan. Duh, Abang sepertinya sedih melihat kondisi ini. Kenapa-kenapa?,” gugatnya lagi.
Rafly menyebut beberapa hal yang berupa kasus yang menurutnya perilaku ku’eh ureung Aceh. Selalu mencoba menenggelamkan berlian-berlian yang bermunculan dan memiliki gagasan-gagasan yang baik bagi Aceh. Lagi-lagi, ia merasa sangat dilematis. “Pada akhirnya, setiap orang bisa mengatakan akan membangun Aceh, tapi selama ia masih menyimpan bara amarah dan ketamakan, sesungguhnya ia tidaklah membantu negeri ini. Untuk membangun negeri ini, kita semua harus mewaqafkan hati untuk Aceh. Siang dan malam kita peras keringat dan pengetahuan untuk membangun Aceh dengan rasa ikhlas, tanpa sedetikpun ingin mencuranginya,” kata Rafly.