ACEHTREND.CO, Meulaboh- Ratusan massa dari istri dan anak-anak nelayan Aceh Barat, Senin (8/5/2017) mengepung kantor Pengadilan Negeri Meulaboh. Mereka mengawal sidang perdana enam nelayan terkait kasus dugaan penyalahgunaan alat tangkap di peraian Aceh Barat.
Dalam Aksi tersebut, massa juga menuntut pihak pengandilan negeri menghentikan proses hukum serta membebaskan ke enam nelayan yang ditangkap Kepolisian Air dan Udara (Pol Airud) Polda Aceh, pada 23 Maret 2017 lalu, karena penangkapan tersebut dianggap unprosedural.
Ketua komunitas nelayan tradisional meulaboh, Indra Jumpa dalam orasinya mengungkapkan, penangkapan enam nelayan tidak berdasarkan atau mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
“Pihak kejaksaan dan pengandilan sudah buta mata, tidak nampak prosedur hukum yang berlaku. Kami sangat kecewa kepada penegak hukum di negeri ini” ungkap Indra.
Ia menjalaskan, tindakan penangkapan enam rekannya tersebut tidak sesuai dengan surat edaran Kementerian Perikanan Republik Indonesi, Tentang pendampingan penggantian alat penangkapan ikan yang dilarang beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan negara republik indonesia.
Menurut Indra, surat edaran yang ditetapkan pada tanggal 3 Januari 2017 tersebut, agar para pihak yang terkait dengan kalautan, termasuk penegak hukum untuk melakukan pendampingan terhadap nelayan dalam mengganti alat tangkap yang ramah lingkungan dengan masa waktu selama enam bulan. Bukan melakukan tindakan penangkapan.
“Sebagai warga kecil, kami nelayan di Aceh Barat juga berhak memperoleh keadilan sesuai edaran tersebut. Bukan menerima perlakuan sewenang-wenang,” katanya.
Pantauan aceHTrend, sejak pagi, massa dari nelayan Aceh Barat, istri enam terdakwa dan anak-anak mereka sudah berkumpul di depan pengadilan negeri Meulaboh, desa suak indrapuri, kecamatan johan. Mereka membawa spanduk dan poster bertuliskan tuntutan pembebasan enam nelayan. Selain itu, mereka juga berorasi secara bergantian.
Didakwa Lima Tahun dan Denda Dua Milyar
Penasehat Hukum LBH Banda Aceh Pos Meulaboh, Herman, SH, usai sidang kepada wartawan menjelaskan, ke enam nelayan disebut pelangaran undang-undang perikanan pasal 85, dengan ancaman maksimal lima tahun dan denda 2 milyar rupiah.
Herman menyebut, pihaknya akan mengajukan esepsi keberatan atas dakwaan secara tertulis. Menurutnya kasus tersebut jauh bertentangan dengan sisi keadilan dan regulasi aturan yang berlaku.
“Bagaimana mungkin nelayan yang tidak pernah mendapat pendampingan sesuai dengan surat edaran Kementerian Kelautan diancam dengan 5 tahun., inikan sangat ironis,” sebutnya.
Kata Herman, terhadap nelayan yang melanggar, dan seluruh nelayan Aceh Barat agar mendapat pendampingan selama enam bulan. Belum masuk pada masa penindakan.
“Polisi menangkap nelayan masih dalam tahapan persuasif. Ini saya anggap sangat prematur, dan tidak susuai konteks hukum yang berlaku,” tambahnya.