Bunga untuk Ahok adalah simbol kasih sayang untuk Ahok, dan api lilin adalah tanda semangat dan harapan yang membara, juga untuk Ahok. Keduanya, bunga dan lilin menjadi simbol dan tanda politik bahwa Basuki Tjahaja Purnama (BTP) adalah calon kuat Presiden RI ke-8.
***
Apakah ini kesimpulan yang terlalu dini, bahwa BTP adalah calon kuat yang berpeluang besar menjadi Presiden RI ke-8? Tidak, sebab pohon politik dukungan untuk Ahok sudah berbunga, dan bunga kasih sayang untuk BTP ini langsung menjadi benih politik yang secara bertahap akan dikelola pertumbuhannya sehingga kembali menjadi pohon politik yang berbuah dukungan politik di musim Pilpres 2019.
Papan bunga yang dikirim ke Balai Kota paska kekalahan Ahok di Pilkada DKI 2017 menjadi satu pertanda awal bahwa bukan Jokowi, bukan Prabowo, apalagi Agus Harimurti Yudhoyono yang menjadi bintang di Pilpres 2019, tapi Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok.
Untuk itu, siapapun dibalik penggerak dan pengelola politik papan bunga itu, patut untuk diancungi jempol. Betapa tidak, dengan respon polos warga melalui papan bunga, kekalahan Ahok bisa di ubah menjadi investasi politik menuju Pilpres 2019.
Dan investasi politik Ahok makin besar ketika Ahok kembali mendapat vonis dua tahun penjara atas perkara penodaan agama. Ahok kalah lalu di vonis bersalah adalah modal paling strategis untuk berbelanja emosi publik. Terbukti, usai Ahok mendapat karangan bunga, kini dimana-mana muncul lilin untuk Ahok.
***
Sepertinya, orang dibelakang layar, tahu betul bahwa kunci politik di Indonesia bukan terletak pada prestasi, melainkan pada cobaan, tekanan, yang bernilai penderitaan. Ahok yang berprestasi bukan jawaban, buktinya tetap kalah dalam kompetisi, karena itu harus diformulasi menjadi Ahok yang berprestasi tapi dikalahkan, lalu disalahkan, dan kini dihukum pula adalah formula politik yang kembali berhasil dipakai untuk belanja dukungan publik yang makin meluas, hingga ke luar dari wilayah Jakarta.
Nyala lilin untuk Ahok bukan hanya bersinar di Jakarta, tapi juga di Bali, Manado, NTT, juga di Papua dan jika dikelola dengan baik, bisa jadi akan ada lebih banyak lagi daerah yang tergerak untuk melakukan hal yang sama, bahkan akan terus mengembangkan ragam aksi yang ujungnya ditujukan bagi Ahok, baik sekedar dalam bungkusan solidaritas maupun dalam bungkusan lainnya, seperti kebhinnekaan, NKRI, bahkan hingga Ahok for Presiden RI ke 8.
***
Sekali lagi, jika kondisi yang dari ke waktu semakin menjadi aksi spontan yang meluas maka dengan sendirinya sosok Jokowi, Prabowo dan lainnya akan hilang, atau telokalisir.
Gejalanya bahkan sudah mulai tampak. Dalam sebuah orasi, pendukung Ahok mulai lupa pada Jokowi. Seorang orator tanpa sengaja menyebut parahnya rezim Jokowi dibanding Sby. Meski orasi dihentikan, ini pertanda bahwa rasa sayang kepada Ahok mulai meloncati kasih sayang kepada Jokowi. Beruntung tim Jokowi pinter, dengan berselfi gaya anak-anak motor, perhatian yang sudah tersedot untuk Ahok, mulai kembali lagi untuk Jokowi. Tapi, ini perhatian yang mulai terlokalisir.
Tapi, bagi partai yang sudah melihat “cahaya” Ahok di Pilpres 2019, seperti Partai Solidaritas Indonesia, tidak akan menyia-nyiakan spirit Ahok ini. Maka, kesadaran keadaan politik ini, mau tidak.mau harus dikelola sealami mungkin sehingga menghadirkan pesan-pesan yang dapat terus menerus memproduksi kasih sayang kepada Ahok.
Satu hal lagi yang mungkin akan dibangun yaitu menciptakan kondisi politik bahwa yang dibutuhkan oleh Indonesia ke depan bukan lagi sosok pemimpin yang mewakili citra rakyat, melainkan pemimpin yang berani, keras, tegas, pantang kompromi, dan semua itu dilakukan demi Indonesia Jaya.
***
Sebagai sebuah skenario politik, apakah gerak politik simbol ini sudah memastikan BTP akan menjadi Presiden RI ke-8? Bisa jadi ya, kecuali pihak lawan memiliki strategi dan taktik yang dapat mengubah semuanya, sama seperti kisah kekalahan Ahok di Pilkada DKI 2017. []