Abua sep trep ka umu, seumbahyang suwah lam Tika. Ok ka Puteh gigoe rumpang, ngon kuburan cuma tinggai lhe deupa. Aneuk deungo wareh kadipreh pusaka.
Walau sempat digadang-gadang sebagai dokter manusia dan akan mampu membuka bungkoh (bungkusan-red) memorandum of Understanding Helsinki– yang digambarkan sebagai sebuah pusaka lama yang penuh misteri– kini ia meninggalkan ragam persoalan bagi Aceh. Di akhir kekuasaannya jumlah angka kemiskinan bertambah. Rakyat kucar-kacir, konflik antara warga dan pemodal di kawasan HGU tak kunjung usai. Ia nyaris tak melakukan apapun bagi Aceh.
Hasil kajian IDeAS dari Data Sosial Ekonomi BPS menunjukkan tingkat kemiskinan di Aceh periode September2015 tertinggi kedua di Sumatera setelah Bengkulu (17,16 persen), sedangkan di Indonesia, Aceh menempati urutan ke tujuh provinsi termiskin, di bawah Nusa Tenggara Barat (16,54 persen).
Periode Februari 2017 jumlah pengangguran Aceh mencapai 172 ribu orang, mengalami peningkatan sebesar 1000 orang dibandingkan dengan kondisi Agustus 2016 lalu yaitu 171 ribu (7,73 persen). Namun, secara persentase TPT Aceh Februari 2017 sebesar 7,39 persen, turun 0,18 persen dibanding kondisi Agustus 2017 sebesar 7,57 persen. Secara nasional, jumlah pengangguran mencapai 7,01 juta orang atau 5,33 persen.
Hal lainnya, per September 2016, jumlah penduduk miskin di Aceh sebanyak 16,43%. Dilihat dari persentase tersebut, Aceh berada pada peringkat dua propinsi termiskin penduduknya di Sumatera. Peringkat pertama diduduki oleh Bengkulu.
Fakta lainnya, 4896 orang guru kontrak TK, SD, dan SMP di seluruh Aceh, diputus kontraknya oleh Pemerintah Aceh. Dengan dalih mematuhi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, untuk bidang pendidikan dapat disampaikan guru kontrak di tingkat TK, SD dan SMP yang selama ini honorariumnya ditanggung oleh Pemerintah Aceh, mulai tahun anggaran 2017 tidak lagi dapat dibayarkan akibat pelimpahan wewenang tersebut.
Apa yang dilakukan oleh Zaini Abdullah kali ini lagi-lagi tak populis. Bersebab surat keputusan itu lahir tatkala pengesahan APBK 2017 sudah dilakukan berbulan sebelumnya. Konon lagi sudah lima bulan guru kontrak itu tak bergaji. Sungguh sebuah keputusan yang nir akal sehat.
Tentu, berharap bahwa Zaini akan memacu kinerjanya demi menjawab persoalan klasik yang diderita Aceh, adalah ibarat menunggu puncak Gunung Seulawah benar-benar berubah menjadi emas. Waktu bagi Zaini sudah habis. Bila diumpamakan, ia sudah berada di penghujung waktu, tak ada peluang untuk memperbaiki. Semua sudah terlambat.
Tentu, angka kemiskinan yang kian meningkat serta ragam kebijakan Zaini yang kian tak populer, merupakan kado pahit bagi Rakyat Aceh. Ia yang diharapkan mampu membawa Aceh ke arah kegemilangan karena kemampuannya membuka bungkoh MoU Helsinki, ternyata sami mawon dengan kisah duka di era lampau. Zaini hanya seorang tua biasa yang terlanjur dicitrakan perkasa untuk membangun Aceh. Ah, dokter manusia ini tak lebih hebat dari dokter binatang.