ACEHTREND.CO, Banda Aceh – Kasus Ahok yang hanya diangkat dari persepktif tokoh-tokoh di Jakarta oleh media disebut sebagai pandangan Jakarta Centris yang absurt, yang berpotensi mengarah ke istana. Untuk itu, polisi dan militer harus tetap waspada sebagaimana sebelumnya juga tampil penuh kewaspadaan.
Indonesia akan runtuh karena Ahok dihukum. NKRI dalam bahaya karena Ahok dipenjara. Kebhinekaan rusak dan tinggal nama karena Ahok dituduh penista agama.
“Semua ini absurd,” kata Saifuddin Bantasyam dengan nada gemas, Sabtu (13/5) di Banda Aceh.
Bukan hanya absurd, Saifuddin juga menyebut semua itu membahayakan NKRI itu sendiri. Semua pandangan itu berpotensi memprovokasi. “Pandangan-pandangan itu memang menyelamatkan Ahok, zero to hero, tapi bisa membahayakan Indonesia,” tambahnya.
Bahkan, dosen di Fakuktas Hukum Universitas Syiah Kuala itu melihat tanda bahaya yang mengarah ke istana jika media terus menerus mengangkat pandangan Jakarta Centris.
“Gerakan menolak putusan hakim itu, gerakan menduduki halaman PT Jakarta, opini sistem hukum sudah terkontaminasi, opini NKRI dalam bahaya, pada akhirnya bisa mengarah kepada Jokowi di Istana Negara. Bisa membuat lengser Jokowi dengan alasan tidak mampu menjaga kebhinekaan, tak mampu menjaga NKRI. Kemudian terjadi proses politik di DPR-RI,” sebutnya.
Dosen yang juga banyak aktif dalam kegiatan maayarakat sipil di Aceh itu menyatakan bahwa dirinya menghormati hak setiap orang yang mendukung Ahok.
“Saya hormati hak yang anti-Ahok. Semua silahkan gunakan hak sesuai dengan aturan. Tak puas terhadap putusan PN silahkan banding ke PT dan jika tak puas juga silahkan ke MA. Masih belum puas, ajukan PK. Tak terima pasal penistaan 156 KUHP silahkan lakukan perubahan. Konyol menyalahkan polisi, jaksa dan hakim yang menggunakan pasal itu sebab pasal itu masih hukum positif yang berlaku dalam sistem hukum di negeri ini,” jelasnya.
Untuk mencegah bahaya bagi NKRI dan arah politik yang mengancam istana, Saifuddin meminta agar media massa cetak dan elektronik tidak menjadikan wacana tentang Ahok dan isu di sekelilingnya sebagai milik segelintir ilmuwan, tokoh, aktifis, akademisi Jakarta saja.
“Masing-masing mereka punya afiliasi tertentu, bicara yang mereka percaya dan yang mereka inginkan, memutlaki pandangan diri. Tokoh-tokoh dari daerah lain di Indonesia yang demikian besar, patut juga di dengarkan, tapi sayang masih jarang suara mereka mau diperdengarkan oleh media,” sebutnya.
Saifuddin kembali mengingatkan,pandangan yang Jakarta Centris itu sering absurd, seperti klaim Ahok dihukum karena ketidakadilan dan konspirasi politik, padahal proses hukum sedemikian terbuka, dan jangan lupa Ahok itu adalah penguasa sehingga proses hukum itu bahkan berorientasi kepada kepentingan Ahok.
“Ahok misalnya tak diberhentikan saat sudah jadi tersangka. Coba gubernur lain yang jadi tersangka, pasti sudah dinonaktifkan. Begitu juga ketika mereka menuduh hukum dipolitisir, mereka sendiri sudah dan sedang dan akan terus melakukannya,” tambahnya.
Saifuddin juga mengingatkan bahaya memprovokasi anak bangsa dengan generalisasi yang berkualitas rendah semacam di atas, sangat berbahaya.
“Apalagi jika ada niat meminta Ummat Islam utk bertangungjawab, memposisikan Ummat Islam sebagai penanggung jawab, sebagai sebab, atas hukuman yang dijatuhkan hakim kepada Ahok, upaya itu harus dihentikan,” sebutnya.
“Saya berharap, seperti waspadanya kepolisian dan militer kepada setiap demo-demo sebelumnya, maka kepolisian dan militer juga perlu waspada atas gerakan menolak putusan PN tapi peduli kepada proses hukum, gerakan yang membuat publik distrust kepada negeri ini, gerakan yang menyebut membela NKRI tapi sangat mungkin membahayakan NKRI, jangan terlena dengan bahasa cinta jika akhirnya berpotensi menikam NKRI tercinta,” pungkasnya. []