ACEHTREND.CO Banda Aceh – Ketua Fraksi Partai Aceh DPRA, Iskandar Usman Farlaky, menilai perdamaian Aceh memasuki tahapan krusial. Salah satu sebabnya dinilai karena sikap pemerintah pusat yang memberi ruang agar satu persatu pasal dalam UUPA dicabut adalah persoalan serius.
Hal ini disampaikan Iskandar Usman Al-Farlaky jelang ulang tahun perdamaian Aceh yang akan diperingati pada 15 Agustus.
“Peringatan hari perdamaian Aceh pada 15 Agustus. Seharusnya, ini momen berkabung kita selaku rakyat Aceh. Satu Persatu pasal-pasal dalam UUPA dicabut, dan para wakil kita di Senayan, tak melakukan langkah pengawalan serius,” ujar Iskandar Usman, Selasa (15/8/2017).
Iskandar yang juga mantan aktivis mahasiswa itu mengungkapkan, perjuangan panjang GAM berakhir dengan pemotongan senjata. UUPA merupakan hasil konsensus politik antara GAM dan RI. Seharusnya keistimewaan Aceh ini disempurnakan, dan bukan malah dicabut satu persatu seperti sekarang.
Pada awalnya, kata Iskandar, UU Pemerintah Aceh berisi lebih kurang 273 pasal. Kemudian pada pemilu 2012, pasal dalam UUPA yang mengatur soal syarat calon independent dipangkas. Kemudian aturan yang mengatur soal pencalonan narapidana juga dicabut atas gugatan Abdullah Puteh di MK.
“Kemudian ya pasal 57 dan 60 UUPA yang dicabut dengan kehadiran UU Pemilu. Saya yakin, kedepan akan ada pasal-pasal dan keistimewaan lainnya dalam UUPA yang dicabut jika terus dibiarkan,” kata Iskandar.
“Kasus ini mengingatkan kita soal Ikrar Lamteh dan asal muasal konflik Aceh dengan Pemerintah Pusat. Aceh diajak berdamai, kemudian pura-pura diberi keistimewaan dan kemudian kembali dihilangkan satu persatu. Kondisi saat Ikrar Lamteh hampir sama seperti saat ini,” kata pria yang terkenal vokal berbicara ini.
Belum lagi, kata Iskandar, ada sejumlah kewenangan Aceh berdasarkan MoU Helsinki yang hingga kini tak diberikan.Bendera, batas wilayah Aceh berdasarkan peta 1 Juli 1956, hak pengelolaan migas serta sejumlah kewenangan lainnya. Seharusnya UUPA disempurnakan seperti perjanjian di Helsinki, serta bukan malah yang sudah ada justru dicopot satu persatu.
“Kita tak ingin MoU Helsinki dan UUPA bernasib sama dengan Ikrar Lamteh. Maka sudah sepantasnya, peringatan damai Aceh di 15 Agustus ini, orang-orang yang peduli terhadap Aceh untuk bersatu dan menentukan sikap. PA akan berada di barisan terdepan untuk mengadvokasi persoalan ini,” ujarnya.[]