Oleh Jul Rihan*)
Bung dan nona, ketahuilah! Bahwa menjadi mayoritas di Indonesia itu sungguh sangat kurang ajar nikmatnya. Bersyukurlah menjadi mayoritas di Indonesia wahai bung dan nona semuanya!
Tidak ada hal yang lebih membahagiakan ketimbang menjadi orang Indonesia, dengan catatan menjadi mayoritas di Indonesia. Sangat cihuy! kenapa? Sebab, kaum mayoritas adalah kaum segala-galanya di Indonesia. Menatap segala hal dengan kacamata mayoritas, mengangkangi kepentingan minoritas lainnya. Asik sekali bukan?
Jika suntuk karena tagihan hutang semakin menjadi-jadi, anak istri sedang susah-susahnya diurus, rezeki sedang srek-sreknya, uang semakin menipis tapi segala hal menjadi semakin mahal, maka jalan yang paling cihuy untuk melampiaskan kekesalan ini ialah.
Nah,bisa tinggal pilih, bisa saja membakar rumah ibadah agama minoritas lain misalnya, atau apalah yang bisa memicu adrenalin. Menyebar fitnah, hatespeech atau teriak-teriak “bakar! Penjarakan! Bunuh! Tangkap dan Hukum mati si anu atau si itu”. Silahkan dipilih.
Jika bung dan nona sekalian dinasehati, jangan takut! Ingat bung dan nona ini kan mayoritas, mayoritas adalah segala-galanya di Indonesia, bung dan nona tinggal jawab saja dengan enteng “halah! Ya iyalah dibakar, itu juga rumah ibadah illegal, jangan cegah kami ya bakar rumah ibadah mereka! ini jihad lho” atau dengan nada nyinyir “penghina al-Qur’an pantas ditangkap penjarakan, cina sialan! Ganyang!” atau yang lebih garang lagi “si anu PKI, organisasi anu PKI, seminar anu PKI, presiden anu PKI” jawaban yang warbiazzzah sekali bung dan nona yang saya cintai! Dan minoritas lagi-lagi garuk-garuk kepala dan ngembus-ngembus luka. Apa yang bung dan nona rasakan dengan mengatakan dan melakukan kekejian itu semua? Bahagia, tentu saja. it gives you power of someone else’s emotion. And sometimes it will gives you satisfaction too, because that particular someone does exactly what you want.
Jika tidak puas dengan agama lain, masih bisa menciptakan ledakan adrenalin yang tidak kalah dashyatnya. Apa itu? Menuduh kafir. Oh God! Sumpah, Ini sangat menarik juga bung dan nona! Menuduh kafir memang sangat mudah dan murah, tidak bayar alias gratis di Indonesia. Karena memang kita di besarkan dengan segala kekalahan dan rasa ketidakmungkinan menang dari orang lain, maka kita berambisi menjadi Satpam kehidupan dan Satpam hati orang lain. menelusuri segala apa yang ada di dalam hati orang lain, menilai keimanan orang lain, berang jika ada yang tidak pakai jilbab, marah jika ada yang berbeda aqidah, grasak-grusuk dengan isu-isu yang bahkan tidak tahu latar belakang isu tersebut, suka gatelan melihat orang lain agak nyeleneh, dalam sholatpun pun bisa dengan memperhatikan kekhusyukan orang yang sedang sholat di samping kita. hihihi!
Ini sangat menyenangkan lho bung dan nona sekalian, dari sini kita bisa melakukan segala hal sesuka kita. bisa tinggal pilih juga, bisa mengusir kaum minoritas Syiah di Sampang Madura contohnya, bisa mengkeroyok minoritas Ahmadiyah misalnya, menuduh bid’ah, mengucilkan, dan bahkan bisa membakar hidup-hidup seorang yang kita anggap sesat, atau minimal bakar pondok pesantrennya lah. Banyak pilihan, dari yang ekstrim, sedikit mengelitik namun sakit perih luar biasa bagi minoritas, atau intai dengan cara halus lalu kemudian fitnah dengan cara yang tak terduga, mirip-mirip metode perang gerilyanya Che Guevara tanpi Che Guevara kan tidak pakai fitnah (heh, Che Guevara itu kan Komunis!).
Nanti bung dan nona bakal di benci dan di ajarin macam-macam sama orang-orang yang sok-sok bawa HAM atau apalah itu. Jangan risau, bung dan nona bisa memakai dalih-dalih bahwa mereka adalah liberal, antek zionis, anak asuh Dajjal atau manusia-manusia yang perlu dicerahkan otaknya agar bisa dicekoki nafsu mayoritas. Di luar sana, ajaklah pemuka-pemuka agama atau politisi kemarin sore maupun yang sepuh untuk yang sejalan pikiran dengan bung-bung dan nona sekalian, ingat! Sejalan pikiran ya, kalo ada ulama yang mengajarkan bahwa umat Islam itu harus toleran, saling mencintai sesama manusia, beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dan menganjurkan bung dan nona agar bisa berfikir terbuka, jangan dengarkan. Mereka itu liberal. Jangan biarkan orang liberal seperti ulama-ulama itu mencuci otak-otak syahwat kebinatangan bung dan nona. Eh, maaf… Saya keceplosan.
Sejauh ini banyak dari rakyat Indonesia memang menjalankan perannya dengan sangat baik, sangat telaten dan patut untuk diberikan apresiasi yang luar biasa. Indonesia adalah panggung sandiwara bagi para mayoritas tetapi tragedi bagi minoritas. Jika bung dan nona ada yang tidak sengaja membaca tulisan ini yang merasa dirinya minoritas, saya sarankan untuk hati-hati saja. Sebab, seimut apapun tampilan bung dan nona, cepat atau lambat bakal mendapati cibiran dan sindiran-sindiran sosial khas mayoritas di Indonesia. Karena memang kebencian dan kebodohan tidak bisa diajak diskusi bung dan nona sekalian. Eh, maaf keceplosan lagi…Duh!
*)Saat ini menjadi Ketua Sanggar Daun Mekaum (SDM) Banda Aceh, aktif dalam bidang kebudayaan dan sekaligus merangkap sebagai pengamat soto Nusantara.Email: [email protected]