SAKARATUL maut itulah yang sering terjadi di jalanan lintas nasional, baik itu jalur lintas Banda Aceh-Medan, Barat Selatan, Tengah maupun di perkotaan sekalipun, saban hari kita selalu membaca mendengar peristiwa kecelakaan di jalanan.
Rentetan kasus kecelakaan kerap menghantui masyarakat Aceh, beberapa waktu lalu berbagai peristiwa maut di jalanan, mulai dari tabrakan antara Bus Simpati Star dengan Dum Truk, di Aceh Utara, hingga berita kecelakaan yang dialami oleh bintang film komedi Aceh Eumpang Breuh, karena mengelak Bus di kawasan Taman Hutan Raya atau Tahura, dan yang terakhir kecelakan menimpa seorang siswa SMKN 4 Kelautan Banda Aceh di jalan Pocut Baren. Dan berbagai kasus jalanan lainnya yang terjadi di hamir sudut pelosok Aceh.
Kasus kematian di jalan raya merupakan suatu peristiwa pergeseran kematian di Aceh dari konflik bersenjata menuju pertumpahan darah di jalanan. Pasca konflik memang rentetan eskalasi kematian di jalan semaking meningkat, seiring meningkatnya volume kendaraan yang masuk ke Aceh, serta kemudahan untuk dapat membeli kendaraan, baik itu sepeda motor maupun mobil, mekanisme kemudahan ini, dengan adanya sistem kredit, dengan DP rendah, para kostumer dapat membawa kendaraan dengan sangat mudah ke rumah-rumah masing.
Bahkan tidak hanya itu, para pelajar Sekolah Menengah Keatas (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang dulunya hanya berjalan kaki atau naik sepeda untuk pergi kesekolah, namun sudah banyak mengendarai sepeda motor untuk pergi kesekolah. Ini merupakan perubahan sosial yang terjadi pasca tsunami dan konflik.
Perubahan itu juga kadangkala berdampak positif, namun jika ditinjau dari sisi lain juga banyak berdampak negatif , hal itu dapat dilihat dari banyak kelakukan para remaja yang kebanyakan masih berstatus pelajar SMP dan SMA melakukan ugal-ugalan di jalan raya, yang menganggu pengendara lainya.
Disisi lain, banyaknya jumlah kendaraan juga memacetkan jalanan raya, dan menambah riuh suasana jalan raya serta rendahnya kesadaran pengguna kendaraan dalam melaju kendaraanya.
Membangun Jiwa Raga.
Dalam lirik lagu kebangsaan Indonesia, ada sebuah bait lagu, yang menjelaskan bagaimana membangun jiwa seorang anak bangsa, adapun lirik tersebut berbunyi, bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untukmu Indonesia raya. Makna filosofi yang terkandung dalam lagu tersebut adalah bagaimana seharusnya yang diutamakan adalah pembangunan jiwa raga, karena pada hakikatnya pembangunann itu merupakan pondasi moral suatu bangsa.
Pembangunan jiwa raga seharusnya lebih diutamakan dulu daripada pembangunan jalan raya karena jika seadainya pembangunan insfrastrukutur lebih diutamakan daripada pembangunan jiwa anak manusia, maka hari ini dapat dilihat dari berbagai fenomena kecelakan diakibatkan dari gagalnya pembangunan spiritual dan kesadaran dalam berlalu lintas.
Karena pada hakikatnya pembangunan jiwa raga harus dilakukan secara dini, melalui pendidikan dini kesadaran berlalu lintas dengan berkolaborasi dengan pemimpin agama dan harus dimulai dari keluarga dan lingkungan masyarkat.
Pentingnya memberi pemahaman dan etika dalam berlalu lintas pada masyarakat awam, perlu disosialisasikan kembali dengan merangkul semua pihak masyarakat untuk terlibat aktif untuk bersama-sama untuk menumbuhkan kesadaran dalam berlalu lintas.
Hal ini perlu dilakukan untuk pencegahan dini, dan pedoman untuk mengendarai kendaraan di jalanan dengan tetap menghormati antara satu sama lain. Penanaman secara dini berlalu lintas hendaknya disinergikan dengan syariat islam. Pada dasarnya syariat islam merupakan untuk tercapai kemashalatan umat, rukun dan damai selamat dunia akhirat. Oleh karena itu, syariat islam hendaknya jangan pada fisiknya saja, seperti hukum cambuk terhadap pelaku, judi, maisair, khalwat dan lain sebagainya.
Namun alangkah indahnya syariat islam diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan menerapkan konsep berlalu lintas secara islami. Konsep pembangunan berlalu lintas secara islamiah perlu dikembangkan di Aceh guna mencegah angka kematian yang terus meningkat saban hari di jalanan Tanoh Rencong. []
Oleh Tibrani: Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala,juga Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FISIP.