• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

Yusra Habib Abdul Ghani: Surah ‘Aceh 1901-1945’

Redaksi aceHTrendRedaksi aceHTrend
Senin, 04/12/2017 - 06:12 WIB
di Essai, OPINI
A A
Yusra Habib Abdul gani (tengah) dan penulis (ketiga dari kiri). Foto: Ist.

Yusra Habib Abdul gani (tengah) dan penulis (ketiga dari kiri). Foto: Ist.

Share on FacebookShare on Twitter

Suka atau tidak, 4 Desember 1976 adalah hari bersejarah bagi Aceh. Gimana tidak! Hasan Tiro dengan beraninya mendeklarasikan kemerdekaan Aceh, ketika Pemerintah Indonesia tengah sibuk-sibuknya menguasai Timor Portugis (yang kemudian menjadi Provinsi Timor Timur, kemudian merdeka pada tahun 2002).

Sejak saat itu, GAM sebagai motor politik dan AGAM sebagai sayap militer, mulai berjuang untuk memerdekakan Aceh. Praktis, Pemerintah Indonesia yang tidak rela melepaskan, melakukan berbagai operasi keamanan dan militer (termasuk intelijen). Tak perlu banyak kata menggambarkan Aceh saat itu. Cukup dengan kata, SURAM! Pokoknya, Aceh hari ini, bagus atau buruknya, telah melalui masa SURAM yang berlaku pada saat itu. Dan itu perlu dimaknai dan dijadikan pembelajaran bagi yang masih bernyawa!

Tapi malam tadi kami tidak membahas hal itu. Tidak ada bahasan tentang GAM ataupun lawannya. Karena ada punca ‘benang merah’ dalam sejarah memerdekakan Aceh (oleh GAM) yang perlu dibicarakan lebih dulu, yaitu “Aceh periode 1901-1945.”

Bersama Dr. Yusra Habib Abdul Ghani, sambil menikmati marthabaque, tanpa segelas kuphi, beliau membongkar sejarah Aceh dalam periode ini. Tarikan awalnya, ketika kebijakan politik etis diperkenalkan di tanah jajahan Belanda oleh Ratu Juliana pada tahun 1901, Aceh masih dalam keadaan perang (Belanda mendeklarasikan perang dengan Kesultanan Aceh pada 1873). Sehingga, “etis” tidak berlaku di Aceh, setidaknya hingga Perang Aceh berakhir dengan terbunuhnya Teungku Maat di Tiro sebagai “Wali Neugara” pada 3 Desember 1911.

BACAAN LAINNYA

aceHTrend.com

Politik Bendera dan Parlok Bangsamoro di Filipina

20/01/2021 - 07:19 WIB
KIP Aceh menetapkan tahapan Pilkada 2022. Keputusan tersebut dibuat pada Selasa (19/1/2021) di Banda Aceh.

KIP Aceh Tetapkan Tahapan Pilkada 2022

19/01/2021 - 22:08 WIB
Bendera Pemerintah Otonomi Bangsamoro. Foto?ist.

Jalan Tengah untuk Bendera Aceh

19/01/2021 - 16:03 WIB
Usman Lamreung

Diduga Langgar Aturan, Polisi Diminta Usut Proses Hibah APBA untuk 100 Organisasi

19/01/2021 - 12:04 WIB

Sehingga garis besarnya, ada kebijakan (politik, militer dan sosial-ekonomi) yang berbeda diterapkan bagi wilayah/orang Aceh dan non Aceh oleh Belanda. Contoh, ketika para pejuang ditangkap dan dibuang ke berbagai daerah di luar Aceh, bukannya “inggeh/manut,” malah kebanyakan menyulut masyarakat sekitar untuk melawan Belanda. Mungkin, “pungo” sudah jadi tabiat. Ironisnya, banyak pula yang masih belum ditemukan peninggalannya hingga saat ini. Setidaknya, “meupat jeurat” (seperti Cut Nyak Dhien dibuang ke Sumedang, Cut Meurah Intan dibuang ke Blora, dsb.) ataupun keturunannya yang masih hidup.

Kemudian, paska berakhirnya perang, ada 4 “faksi” yang muncul dalam periode ini (1911-1942): Pertama, faksi tokoh dan ulama yang tidak ingin berkonfrontasi langsung dengan Belanda, namun menuntut untuk membangun kembali (setidaknya meringankan proses pembangunan) Dayah yg telah hancur akibat perang.

Harapan terselubungnya, Dayah dapat menjadi basis kaderisasi militer dan diplomasi bagi perjuangan. Tapi dalam perjalanannya, faksi ini kerap mengelak dari perkara politik. Sehingga tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan; kedua, faksi tokoh-tokoh yang bekerja sama dengan Belanda. Mereka menyatakan sumpah setia kepada Belanda dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani oleh 119 tokoh Aceh. Yang artinya, siapa yang menjadi musuh Belanda, dia juga menjadi musuh tokoh-tokoh ini. Jelas, strategi Belanda, devide et impera;

Ketiga, faksi tokoh-tokoh yang opportunistic. Mereka tidak bermasalah dengan masyarakat Aceh pada umumnya, tapi juga punya hubungan baik dengan Belanda. Kebanyakan mereka pula belajar dari cara-cara berpolitik yang elegan dari tokoh-tokoh di Pulau Jawa. Salah satunya, berkecimpung dalam organisasi-organisasi yang tidak mengganggu (secara langsung) kepentingan Belanda, dan; keempat, faksi “Aceh Pungo” (Atjeh Moord). Faksi ini jelas mengatakan “tidak” kepada Belanda. Paska terbunuhnya Teungku Maat di Tiro, faksi ini bergerak tanpa komando. “Asay nyang bulek, hana kira agam, inong, aneuk miet, bamandum geupoh mate.” Masa ini dikenal sebagai masa yang paling pelik bagi Belanda.

Andai dibandingkan dengan kejadian beberapa tahun yang lalu, pergerakan faksi ini mungkin sama seperti “cell” al-qaeda paska terbunuhnya Osama bin Laden, tapi berbeda senjata (senjata ringan vs. Bom), dengan tingkat sporadic lebih tinggi karena skop kerja yang lebih kecil (Aceh vs. Global). Mungkin begitu kira-kira secara teknisnya. Kesamaannya, ianya menimbulkan efek teror yang lebih terasa dan sulit diprediksi. ‘Ya, ini menurut saya dan perlu penelitian lebih lanjut!’

Menariknya, ketika Sultan Muhammad Daud Syah (sebelumnya menyerahkan diri pada Belanda pada 1903, yang kemudian dilanjutkan oleh Wali Neugara) wafat pada tahun 1939 di Batavia, keempat faksi ini sempat membahas untuk mengembalikan Kesultanan Aceh, karena sang Sultan meninggalkan seorang Putra, Tuanku Raja ibrahim. Ternyata di dalam faksi ini ada yang menentang, serta ditolak mentah-mentah oleh Belanda. Jelas saja, ‘toh’ sudah ada faksi yg telah disebutkan di atas.

Kemudian ketika Belanda keluar, Jepang “dijemput” masuk ke Aceh pada tahun 1942. Ada “inferiority complex” disini. Ketika Jepang keluar pada tahun 1945, Aceh masuk secara perlahan ke dalam Indonesia bersamaan dengan diserahkannya wilayah Aceh kepada Komite Nasional Daerah (dibentuk dengan UU 1945 tentang Komite Nasional Indonesia Pusat). Dan akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1945 Aceh, bendera Merah Putih berkibar di kantor Residen Aceh di bawah Gubernur Sumatera. Meunan!

Hematnya, ada banyak catatan menarik dari Surah malam tadi, termasuk paska Istana Kerajaan dipindahkan ke Keumala Dalam (Pidie); hubungan antara Keluarga Di Tiro, Tuanku Hasyem dan Sultan Muhammad Daud Syah; persyarikatan dan organisasi masyarakat dalam dinamika politik di Aceh masa itu; trik dan intrik Belanda melemahkan “Aceh pungo” atau mencegahnya sebelum “pungo,” dsb.

Tapi sulit mengurainya satu persatu, karena keterbatasan waktu dan berbagai “idea” yang tampaknya lebih cocok diangkat menjadi topik disertasi. Pada intinya, perlu ada narasi sejarah Aceh yang jelas dan faktual. Baik buruknya perjalanan Aceh dari masa ke masa, perlu dijadikan pembelajaran. Bukan hanya mengambil yang baik, kemudian menguburkan yang buruk. Baik dan buruk, sejarah adalah fakta. Dalam hal ini, Pak Yusra mengatakan bahwa “Aceh perlu belajar dari Denmark, terutama tentang sejarahnya di Perang Dunia II. Tidak ada debat, semua seragam, karena sejarahnya disebutkan dengan jelas dan jujur.” Ya, masalah penafsiran ataupun melihat dari sudut pandang yang berbeda, itu ranahnya pengamat dan tokoh muda.

Apabila ada pertanyaan, tunggu bukunya saja dari Pak Yusra!

Met Milad!

Tag: #Headlineacehaceh pungoBelandafisabilillahGamperang acehYusra Habib Abdul Gani
Share259TweetPinKirim
Sebelumnya

4 Desember 1976

Selanjutnya

Laskar Digital Hebohkan Sail Sabang 2017 di Linimasa Twitter

BACAAN LAINNYA

Ahmadi M. Isa.
Celoteh

Generasi Muda Aceh Harus ‘Divaksin’

Kamis, 21/01/2021 - 09:40 WIB
Mukhlis Puna
OPINI

Asal Mula Siswa Berkarakter Berawal dari Guru

Rabu, 20/01/2021 - 11:46 WIB
Ahmad Humam Hamid, Guru Besar Unsyiah.
OPINI

LMC (76): Orang Tua dan Covid-19: Kenapa Harus Serius?

Selasa, 19/01/2021 - 18:48 WIB
aceHTrend.com
OPINI

Digitalisasi di Sekolah, Burukkah?

Senin, 18/01/2021 - 10:52 WIB
Sadri Ondang Jaya. Foto/Ist.

Sadri Ondang Jaya dan Singkel

Sabtu, 16/01/2021 - 23:47 WIB
Ilustrasdi dikutip dari website seni.co.id.
Jambo Muhajir

Kolom: Pelacur

Kamis, 14/01/2021 - 18:47 WIB
Fitriadi.
Artikel

Sekolah Butuh Pemimpin atau Pimpinan?

Rabu, 13/01/2021 - 09:26 WIB
Ilustrasi tewasnya Abrahah dan pasukan gajahnya saat akan menghancurkan Ka'bah / kicknews.today
Pandemi, Sejarah, dan Kebijakan

LMC (75): Era Islam Klasik, Wabah, dan Peradaban

Selasa, 12/01/2021 - 11:16 WIB
Liza Faradilla
OPINI

Kelas Online: Kesenjangan Baru Sosial Ekonomi

Senin, 11/01/2021 - 07:00 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya
Sail Sabang

Laskar Digital Hebohkan Sail Sabang 2017 di Linimasa Twitter

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Salah satu hasil perundingan damai antara Moro Islamic Liberation Front (MILF) dengan Pemerintah Filipina, adalah lahirnya otonomi. Salah satunya adalah dibenarkannya bendera Bangsamoro berkibar di daerah otonomi tersebut. Foto/Ist kiriman Nur Djuli.

    Rayakan Otonomi, Bendera Bangsamoro Berkibar di Cotabato

    928 shares
    Share 928 Tweet 0
  • KIP Aceh Tetapkan Tahapan Pilkada 2022

    255 shares
    Share 255 Tweet 0
  • Politik Bendera dan Parlok Bangsamoro di Filipina

    16 shares
    Share 16 Tweet 0
  • Asal Mula Siswa Berkarakter Berawal dari Guru

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siswa dari Pesantren Tradisional yang Tidak Memiliki NISN Terancam Dikeluarkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

Pemilik Waroeng Melayu sekaligus Owner Aplikasi Lapak Baroe, Rahmat Faizin. aceHTrend/Masrian Mizani.
BERITA

Waroeng Melayu Abdya Resmi Dibuka, Pemesanan Bisa Melalui Aplikasi Lapak Baroe

Masrian Mizani
21/01/2021

aceHTrend.com
BERITA

Pria yang Membunuh Ibu Kandung di Aceh Utara Divonis Penjara Seumur Hidup

Mulyadi Pasee
21/01/2021

Anggota DPR RI asal Aceh, Nazaruddin Dek Gam
BERITA

Dek Gam Minta KPK Awasi Dana Otsus Aceh

Redaksi aceHTrend
21/01/2021

Wakil Wali Kota Langsa, Dr. H. Marzuki Hamid, MM, saat meninjau lokasi yang terjadi abrasi, Rabu (20/1/2021).
BERITA

Lagi, Pemko Langsa Relokasi 9 KK Warga Gampong Teungoh ke Huntara

Syafrizal
21/01/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.