Oleh Fuad Saputra*)
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menuliskan status Facebook yang cukup menggelitik bagi saya, beliau menulis “karena diprotes oleh aktivis Aceh Besar maka IPDN tidak jadi dibangun di Bireuen. IPDN akan dibangun di Pulau Breuh. Sayangnya di pulau ini belum ada satupun perguruan tinggi”. Status ini diunggah pada 10 Desember 2017 sekitar pukul dua siang.
Mengapa menggelitik? Bagi saya pribadi tempat seharusnya kampus IPDN berada tidaklah jadi masalah. Apalagi ada golongan daerah tertentu yang menyatakan daerah mereka lebih layak menjadi tempat berdirinya IPDN. Melupakan daerah lain dengan berbagai alasan seperti jarak dengan ibukota, akses publik, dan (misalnya) kampu-kampus terbaik telah berdiri terlebih dahulu di tanah sana. Menurut saya pribadi alasan-alasan ini agak tidak bisa diterima, walaupuna ada point-point yang tidak bisa dibantah. Bila IPDN berdiri di kawasan ibukota maka akan terjadi sentralisasi pendidikan di Aceh.
Saya pribadi melihat peristiwa ini dalam kacamata pendidikan yang merupakan keahlian saya, melupakan pro kontra politik atau bisnis. Dalam pembangunan pendidikan hal yang seharusnya sangat dihindari adalah sentralisasi. Mengapa demikian? Karena bila telah terjadi sentralisasi maka akan ada ketimpangan dalam kualitas pendidikan di Aceh khususnya. Para pelajar dimanapun tentu mendambakan pendidikan dengan kualitas terbaik. Contoh sederhananya berbondong-bondong anak-anak Simelue menuju ibukota karena kualitas pendidikan di sana bisa dikatakan masih kurang, belum lagi mahasiswa Aceh yang merantau ke Jawa, sentral pendidikan di Indonesia. Tentu ada pengecualian di mana program pendidikan yang memang tidak ada di daerah tersebut.
Ketimpangan kualitas ini akhirnya menjadi daerah-daerah semakin tertinggal, yang maju semakin maju, yang tertinggal semakin dilupakan. Dalam dunia pendidikan (khususnya di Indonesia) kesetaraan kualitas pendidikan dari Sabang hingga Merauke adalah salah satu PR terbesar.
kembali ke Aceh, di mana seharunya IPDN dibangun? Dalam hal ini Bireuen, Aceh Barat, dan Aceh Timur menjadi daerah yang paling layak. Sentral pendidikan Aceh saat ini tidak bisa dipungkiri di kawasan Banda Aceh dan Aceh Besar. Simeulue, Aceh Tenggara dan Aceh Tengah menurut saya pribadi adalah daerah yang paling membutuhkan, tapi insfaturkur dan akses ke sana masih menjadi hal yang seharusnya lebih diperhatikan pemerintah. Sedangkan Lhoksumawe telah menjadi daerah kedua dengan kualitas pendidikan terbaik kedua di Aceh.
Aceh Barat, Aceh Timur, masing telah memiliki kampus negeri seperti Universitas Teuku Umar (UTU) dan Universitas Samudra (Unsam). Bukan karena berpihak kepada daerah asal saya, tapi Bireuen menjadi tempat yang paling strategis agar menghindari kesenjangan kualitas pendidikan di Aceh.
Bireuen memiki akses yang dengan mudah dijangkau, dan insfrastruktur yang lumanyan memadai. Untuk sejenak mari lupakan kepentingan pribadi atau golongan, masyarakat Aceh membutuhkan pendidikan yang sama. Pemuda di seluruh Aceh tidak harus jauh-jauh ke Banda hanya untuk mendapat pendidikan. Aceh milik kita semua. Pendidikan harus dicicipi oleh seluruh masyarakat Aceh. Dimanapun dan kapanpun. Salam.
*Mahasiswa Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Malang, asal Bireuen.