Dewan Pengurus Wilayah Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) Aceh menyesalkan pernyataan dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LP-POM) Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh yang menyatakan bahwa mayoritas Garam hasil produksi petani petambak Garam Aceh bernajis.
“Pernyataan ini dapat merusak pasar dan juga menghancurkan citra petani petambak Garam tradisional di seluruh Aceh. Tidak hanya itu pernyataan tersebut juga dapat memiskinkan petani petambak Garam Aceh.” Demikian disampaikan Faisal Ridha dan Muhammad Daud melalui siaran pers yang dikirimkan ke AceHTrend (13/12/17).
Menurut Gerbang Tani, jikapun benar bahwa sebagian kecil hasil produksi Garam Aceh tidak memenuhi standar kualifikasi yang ditentukan LP-POM, tapi sebaiknya hal tersebut tidak disiarkan ke publik akan tetapi cukup dengan merekomendasikan kepada pemerintah atau dinas terkait agar dapat melakukan pendampingan, pembinaan dalam rangka memberi perlindungan terhadap petani petambak garam sehingga hasil produksinya memenuhi standar konsumsi makanan sehat dan bebas dari najis.
“Dalam UU No.7 tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudi daya ikan dan penambak garam disebutkan bahwa tujuan perlindungan negara terhadap nelayan, pembudi daya ikan dan petambak garam adalah : 1).menyediakan prasarana dan sarana yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha; 2). memberi kepastian usaha yang berkelanjutan; 3). meningkatkan kemampuan dan kapasitas dengan menguatkan kelembagaan dalam mengelola sumber daya dalam menjalankan usaha mandiri, produktif, maju, moderen dan berkelanjutan; 4).Menumbuh kembangkan sistem dan kelembagaan pembiayaan yang melayani kepentingan usaha; 5). melindungi dari resiko bencana alam, perubahan iklim serta pencemaran; 6). memberi jaminan kemanan dan keselamatan serta bantuan hukum.” Demikian ditegaskan Faisal Ridha dan Muhammad Daud dalam siaran persnya.
Gerbang Tani Aceh juga mempertanyakan apakah negara sudah melakukan perlindungan sebagaimana diamanahkan UU No 7 tahun 2017 di atas. Kalau belum berarti yang patut disalahkan adalah negara, bukan justru petani petambak garam yang umum nya adalah perempuan tua dan remaja.
Secara lebih tegas, Gerbang Tani Aceh menilai pernyataan LP-POM MPU telah merusak dan bahkan menghancurkan pasar lokal, nasional dan bahkan Internasional. “Pernyataan tersebut juga berdampak pada rusaknya citra Aceh sebagai wilayah bersyariat yang terkenal dengan Serambi Mekkah tapi memproduksi makanan yang bernajis. Status ini jelas sangat mengganggu pasar petambak garam tradisional dan menguntungkan Industri modern, atau dengan bahasa lain melibas ke akar rumput melindungi kelompok elit atau pemilik modal.”
Di akhir siaran persnya, Gerbang Tani meminta kepada pemerintah Aceh agar segera melindungi petani petambak Garam dari pernyataan kurang bijak LP-POM MPU Aceh. “Meskipun maksudnya baik tapi karena pola penyampaiannya yang salah maka akan berakibat fatal terhadap masa depan petani petambak Garam di Aceh”, tulis Faisal.
Gerbang Tani juga meminta agar Pemerintah segera merehap nama baik petani petambak Garam agar pencemaran nama baik mereka tidak menyebar ke seluruh pasar.
“Kami memahami bahwa perlindungan terhadap konsumen perlu, akan tetapi melindungi konsumen tidak dengan cara membunuh produser. Pemerintah harus memilih jalan yang bijaksana sehingga semua elemen terlindungi dan terselamatkan oleh negara”, demikian kalimat penutup dari Ketua Gerbang Tani Aceh, Faisal Ridha dalam siaran pers yang turut ditandangani Muhammad Daud selaku sekjen.