Belum lagi kering air mata umat Islam Indonesia secara holistik dan umat Islam Aceh secara khusus dengan kejadian klaim sepihak Donald Trump yang mengakui al-Quds sebagai Ibukota Israel, kita lagi-lagi mendapatkan surprise dari waria (wanita pria) yang terciduk oleh warga di Banda Aceh.
Kronologisnya ketika pemuda Peunayong mendapat informasi dari warga bahwa ada acara kontes pemilihan ratu waria di salah satu hotel di Banda Aceh, oleh karena itu warga yang sudah berafiliasi dengan ormas Islam mengecek kebenaran ke lokasi, sesampainya di lokasi ternyata acara tersebut sudah berakhir.
Namun warga mencoba untuk melanjutkan pencarian dan berhasil mendapatkan enam waria sedang asik makan di Simpang Surabaya yang diduga baru saja pulang dari acara kontes, ke enam waria tersebut lalu dibawa ke kantor Satpol PP dan WH Sabtu malam tanggal 16 Desember 2017 begitu menurut keterangan dari ketua pemuda Penayong kepada AceHTrend.
Kejadian ini selain mengecewakan juga dipandang sebagai penggerusan identitas Aceh, akan berbeda rasanya jika kejadian ini terjadi di provinsi lain tetapi kejadian justru terjadi di Aceh yang notabenenya adalah provinsi yang sedang gencar-gencarnya menanam kembali nilai-nilai keislaman kepada masyarakat khususnya bagi warga Banda Aceh.
Memang jika kita lihat sepintas, pemandangan Waria di Banda Aceh pasca konflik dan Tsunami semakin bertambah, hal ini dapat kita lihat dengan bertaburan salon-salon, panti pijat, rumah kecantikan yang didominasi oleh kaum Waria.
Jika ada yang beranggapan eksistensi waria di Aceh itu biasa-biasa saja justru penulis melihat bahwa keberadaan waria luar biasa dan membahayakan. Sebagian Mereka sebenarnya “Gay yang berani jujur” jika sebutan tersebut terkesan terlalu memvonis maka penulis ganti dengan sebutan “simpatisan Gay” yang lama-kelamaan orientasinya juga akan cenderung suka sesama laki-laki. Secara tidak langsung mereka menonjolkan ciri-ciri kepada khalayak sehingga kita dapat mengetahui mereka walaupun hanya melihat secara kasat mata saja.
Jika dikaji dari perspektif Islam, bagi yang sudah terbukti Gay atau dalam bahasa Fikih disebut Liwath maka mendapat uqbah (hukuman) sangat mengerikan, diantaranya dapat kita ketahui dari sabda Rasululah “barang siapa yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth maka bunuhlah kedua pasangan liwath tersebut”. Dan berkata Sayyidina Abdullah bin Abbas r.a bahwa hukuman bagi orang liwath itu dijatuhkan dari tempat yang tinggi kemudian dilontarkan dengan batu sebagaimana Allah telah melontarkan batu dari langit untuk kaum Nabi Luth.
Menanggapi kenyataan seperti ini, maka sangat diperlukan kerjasama berbagai pihak guna memberantas perilaku kaum boh trueng makan boh trueng (terong makan terong, artinya orang suka sesama jenis) yang paradok dengan kodrat manusia. Jika memang kasus ini tidak ada perhatian dari pemerintah apalagi sampai membiarkan berlarut-larut tanpa kejelasan maka sama saja seperti menyusui ular berbisa yang sewaktu-waktu akan memantuk generasi Aceh di masa yang akan datang.
Harapan penulis kepada yang terhormat Bapak Aminullah Usman – Zainal Arifin agar segera mungkin mengambil kebijakan, membangun regulasi, serta mengevaluasi kinerja pemkot. Kenapa bisa diselenggarakan kontes tersebut, apakah memang ada oknum tertentu di balik semua ini atau kontes waria tersebut memang tanpa sepengetahuan pemkot Banda Aceh. Semoga Allah menjadikan Aceh sebagai propinsi yang mendapat rahmatNya bukan azab sebagaimana yang telah diberikan kepada kaum nabi Luth. Amiin.[]
*Penulis adalah alumni jurusan pendidikan agama Islam UIN Ar-raniry Banda Aceh.