Oleh Ayu Karlina*)
Peringatan Hari Ibu merupakan hari istimewa bagi setiap ibu. Di Indonesia, Hari Ibu merupakan sebuah perayaan nasional yang jatuh pada tanggal 22 Desember. Ketetapan ini diresmikan langsung oleh Presiden pada saat ulang tahun Kongres Perempuan Indonesia yang ke-25 di Yogyakarta, berdasarkan Dekrit Presiden Nomor 316 Tahun 1953.
Pada awalnya, Hari Ibu adalah sebuah perayaan dimana para perempuan di seluruh Indonesia baik Ibu Rumah Tangga (IRT), remaja dan sebagainya ikut berkumpul untuk mengenang semangat dan perjuangan kaum perempuan Indonesia. Namun seiring berkembangnya waktu, peringatan Hari Ibu tersebut mengalami pergeseran makna yang sangat signifikan. Dari awalnya peringatan tanggal 22 Desember ini diperuntukkan untuk seluruh kaum perempuan (Women’s Day), sekarang bergeser menjadi peringatan yang ditujukan untuk perayaan “Hari Ibu” (Mother’s Day).
Sekolah Pertama
Hari Ibu biasanya dijadikan momentum bagi setiap anak untuk kembali mengingat bagaimana sulitnya perjuangan seorang ibu mengandung, melahirkan dan membesarkan buah hatinya. Tentu bila kita melihat segenap perjuangan seorang ibu, sebenarnya setiap harinya memang harus menjadi hari untuk berbakti pada ibu. Namun melihat kondisi anak-anak saat ini, sedikit sekali yang menganggap momen ini sebagai sesuatu hal yang penting untuk dirayakan. Bahkan banyak yang beranggapan momen ini hanyalah kegiatan serimonial semata. Seakan kita lupa akan perjuangan bunda kita. Padahal tidak ada suatu apapun yang mampu kita lakukan untuk membalas jasa beliau.
Ibu adalah sekolah pertama dalam hidup seorang anak, sekaligus sebagai guru dalam kehidupannya. Beliau tidak hanya mengajarkan berbagai hal mendasar tentang ilmu kehidupan, tapi juga meletakkan ajaran moral yang merupakan pembentuk dasar karakter seorang anak. Ibulah yang memperkenalkan pada kita arti kehidupan yang sesungguhnya. Seorang perempuan yang berjiwa besar, yang paling sabar, teduh dan ikhlas mencintai anak-anaknya. Bahkan dalam kondisi lemah sekalipun, Ibu tetap mengutamakan buah hatinya.
Allah SWT berfirman: ”Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya: ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku, dan kepada ibu bapakmu; hanya kepada-Ku engkau akan kembali” (QS.31:14-15). Tapi saat ini banyak anak yang sama sekali tidak menghargai perjuangan seorang ibu, bahkan rasa ucapan terimakasih terkadang hampir tidak pernah disampaikan kepada ibu. Padahal, contohnya seperti anak di perantauan yang sedang menempuh pendidikan, tidak jarang setiap ibu selalu memberikan yang terbaik dan memenuhi setiap keinginan anaknya. Seringkali kepentingan dirinya diabaikan, untuk memenuhi kebutuhan anaknya, mulai dari uang saku yang tidak pernah macet, fasilitas dalam menunjang pendidikan dipenuhi, tapi terkadang anak bahkan tidak pernah menanyakan kabarnya baik melalui telepon maupun menjenguk keadaannya secara langsung.
Teknologi dan Anak Millenial
Ketika teknologi berkembang pesat, tentunya generasi yang lahir pada masa tersebut berkembang dan beradaptasi sesuai zamannya. Maka tak heran bila generasi ini paham dan piawai dalam berteknologi. Generasi tersebut adalah sebuah generasi yang saat ini sedang hangat diperbincangkan oleh dunia yaitu Generasi Millenial atau Generasi Y (Hasanuddin Ali, 2017).
Sebagaimana yang kita maklumi, seharusnya teknologi dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan yang baik. Misalnya, ketika ada peristiwa-peristiwa penting yang membutuhkan proses penyebaran informasi dengan cepat. Teknologi berperan positif karena membantu proses menyebarnya informasi tersebut. Untuk tanggap-bencana, teknologi jelas sangat membantu usaha penyelamatan dan penanggulangan yang dilakukan oleh semua pihak.
Selain sebagai media penyebaran informasi, media sosial juga sering dijadikan sebagai tempat untuk mengekspresikan diri dalam mencurahkan beragam perasaan dari pemilik akun-nya. Tidak sedikit juga yang mengabadikan momen bahagia, dijadikan sebagai tempat curhat dan bahkan sebagai ajang untuk saling pamer, menghujat dan lain sebagainya.
Momen perayaan hari ibu misalnya seringkali kerap dijadikan sebagai momen yang bisa menjadi trending topic di hari itu. Hal ini ditandai dengan banyaknya unggahan-unggahan maupun postingan di akun media sosial masing-masing pengguna seperti unggahan cerita di snapgram, snapchat, twitter, path, facebook dan akun-akun media sosial lainnya baik dalam bentuk ungkapan selamat hari ibu dan ucapan-ucapan puitis lainnya.
Melihat fenomena yang terjadi di generasi millenial saat ini, hal yang memprihatinkan adalah mengapa ketika ada hari perayaan besar seperti ini justru tidak dijadikan sebagai momen yang sakral antara seorang ibu dan anak? Mengapa anak di generasi millenial ini hampir semuanya sulit untuk menunjukkan rasa cintanya kepada ibu secara langsung? Sekitar 70% teman-teman yang saya wawancarai menyatakan hal ini. Beragam alasan yang saya dapati, dimulai dari adanya rasa gengsi, dan ada pula yang merasa sudah terbiasa tidak merayakannya.
Tapi anehnya, saat mereka menyatakan kikuk, gengsi atau tidak biasa merayakan Hari Ibu, di dunia maya banyak anak mengungkapkan perasaan-perasaan cintanya pada sang bunda. Melalui media sosial, mereka mengunduh ungkapan tulisan, postingan foto yang diikuti dengan caption puitis, bahkan ada yang membuat puisi. Padahal pada kenyataannya, ungkapan di media sosial itu sama sekali tidak bermakna apa-apa untuk seorang ibu karena banyak diantara mereka yang tidak pernah mengetahui tentang postingan anaknya. Padahal mungkin saja sebagian ibu ingin juga merasakan bagaimana bila Hari Ibu itu dirayakan dengan keluarga tercinta. Tapi karena tradisi dan perasaan gengsi yang kian mendominasi, maka hal tersebut kadang menjadi tidak penting dan kerap dilupakan.
Sering kita temui saat ini sebagian anak sangat mudah mengatakan cinta kepada pasangannya, merayakan ulang tahun pasangannya, merayakan hari jadi dengan pasangannya tapi sulit untuk mengucapkan rasa cinta kepada ibu. Mengapa perlakuan kepada “orang lain” sering lebih dari pada perlakuan kita terhadap seorang ibu ? Padahal mereka bukanlah satu-satunya yang menjadikan kita hebat dan sukses seperti saat ini.
Baiknya, untuk menunjukkan rasa cinta kepada seorang ibu tidak melulu soal kita harus merayakannya dengan meriah, namun dari perlakuan dan ungkapan yang sederhana dan sepenuh hati secara langsung juga bisa kita tunjukkan. Karena pada dasarnya seorang ibu tidak mengharap kado spesial dan dirayakan dengan meriah, tapi lebih kepada hal yang bersifat sederhana seperti tetap memperlakukannya dengan baik, memberi rasa hormat dan cinta kasih itu lebih menunjukkan bahwa kita tulus mencintainya.
Untuk Kids Zaman Now, kita memang tidak bisa mengubah masa, karena “segala sesuatu ada zamannya”. Seorang ibu yang lahir sebagai Generasi X tidak serta merta mampu bertransformasi dengan mudah sesuai dengan anaknya yang Generasi Y. Begitupun sebaliknya, Generasi Y pasti kesulitan bila tetap dipaksa menjalani hidup ala Generasi X. Tapi hal yang paling sederhana yang bisa dilakukan adalah sama-sama mencari titik tengah antara kedua generasi ini.
Untuk peringatan Hari Ibu, misalnya, kita bisa merayakannya ala Generasi X, untuk menyenangkan hati ibunda. Mungkin alangkah baiknya jika dirayakan secara langsung, karena hal yang bersifat langsung tentu pasti akan membangkitkan hubungan emosional yang lebih tinggi dan akan menciptakan hubungan yang lebih harmonis.
Selamat menikmati momen istimewa bersama Ibunda. Untuk Ibunda tercinta, Selamat Hari Ibu.
*)Mahasiswa FISIP UIN Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Angakatn 2015