Oleh Khairul Umam*)
Beberapa hari dari tulisan ini dibuat atau pada hari di mana tulisan ini dimuat tepatnya pada 25 desember 2017. Sebagian besar umat Kristiani dunia akan merayakan hari besar mereka dalam mengarungi lautan dan sejarah peradaban umat manusia. Hari yang konon katanya menjadi hari lahir Yesus kristus atau Isa Almasih adalah hari besar sekaligus sakral yang tentunya menjadi hari kebahagiaan, keharuan serta euforia yang akan dirayakan dengan perasaan yang gegap gempita disetiap penjuru langit dan bumi di Bumi kita ini oleh kaum Kristiani.
Tepat pada hari itu, di sudut jauh kota Israel yang penuh dengan sejarah tepatnya di bawah pohon kurma yang sedang berbuah telah lahir seorang bayi ajaib nan mengagumkan, lahir dari seorang Maryam perempuan Baitul Ma’dis yang saat taat dan suci, dengan proses kelahiran yang penuh dengan perjuangan, hingga keajaiban-keajaiban lain seperti mampu berbicara saat pertama kali melihat ibunya di dunia. Ya, bayi itu begitu ajaib hingga pada akhirnya banyak merubah sejarah dunia di awal-awal masehi.
Yesus, pada masa hidupnya adalah pemuda yang hebat dan cerdas. Dia adalah seorang yang sangat taat menjalankan perintah Allah, seorang intelektual yang sering berdebat dengan ahli kitab, hingga banyak mukjizat yang sering dia buat yang mungkin tidak mampu dijelaskan oleh logika manusia biasa dewasa ini. Tetapi, di samping banyak kebijaksanaan dan keajaiban yang dia lakukan, tak sedikit pula perlakukan-perlakuan tidak baik yang diterima yang dilakukan oleh beberapa orang Yahudi pada masanya, seperti mencela, menfitnah hingga berakhir pada kematian tragis yesus yang penuh kontroversi di kalangan teolog dan penganut agama hingga saat ini.
Pada tulisan ini, karena dengan segala keterbatasan penulis, penulis tidak akan mendeskripsikan tentang eksistensi Yesus melalui sudut pandang apapun, baik sebagai Nabi,Tuhan atau gambaran-gambaran lain, karena pada esensinya dia tetaplah hamba tuhan yang sangat taat beribadah dan banyak berbuat kebajikan-kebajikan di setiap masa-masa hidupnya. Namun, tulisan ini akan sedikit mencoba menggambarkan secara ringan dan sederhana tentang ritual kelahiran dia yang dirayakan secara bergembira di seluruh dunia dan Indonesia secara khususnya.
Indonesia, secara demografis adalah negara yang penganut kristennya cukup minoritas dibandingkan dengan agama Islam yang hampir mencapai 90 persen dari total penduduknya. Tentunya kenyataan itu akan memberikan warna tersendiri dalam dinamika serta perjalanan perayaan Natal yang dirayakan oleh para penganutnya. Di samping perasaan yang bahagia, haru dan sakral tentunya banyak juga tantangan-tantangan lain yang harus kita akui pastilah dirasakan oleh pemeluk kristen menjelang detik-detik perayaan Natal. Kontradiksi perasaan itu begitu mewarnai jalanya natal sebagai sebuah ritual yang ditunggu-tunggu oleh kristiani disetiap penjuru negri.
Kemudian, di kalangan umat Islam indonesia itu sendiri, beragam pemahaman telah lahir dan hidup dalam melihat perayaan Natal sebagai sebuah ritual yang akhirnya mempengaruhi cara mereka bersikap. Di antaranya, ada yang menyikapi dengan positif, menyikapi dengan biasa-biasa saja tanpa peduli, hingga respon yang sinis dan beraroma kebencian yang digembar-gembor oleh beberapa kaum muslimin di berbagai tempat dan kalangan. Respon yang positif biasanya lebih banyak hadir dari mereka kalangan moderat, kaum apatis yang menyikapi tanpa ada peduli, hingga kaum fundamentalis/radikalis yang menyikapinya dengan penuh kesinisan dengan sedikit letupan-letupan kecil amarah kebencian. Harus kita akui memang respon sinis yang hadir tentunya dapat kita lacak pada pemahaman sebagian kaum muslimin baik tentang eksistensi Yesus itu sendiri sebagai ‘apa’ hingga ketetepatan waktu lahirnya yang masih abu-abu dan beragam dipahami oleh sebagian umat kristen dan Muslim di seluruh dunia. Tentunya itu harus kita akui, permasalahan-permasalahan yang ada zaman sekarang sudah duluan pernah dibahas serta didiskusikan oleh kaum teolog pada zaman dulu.
Coba kita tinggalkan beberapa Permasalahan yang begitu mainstream dan sedikit bergeser ke sudut pandang yang lebih unik. sebenarnya ada beberapa hal yang menarik dari ritual Natal yang dirayakan di berbagai daerah di Indonesia. Keunikan itu meliputi terjadinya Kontradiksi antara perkataan dan perbuatan didalam masyarakat indonesia yang sangat sering kita lihat dan dengar, ini menjadi hal yang sangat unik sekaligus menggelitik untuk dijadikan sebagai bahan penyadaran sekaligus sebagai pengawet muda bagi kaum beragama Yang ada di Indonesia.
Jika kita lihat perayaan Natal yang ada di dunia khususnya di Indonesia, tentunya kegiatan-kegiatan yang dilakukan tentu tidak hanya berkutat pada proses inti pergi ke gereja untuk melakukan ibadah-ibadah yang sakral. Selama kurang lebih seminggu setelah Natal, banyak kita saksikan hal-hal yang dapat kita katakan menggembirakan yang ditebarkan lewat berbagai macam media yang ada.
Tontonan-tontonan keluarga yang mengasyikkan, berbagai macam diskon besar-besaran di mall-mall, keberkahan para pedagang yang menjual dagangannya dan keberkahan-keberkahan lain yang dihasilkan dari bias perayaaan Natal. Dan yang menjadi uniknya adalah, semua hal-hal yang dibiaskan dari perayaan Natal, juga dinikmati oleh mereka-mereka yang beragama muslim yang mungkin sebelumnya menganggap sinis bahkan benci terhadap perayaan Natal. Itu dapat kita lacak dari Aktifitas beberapa kaum muslimin yang masih memburu harga-harga murah di mall, duduk dengan manis bersama keluarga sambil menyaksikan serial Natal, memanfaatkan hari libur untuk melakukan refreshing di berbagai tempat hingga kegiatan-kegiatan lain yang dihasilkan dari bias perayaan Natal oleh umat kristiani.
Ini telah menjadi bukti dari kontradiktifnya antara perkataan dan perbuatan kita dalam melihat Natal. Banyak hal-hal yang awalnya kita benci, malah itu secara tidak langsung telah kita nikmati sebagai sebuah keberkahan. Apa yang sebelumnya kita caci malah bertransformasi menjadi sebuah hal-hal yang kita syukuri. Di sinilah akhirnya penulis berani berkata bahwa cinta dan benci dalam kasus ini sangat dekat hingga jaraknya hanya setipis benang saja. Terlalu kita membenci, kebencian itu akan menjadi hal-hal yang pada akhirnya kita sukai dan cintai, juga sebaliknya. Dan Ini menjadi bukti dari relevansinya perkataan Nabi kita Muhammad SAW ketika mengatakan sebaik-baiknya perbuatan adalah perbuatan yang di tengah. Perbuatan yang tidak berlebih-lebihan akan membentuk konsistensi serta keseimbangan kita dalam bercakap dan berbuat ketika menjalani hari-hari.
Singkatnya, Natal yang akan diperingati oleh kaum Kristiani tidak hanya dilihat melalui sudut pandang Eksistensi Yesus apakah sebagai Nabi atau Tuhan atau hal-hal lain yang akan memunculkan perdebatan dan akhirnya melahirkan sikap intolerant, namun Natal harus sudah mulai dipahami dengan jernih melalui sudut pandang apapun yang menurut teman-teman pembaca lebih bijaksana dan arif. Agar semua itu bisa melahirkan sikap keharmonisan kita umat beragama dalam menjalani hidup yang sebenarnya mempunyai tujuan yang sama meskipun memilih cara yang berbeda-beda. Dan akhirnya, semoga tulisan ini sedikit tidaknya bisa menjadi bahan refleksi serta perenungan kita agar kedepan cara pandang kita terhadap sesuatu apapun itu bisa lebih jernih, segar, arif, bijak dan penuh dengan muatan-muatan cinta.
*)Wakil Dema Fakultas Ushuluddin dan Kabid PA HMI Komisariat Ushuluddin dan Filsafat.