Oleh Oemardi*)
Rumpon atau Tuasan adalah sejenis taman buatan yang diletakkan di dalam laut. Rumpon dibuat untuk memancing ikan bermain di dedaunan yang di ikat pada seutas tali. Cara membuatnya sangat sederhana. Seutas tali diberi pemberat (biasanya dari beton yang dipasang pengait dari ban motor bekas) dan di ujung bagian atas diikat pelampung. Jadilah tali dalam posisi vertikal. Pada bagian atas tali di bawah pelampung diikatkan sejumlah dedaunan pada bagian atasnya. Biasanya nelayan menggunakan daun rumbia atau daun kelapa. Karena lebih tahan air dan aromanya memancing ikan datang.
Di tengah laut, suasana sejuk di bawah daun ini memancing anak-anak ikan untuk bermain di sana sekaligus rumpon menjadi lumbung makanan mereka dari lumut yang lengket di dedaunan. Keberadaan anak-anak ikan ini kemudian memancing ikan-ikan ukuran sedang untuk bergabung bermain. Karena ikan makanannya adalah ikan kecil, maka rumpon juga menjadi tempat yang mudah bagi ikan ukuran sedang untuk mencari makan (memangsa ikan kecil). Begitulah seterusnya, ikan-ikan yang sangat besarpun akan ikut bergabung di rumpon memangsa ikan-ikan berukuran sedang. Begitulah siklus kehidupan di dalam laut.
Ketika ikan-ikan besar sudah sering bermain di rumpon, saat itulah nelayan melabuhkan jaringnya menangkap ikan ukuran besar dan sedang. Metode rumpon jauh lebih mudah dibandingkan dengan cara mencari kayu apung hanyut atau mengejar kawanan ikan di laut lepas.
Lalu bagaimana hubungannya dengan pencarian investor?
Yang terbaca oleh saya (bisa jadi subyektif), strategi menjaring investasi kita lebih berorientasi dengan cara langsung mencari ikan besar (investor kakap) di tengah laut pasar global. Menganggap remeh atau malah melupakan investor-investor kecil di sekeliling kita. Asumsinya, hanya investor besar yang mampu bangun industri besar. Kalau investor besar datang maka investor kecil akan ikut terdongkrak. Padahal sebaliknya.
Dalam kenyataannya, saya yakin, pada setiap pertemuan lobi dengan investor besar, mereka pasti bertanya, sudah adakah industri kecil lokal yang memulai bisnis ini di sana? Adakah perusahaan nasional yang berjalan di sana? Ini adalah pertanyaan standard untuk mengukur feasibility bisnis di sektor yang ditawarkan. Logikanya sederhana, kalau pengusaha lokal saja tidak berani bagaimana mungkin yang dari luar berspekulasi?
Di sektor perikanan misalnya, kita mungkin lupa bahwa perusahaan-perusahaan besar di luar daerah dan juga luar negeri selama ini justeru disuplai oleh perusahaan lokal. Sebahagian dari investor luar bahkan memiliki share saham di perusahaan lokal.
Market chain ini tidak bisa diputus atau dibalik begitu saja. Apalagi berharap investor mau mengambil resiko untuk kepentingan kita. Oleh karenanya, kita perlu berpikir lebih strategis agar terbangun suatu iklim investasi yang tidak asing dengan mekanisme pasar yang sudah ada, minim resiko dan profitable. Salah satu caranya adalah dengan menghidupkan dan memperkuat perusahaan lokal agar kita terkoneksi dengan mata rantai pasar global.
Kalau industri lokal tumbuh dengan baik maka interaksi kita ke pasar global akan menguat dan itu akan memancing industri besar tertarik untuk masuk. Jadi rumusnya sederhana. Hidupkan ikan kecil maka ikan besar akan merapat. Tumbuhkan industri kecil maka industri besar akan mudah untuk masuk. Pola ini sudah terbukti di lapangan. Investasi industri perikanan baru di Pelabuhan Lampulo terujud karena (salah satu aspek pendukung) adanya pengusaha lokal yang sudah melakukan export yang jadi mitra investor.
Pancing ikan dengan ikan
Ketika pebisnis lokal sudah kuat dan daya saingnya meningkat maka secara tidak langsung akan mendorong mereka melakukan ekspansi bisnis. Salah satu cara yaitu dengan melakukan expansi pasar (dari muge menjadi suplier, dari suplier menjadi exportir).
Ketika pebisnis melakukan akses ke pasar yang lebih luas maka akan dia akan membutuhkan dukungan jasa manufaktur dan injeksi financial yang signifikan. Pada simpul inilah titik temu antara pebisnis lokal dan investor besar. Mereka saling mencari dan saling membutuhkan. Dalam situasi seperti ini, proses interaksi dan lobi bisnis akan mudah dan berlangsung alamiah karena mereka berada dalam frequency yang sama. Bussinesmen talk bussiness (ikan menggoda ikan). Cara seperti ini sudah lazim dan berjalan dengan baik.
Dengan memakai teori memancing ikan dengan ikan, maka kita perlu mendorong swasta melakukan usaha processing, diversifikasi produk dan expansi pasar. Pada saat yang sama pemerintah memfasilitasi secara efektif dan menghindari terlibat langsung dalam bisnis. Karena selain tidak nyaman, antara businessmen dan government itu frequency (prinsip) dasarnya beda. Bisnis orientasinya profit, sedangkan pemerintah orientasinya pembangunan (kesejahteraan sosial). Beberapa investor malah khawatir masuk dalam skema government’s led bussiness. Pemerintah dapat memaksimalkan peran KADIN dan asosiasi bisnis yang ada untuk membangun jaringan dan mencari investor yang cocok untuk potensi yang dimiliki Aceh.
Program penguatan ekonomi dan pengurangan angka pengangguran sebaiknya fokus untuk memfasilitasi dan mendukung pertumbuhan industri kecil menengah dengan kebijakan yang sehat dan menguatkan serta menjaga agar tidak ada yang dirugikan dalam kerja sama kecil-besar agar iklim investasi tetap tertata dengan baik.
*)Penulis adalah Sekjen Panglima Laot Aceh.