Mata Ahmad Mirza Safwandy (31) berkaca-kaca. Ia nyaris menangis. Akan tetapi urung dilakukan. Bocah plontos di depannya tidak kunjung berhenti bercanda. Sesekali bernyanyi dan selebihnya bercerita, dengan senyum yang tetap tersungging di sudut bibir merona itu.
Semenjak dilahirkan ke dunia, Nurul Amalia (9) sudah harus kehilangan pelukan hangat sang ibu. Ketika bocah itu menatap dunia, ia sudah diasuh oleh sang nenek. Sedangkan Irhami tidak sempat menyapih bayi merah itu. Ia berangkat ke Malaysia untuk mengadu nasib.
“Nama mamak saya Irhami dan ayah saya Syahrul. Soal umur mereka Hana kutudim (tidak tahu-red). Sejak bayi saya diasuh oleh nenek. Demikian juga tiga adik saya yang juga diasuh Wawak,” ujar bocah warga Gampong Tunong, Keude Punteut, Lhokseumawe, Rabu (24/1/2018).
Nurul adalah bocah penderita leukimia, jenis kanker ganas. Sampai saat diwawancarai, ia sudah 17 kali menjalani kemoterapi. Pun demikian, ia tidak pernah mengeluh. “Saya tidak merasakan sakit saat dikemo. Malah enak,” katanya sembari mencandai Risman A. Rachman, Pemimpin Umum aceHTrend. Mendengar kalimat itu, Mirza yang merupakan Komisaris Utama PT. Acehtrend Mediana, harus membuang muka. Wajahnya penuh iba.
Menurut Nu Husen (40) pendiri sekaligus pengasuh Rumah Kita –tempat menampung anak penderita kanker– Nurul merupakan pasien ke 47 yang ditampung di tempat itu. Menurut Kak Nu (begitu ia akrab disapa) bocah asal Punteut itu adalah sosok yang luar biasa.
Walau tahu dirinya sakit parah tapi Nurul bersikap sebaliknya. Ia tetap ceria dan bisa menjadi pemberi semangat kepada orang lain. “Padahal Nurul mengidap leukimia akut. Sejauh ini belum ada yang sembuh,” ujar Nu.
Nurul bercita-cita menjadi guru. Di rumah penampungan itu, ia kerap berperan sebagai guru bagi anak-anak lainnya. Ketika ditanya mengapa ia ingin menjadi guru. Dengan polosnya ia menjawab bahwa menjadi guru itu asyik. Bisa mengajari orang lain.
Bila lelah menjadi guru, Nurul pun melukis, bernyanyi, bershalawat atau melakukan aktivitas lainnya yang menampilkan keceriaan. Terkadang ia pun meminta dipeluk atau justru memeluk pengasuhnya.
Menurut Nu Husen, makanan utama kanker adalah stres, sedih dan kecamuk jiwa lainnya. Tapi itu semua tidak terlihat pada Nurul.
“Justru dengan sikapnya itu, ia menunjukkan kepada kami bahwa dirinya tidak apa-apa. Bahkan kerapkali justru kami yang dihibur olehnya,” kata penggiat kemanusiaan yang juga mantan manajer sebuah perusahaan farmasi itu.
***
Ketika aceHTrend pamit hendak meninggalkan Rumah Kita di kawasan Ule Kareng, Nurul sempat bercanda. “Dari ketiga Om-Om itu, yang itu wangi,” katanya menunjuk ke arah Risman A. Rachman. Tawa kami pun meledak. Ah, dasar Nurul, bikin malu saja.