ACEHTREND.CO, Banda Aceh – Publikasi terbaru Badan Pusat Statistika ( BPS) terbitan 02 Januari 2018 lalu menunjukkan jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 26,58 juta atau sebesar 10,12 persen.
Direktur Institute for Development of Acehnese Society (IDeAS) Munzami Hs mengatakan, Selasa (17/2/2018) dari publikasi BPS tersebut juga menunjukkan posisi Aceh masih sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Sumatera.
Ia menjelaskan, dalam empat tahun terakhir, upaya penurunan angka kemiskinan di Aceh cenderung masih stagnan dan fluktuatif. Hal ini bisa dilihat dari data kemiskinan sejak tahun 2014.
Tingkat kemiskinan Aceh pada periode September 2014 sebesar 16,98 persen, tahun 2015 sebesar 17,11 persen, tahun 2016 sebesar 16,43 persen dan terbaru September 2017 lalu sedikit terjadi penurunan ke angka 15,92 persen.
“Namun, kondisi Aceh masih jauh dari rata-rata nasional dengan selisih 5 persen lebih,” ujarnya.
Untuk itu Munzami mengajak semua pihak untuk terus mengingatkan Pemerintah Aceh bahwa Ini merupakan “warning” bagi Aceh, karena perlu diketahui bersama bahwa dalam lima tahun ke depan Aceh masih memiliki dana otsus 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional sampai tahun 2022, selanjutnya mulai tahun 2023-2027 otsus hanya tinggal 1 persen dari DAU nasional.
“Artinya, di periode pemerintahan Irwandi-Nova inilah kunci untuk membangun Aceh, terutama upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran,” katanya.
Beberapa hal yang masih menjadi catatan IDeAS terkait solusi pengentasan kemiskinan di Aceh antara lain; pertama, dari seluruh provinsi di Sumatera, APBD/APBA kita merupakan yang tertinggi se Sumatera, namun kondisi Aceh masih merupakan provinsi termiskin serta pengangguran tertinggi di Sumatera.
Tata kelola pemerintahan Aceh di bawah kepemimpinan Irwandi-Nova benar-benar harus pro-rakyat, prioritas pembangunan Aceh harus mampu menjawab persoalan kemiskinan dan alokasi anggaran harus bersentuhan langsung dengan masyarakat miskin.
Kedua, beberapa proyek strategis nasional yang dibangun Pemerintah Pusat di Aceh perlu dipercepat pembangunannya, misalnya ada tiga bendungan raksasa (Bendungan Keureuto, Tiro, Rukoh, dan Lhok Guci-red) yang nantinya bakal menunjang sektor pertanian masyarakat Aceh, namun sampai saat ini masih macet.
Selanjutnya, percepatan proyek Jalan Tol Trans-Sumatera, serta percepatan beroperasinya KEK Arun Lhokseumawe.
Ketiga, tata kelola anggaran perlu diprioritaskan untuk menggerakkan roda ekonomi masyarakat Aceh. Pembangunan di berbagai sektor, seperti pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan harus berbasis pemerataan ekonomi yang perlu di desain untuk mensejahterakan rakyat Aceh.
“Kami menilai bahwa selama satu dekade terakhir terjadi kesenjangan pendapatan yang sangat jauh di tengah-tengah masyarakat Aceh.
Artinya, daya serap anggaran setiap tahunnya hanya terkonsentrasi pada kantong-kantong tertentu saja. Sekarang saatnya bagi pemerintahan Irwandi-Nova untuk menggerakkan ekonomi masyarakat, hidupkan dan berdayakan masyarakat melalui UMKM.
“Terakhir, semua elemen masyarakat Aceh harus bersinergi untuk sama-sama mengawal jalannya pembangunan di Aceh, terutama mengawal anggaran baik APBA maupun APBK agar tepat sasaran untuk kesejahteraan masyarakat,” katanya. []