ACEHTREND.CO, Banda Aceh- Apa yang menjadi kecurigaan Illiza Saadudin Djamal, yang kala itu masih menjabat Wakil Walikota Banda Aceh, kini terbukti benar. Sejumlah hotel di ibukota Propinsi Aceh, menjadi tempat transaksi bisnis perlontean. Rekam digital dari salah satu germo yang ditangkap baru-baru ini, menjadi penguat.
Publik Aceh kembali terguncang. Tujuh dara Aceh yang masih berstatus mahasiswa ditangkap oleh polisi dari Polresta Banda Aceh. Dua di antaranya ditangkap di The Pade Hotel, Darul Imarah, Aceh Besar, Rabu (21/3/2018). Selebihnya dijemput oleh polisi di tempat berbeda, seusai sang germo yang berinisial MRS (24) warga Dusun XII P Garib, Desa Pematang Cengal, Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Utara, “bernyanyi” kepada polisi.
Hasil penelusuran aceHTrend, MRS bukan hanya sebatas germo bagi sejumlah perempuan yang konon katanya merupakan langganan sejumlah pejabat dan pengusaha asal Aceh, ia juga merangkap sebagai “cewek” bagi lelaki yang menyukai sesama jenis. Dalam postingan di facebooknya, hal itu bisa dibaca dengan jelas.
Beberapa waktu sebelum sindikat prostitusi online itu terungkap ke publik, Banda Aceh juga heboh dengan penangkapan sejumlah perempuan muda Aceh yang juga pelacur online.
Kala itu, Minggu (21/10/2017) polisi dari unit PPA Polresta Banda Aceh membongkar sindikat pelacuran online yang dikendalikan oleh germo yang berinisial AI (38) asal Simeulue Timur. Penangkapan terhadap germo itu dilakukan di Hotel Grand Nanggroe, Banda Aceh, beserta beberapa wanita muda. Jejaring bisnis ini dibangun dengan memanfaatkan whasshapp.
Kapolresta Banda Aceh kala itu Saladin, SH sempat sesumbar untuk membongkar identitas para pelanggan. Akan tetapi hingga berita itu dilupakan oleh publik, data para pelanggan tidak pernah dirilis, bahkan para pelacur muda itu dikembalikan ke orang tua masing-masing.
***
Dari Kota Juang, pada bulan Februari 2013, polisi Polres Bireuen membongkar jaringan prostitusi yang melibatkan Anak Baru Gede (ABG). Kala itu polisi mengamankan enam orang tersangka terdiri dari lima perempuan yang diduga sebagai mucikari, penghubung dan penyedia tempat. Mereka berinisial Mas (36), Rau (21), D (18), Ri (18), dan Ar (30). Selain itu, seorang pria berinisial AU (62) sebagai pengguna jasa turut dibawa. Semua tersangka berasal dari Bireun.
Kapolres Bireuen AKBP Yuri Karsono kala itu mengatakan bahwa terbongkarnya jejaring itu berkat hasil investigasi pihak kepolisian. Salah satu germo yang dokenal dengan nama Mr. Bro, berhasil diamankan. Namun, hingga publik kembali lupa, Mr. Bro bebas dan para pelaku dikembalikan ke orang tua.
Pada September 2016, wartawan aceHTrend dihubungi oleh salah seorang keluarga PSK bawah umur yang putus sekolah. Ia curhat bahwa salah satu anggota keluarnya yang masih berusia muda, diduga terlibat dalam jaringan prostitusi yang diduga dibekengi oleh orang-orang penting di sana.
Lelaki yang berinisial S itu menyebutkan bahwa dirinya sempat membuka pesan facebook bicah perempuan berusia 15 tahun itu. Pesan-pesan yang ada di inbox semuanya tentang order dan lokasi “ngejob” di Kota Bireuen.
Akan tetapi, ia sendiri gagal bergerak lebih lanjut, karena kepada beberapa tempat ia mengadu, semuanya menggeleng untuk menolak membantu , karena keterbatasan anggaran.
***
Tim Gabungan Polres Lhokseumawe kembali berhasil membongkar jaringan prostitusi Online di wilayah Kota Lhokseumawe, Senin (25/3/2017) malam sekitar pukul 23:00 Wib.
“Penangkapan itu dilakukan di tiga lokasi salah satunya di sebuah rumah di Cunda, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe. Berdasarkan operasi penyelidikan tim gabungan setelah mendapat laporan dari masyarakat,” Kata Kapolres Lhokseumawe, AKBP Ari Lasta di Mapolres saat gelar Konferensi Pers, Selasa (27/3/2017).
Kapolres menambahkan pelaku yang ditangkap sebanyak sembilan orang terdiri lima orang wanita dan empat orang laki-laki.
Pelaku yang diamankan yakni warga Kota Lhokseumawe FA (28) CSM (35), JJ (35), dan RR (24), Sedangkan Aceh Utara antaranya GW (34) dan SY (33). Lanjutnya MA (50) warga Aceh Selatan dan SAH (21) Langsa.
“Ketika dilakukan penangkapan di sebuah rumah di kawasan Cunda, ada yang sedang melakukan hubungan badan dan juga yang sedang menunggu pelanggan,” jelasnya.
Tambahnya, Saat dilakukan pengembangan polisi juga menemukan pelaku yang sedang konsumsi narkoba. Pelaku sekarang sedang di perikasi di Satres Narkoba.
“Kami sudah menetapkan tiga tersangka yakni FA (28), CSM (35), dan MA (50) berperan sebagai mucikari dan penghubung, sedangkan yang lainnya sudah dilakukan penyelidikan lebih lanjut,” Kata Kapolres.
Kecurigaan Illiza
Ketidakpatuhan pengelola dan manjemen hotel terhadap bisnis illegal, sudah diendus oleh Wakil walikota Banda Aceh, Illiza saadudin Djamal. Saat membuka acara sosialisasi perizinan jasa usaha hotel dan restoran, Senin (18/11/2013) ia sudah mengatakan bahwa praktik prostitusi terjadi di sejumlah hotel berbintang di Banda Aceh.
“Waktu itu saya pernah datang ke salah satu hotel berbintang di Banda Aceh, jadi saya menemukan adanya indikasi adanya praktik prostitusi di hotel berbintang tersebut,” kata Illiza Sa’aduddin Djamal.
Kecurigaan Illiza kemudian dibuktikan oleh rekam jejak digital yang ditinggalkan oleh Andre Firman Syah yang ditangkap seusai melakukan transaksi pelacuran di The Pade Hotel, Aceh Besar. Dalam jejak status facebooknya itu, ia menyebut setidaknya dua hotel besar sebagai tempat ia mencari rezeki, yaitu Hermes Palace, dan The Pade Hotel.
Dalam rangka “mensosialisasikan” bisnisnya itu, MRS alias Sndre Firman Syah, bukan hanya bergerilya ke kampus-kampus, ia juga bergerak ke berbagai kabupaten. Sebagai germo sekaligus “bahan dagangan” RMS juga disebut-sebut ikut melayani pelanggan laki-laki yang membutuhkan service darinya.
Terbongkar kemudian Dilupakan
Hingga saat ini, kabar tentang maraknya prostitusi di Aceh, sudah menjadi konsumsi masyarakat internasional. Banyak media luar negeri yang kemudian memberitakan hal tersebut. Tapi sepertinya semua bisnis prostitusi itu dibongkar untuk sekedar sensasi. Semua kasus itu kemudian menguap. Hanya germo yang ditahan, sedangkan pelakunya setelah mengikuti pembinaan beberapa hari, kemudian dibebaskan. Sedangkan para pelanggan yang diduga melibatkan orang-orang penting, tidak dikuak ke publik, dengan ragam dalih. Termasuk untuk melindungi privasi.
Sejumlah kalangan menilai, bahwa maraknya prostitusi di daerah yang menerapkan syariat Islam ini, karena tidak seriusnya penegakan hukum. Selama ini, penghukuman terhadap para pelanggar hanya sekedar citra dan hanya ditujukan kepada orang-orang kecil yang tidak memiliki koneksi terhadap kekuasaan.
Bila selama ini hukum cambuk di depan publik dilakukan, semuanya pelanggaran syariat yang dilakukan oleh kalangan kelas bawah. []