M.Yakub A.Kadir*
Indonesia terpilih untuk yang keempat kalinya menjadi salah satu dari 10 anggota tidak tetap di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), pada hari Jumat 8 Juni 2018, untuk masa tugas tahun 2019 sampai dengan 2020. PBB terbentuk oleh inisitif negara-negara pemenang Perang Dunia kedua yang diikuti oleh beberapa negara yang telah merdeka di tahun 1945, sebagai modifikasi dari Liga Bangsa Bangsa(LBB) yang terbentuk setelah Perang Dunia Pertama. Tujuan utama PBB adalah untuk menjaga perdamaian dan ketertiban dunia terutama menyelesaikan persoalan-persoalan yang menjadi imbas dari Perang Dunia kedua termasuk progam dekolonisasi, yang kemudian melahirkan lebih dari seratus negara-negara baru, (sekarang 193 negara) dengan berbagai macam karakter.
Namun kondisi paska Perang Dunia kedua dan sekarang jauh berbeda, apalagi terjadinya perang dingin antara Uni Soviet (sekarang Rusia) dengan Amerika, yang membuat polarisasi kekuatan dunia. Perang dingin ini terus berlanjut dengan bentuk berbeda seperti perang idiologi, digital, nuklir, dagang, dan ilmu pengetahuan di abad ke 21 ini. Oleh karena itu reformasi PBB dengan kondisi terkini tidak dapat dielakan jika PBB serius ingin menjaga misi perdamaian, pembangunan dan keberlanjutan, yang sering digaungkan.
Keberadaan Dewan Keamanan PBB merupakan sentral karena kewenangan dan kekuatan yang dimandatkan kepadanya dalam menjaga keamanan dan ketertiban dunia. 15 anggota dewan keamanan PBB diproyeksikan sebagai negara- negara pilihan dalam mengambil dan menjalankan kebijakan untuk mengatasi persolan persoalan global. Namun Dewan Keamanan PBB dibagi dua kelompok: pertama 5 negara anggota tetap, yang memiliki hak veto untuk menyetujui atau membatalkan setiap kebijakan dari anggota lainnya. Kehadiran 5 anggota tetap ini merupakan manifestasi dari para pemenang perang dunia kedua, untuk tetap mengontrol tata kelola dunia untuk kepentinganya masing masing. Maka keberadaan Indonesia sebagai anggota tidak tetap, bersama 9 negara anggota tidak tetap lainnya tidak akan begitu bermakna ketika harus tunduk kepada 5 negara anggota tetap.
Tentu masing masing anggota tetap dewan keamanan PBB (Amerika, Inggris, Perancis, China, Rusia) memiliki kepentingan masing masing, dan hampir selalu mengutamakan kepentingannya dengan membawa nama Dewan Keamanan PBB. Hal ini terlihat jelas dalam kebijakan mereka yang bias dalam menyikapi berbagai isu global, seperti krisis nuklir Iran dan korea utara, isu kemanusian Rohingya, penjajahan Pelestina, perubahan iklim, hak asasi manusia, dan lain lain.
Adalah tidak keliru untuk menyatakan bahwa Dewan Keamanan PBB hanya dibentuk untuk merespon terhadap kebutuhan jangka pendek para pemenang Perang Dunia kedua dan memberi legitimasi kepada mereka untuk tetap mengendalikan kebijakan dunia untuk menjaga keamanan dan ketertiban di negara-negara mereka, bukan untuk ketertiban dunia yang sering diretorikakan. Maka Indonesia harus terus berupaya agar reformasi PBB terus dilakukan, terutama untuk meniadakan hak veto dan sistem 5 negara anggota tetap PBB; sehingga makna keberadaan PBB benar benar terlaksana di atas dasar kesetaraan, kebersamaan dan keadilan. Semoga kehadiran Indonesia kali ke 4 di Dewan Keamanan PBB dapat memberi angin segar bagi perubahan besar PBB untuk dunia yang lebih baik.
Wallahu a’lam bisshawab!
*Peminat isu internasional, domisili di Aceh.