Oleh Tibrani*)
Kemeriahan Piala Dunia 2018 di Rusia memang sangat dahsyat dampaknya, hampir ke seluruh penjuru dunia, eforia Piala Dunia juga dirasakan oleh penduduk salah satu negara pecahan Pakistan yaitu Bangladesh.
Atmosfer Piala Dunia begitu bergairah di negeri Bangla ini, mereka tidak peduli hubungan sepakbola negaranya dengan tim nasional raksasa Amerika Latin, masyakarakat negeri Bangla telah jatuh hati untuk menjadi fans negara Argentina dan Brazil, walaupun secara budaya, bahasa, adat istiadat berbeda namun kecintaan terhadap Tim Tango dan Samba telah tersimpan di sanubari masyarakat Bangla.
Seminggu sebelum pergelaran akbar Piala Dunia bergulir, di pusat kota Bandar, Bangladesh, para fans Lionel Messi dan Neymar bertarung dengan parang, mengakibatkan seorang pria dan putranya terluka kritis, sementara kasus lainya, seorang bocah 12 tahun meninggal setelah tersengat listrik pada saat menaruh bendera Brazil di tiang pinggir jalan. (Baca: Piala Dunia Belum dimulai, Suporter Sudah Saling Bacok, GILABOLA.COM)
Pada konteks masyarakat Aceh, atmosfer piala dunia juga begitu terasa, mulai dari antusiasme masyarakat Aceh menyaksikan liga akbar sejagat. Demam Piala Dunia di Tanoh Rencong ditandai dengan mulainya para soccermania menyesaki warung-warung kopi untuk menyaksikan pertandingan sepak bola.
Ada hal yang menarik untuk dikaji berhubungan dengan dengan sosial-kultural masyarakat Aceh menyambut pesta akbar ini. Salah satu peristiwa pungoe (gila) tindakan tidak masuk akal adalah gara- gara ribut masalah Piala Dunia seorang pemuda di Nagan Raya dibacok oleh seorang rekannya.
Kenapa harus adanya pembacokan hanya gara-gara beda pilihan untuk mendukung tim favorit di Piala Dunia, di mana letak kewarasan berpikir dengan akal sehat, kalau berpikir secara jernih, tindakan-tindakan pungo, tidak mungkin dilakukan oleh manusia-manusia yang memiliki jiwa yang sehat.
Gemuruh Piala Dunia memang telah membuat ratusan umat manusia di seluruh dunia terkesima untuk berfokus pada tayangan channel pertandingan sepak bola. Tidak kecuali di Indonesia, khususnya Tanoh Rencong. Piala dunia yang rutin dilaksanakan setiap empat tahunan ini, telah menghipnotis hampir semua kalangan di negeri Serambi Mekkah, tidak ada batasan umur para penikmat piala dunia, baik itu golongan remaja,pemuda, dan tua, semuanya terlena akan nikmatnya menonton festival sejagat yang dilaksanakan di bekas negara Uni Soviet (Rusia).
Hal itu dibuktikan dengan antusias masyarakat untuk menonton Piala Dunia di layar Televisi maupun layar tancap. Hampir semua penonton bersorak-riak ketika tim favoritnya mencetak gol ke gawang lawan, walaupun secara ikatan geografis, sosial kultural berbeda jauh, namun para penonton tetap menjagokan tim kesayanganya mereka
Fenomena pungoe lainya adalah para penonton rela bergadang sampai tengah malam hanya untuk menyaksikan tim kesayangan mereka, meninggalkan nikmatnya bantal guling dan selimut bergadang hanya untuk menonton piala dunia, tindakan-tindakan ini merupakan tidak masuk akal, namun faktanya masyarakat tetap melakukan tindakan pungo tersebut.
Namun yang lebih parah lagi para bolamania rela bergadang sampai tengah malam untuk mendukung tim kesayangan mereka, namun setelah menonton dengan asyik dan dinginnya atmosfer malam para fans piala dunia merebahkan dan menikmati istirahat malam dengan meninggalkan shalat subuh.
Memang unik manusia rela begadang sampai senja malam tiba, namun telah meninggalkan kewajiban perintah tuhannya, aneh tapi nyata ketika Piala Dunia telah dituhankan oleh manusia. Wassalam
*) Penulis adalah mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala dan juga Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FISIP.
Foto: Ilustrasi dikutip dari internet.
Komentar